Jumat, 29 Juli 2022

KAJIAN ATAS SURAH AT-TAHRIM AYAT 9

 


Wahai nabi! Perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. (QS 66: 9)

Umat islam sangat yakin kalau Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang langsung disampaikan kepada nabi Muhammad SAW. Apa yang tertulis dalam Al-Qur’an adalah merupakan kata-kata Allah SWT sendiri yang disampaikan kepada Muhammad. Hal inilah yang membuat umat islam memandang kitab tersebut sungguh suci, sehingga umat islam menaruh hormat yang tinggi kepadanya. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama artinya pelecehan kepada Allah SWT. Dan orang yang melakukan hal itu, berdasarkan perintah Allah dalam Al-Qur’an, wajib dibunuh (QS al-Maidah: 33).

Al-Quran dianggap dan dinilai sebagai keterangan dan pelajaran yang jelas, karena memang begitu yang dikatakan Allah sendiri. Secara sederhana hal ini dimaknai bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang jelas. Allah telah memudahkan wahyu-Nya sehingga umat bisa dengan mudah pula memahaminya. Sebagai pedoman dan penuntun jalan hidup, Allah memberikan keterangan dan pelajaran yang jelas sehingga mudah dipahami oleh umat islam. Umumnya para ulama menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu yang telah terang benderang sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi pesan Allah itu. Dengan kata lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna dan pesannya, tak perlu banyak ditafsirkan lagi. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Quran. Penafsiran atas wahyu Allah bisa berdampak pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah sendiri.

Berangkat dari pemahaman ini, maka apa yang tertulis dalam surah at-Tahrim ayat 9 di atas merupakan perkataan langsung dan asli dari Allah SWT. Allah berbicara dan Muhammad mendengarnya. Apa yang tertulis di sana seperti itu juga yang didengar oleh nabi Muhammad SAW. Dan apa yang disampaikan Allah ini sudah jelas maknanya. Dengan mudah umat akan memahami bahwa kutipan ayat di atas merupakan perintah Allah kepada Muhammad untuk memerangi orang kafir dan orang munafik. Berhubung Muhammad dijadikan teladan agung bagi umat islam, maka perintah tersebut berlaku juga untuk umat islam.

Dengan demikian, dari tafsiran atas kutipan ayat di atas dengan sederhana bisa dikatakan bahwa umat islam diperintahkan untuk berperang; dan sasarannya adalah orang kafir dan orang munafik. Menjadi pertanyaan, siapa itu orang kafir dan siapa itu orang munafik. Secara sederhana, orang kafir adalah orang non islam. Mereka ini tak percaya Al-Qur’an sebagai kitab suci, menolak Muhammad sebagai nabi dan tak mengimani Allah SWT sebagai Allah. Sedangkan orang munafik bisa dipahami sebagai orang islam yang tingkah laku dan hidupnya tidak menunjukkan keislamannya.

Kiranya kutipan ayat di atas menjadi salah satu ideologi terorisme islam. Target yang diincar kaum teroris adalah orang kafir dan umat islam yang tak islami, yang biasa diberi istilah thogut. Karena itu dapatlah dikatakan bahwa ideologi terorisme islam berakar dari wahyu Allah yang ada dalam Al-Qur’an. Dengan demikian perang dan terror adalah kehendak Allah SWT, dan ini menjadi satu kewajiban bagi umat islam.

Membaca firman Allah ini, tak sedikit umat islam menolak pemaknaan kewajiban perang sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an. Mereka menolak tafsiran demikian dengan mendasarkan pada pandangan “Agama mengajarkan kebaikan”. Dengan pendasaran inilah mereka akhirnya mengatakan bahwa kaum teroris atau umat islam yang mencintai perang telah membajak ayat-ayat Al-Qur’an, atau telah salah menafsirkan wahyu Allah tersebut. Dengan perkataan lain, mereka mau mengatakan bahwa tafsiran merekalah yang benar. Tak sedikit juga umat islam akhirnya membuat semacam rasionalisasi atau pembenaran diri terhadap tudingan yang terkait dengan wahyu perang Allah ini. Mereka mengatakan bahwa kutipan ayat di atas harus dilihat dari konteks waktunya. Artinya, perintah memerangi orang kafir dan kaum munafik hanya berlaku pada masa Muhammad saja, tidak lagi pada masa kini. Rasionalisasi lainnya adalah bahwa perang yang diperintahkan Allah dalam kutipan di atas dimaknai sebagai perang melawan kejahatan, kemasiatan dan juga hawa nafsu.

Benarkah rasionalisasi demikian? Seratus persen SALAH. Rasionalisasi seperti itu jelas-jelas bertentangan dengan maksud dan kehendak Allah. Rasionalisasi berdasarkan konteks waktu membuat bukan saja wahyu Allah di atas tidak lagi relevan untuk masa sekarang, tetapi membuat Muhammad bukan teladan agung. Dengan begitu, wahyu Allah tersebut jadi mati. Dan jika demikian wahyu Allah kehilangan sifat kekalnya. Sedangkan rasionalisasi berdasarkan tafsir baru jelas tidak sesuai dengan maksud dan kehendak Allah. Dalam kutipan ayat di atas, perintah perang harus dimaknai sebagai perang yang sesungguhnya, dimana akan terjadi bunuh membunuh.

Makna perang adalah perang berulang kali ditegaskan oleh Allah dalam beberapa kesempatan. Misalnya, dalam surah Ali Imran ayat 195, Allah berfirman, “… yang berperang dan yang terbunuh, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga...” Dan dalam surah at-Taubah ayat 111, Allah berkata, “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh …” Contoh wahyu Allah lainnya bisa dibaca dalam QS al-Fath: 17; QS al-Baqarah: 216; QS an-Nisa: 74 atau QS at-Taubah: 38.

Dari kutipan-kutipan wahyu Allah di atas terlihat jelas perintah perang dalam QS at-Tahrim ayat 9 di atas tidak bisa dimaknai dengan tafsiran baru. Perang yang dimaksud adalah sungguh perang, dimana orang yang berperang akan membunuh, dibunuh atau terbunuh. Dan perintah ini merupakan perintah bagi umat islam. Pemaknaan lain tentulah tidak sesuai dengan kehendak Allah. Pemaknaan seperti itu jelas-jelas hanya untuk menyelamatkan pandangan “Agama mengajarkan kebaikan”, bukannya melaksanakan perintah Allah. Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa kaum teroris sudah sesuai pada jalan Allah, karena mereka sungguh-sungguh melakukan kehendak Allah.

DEMIKIANLAH kajian atas wahyu Allah dalam surah at-Tahrim ayat 9. Dengan kajian ini, satu kesimpulan dasar yang bisa diambil adalah tidak ada kedamaian dalam islam karena islam bukanlah agama kasih, tetapi agama perang.

Batam, 27 Mei 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar