Minggu, 20 Desember 2020

MELIHAT AKHIR HIDUP ISA AL-MASIH


ISA AL-MASIH merupakan salah satu tokoh besar yang sangat berpengaruh setidaknya bagi dua agama besar dunia, yaitu islam dan Kristen. Jika sebutan Isa lebih popular di kalangan islam, di kalangan kristiani dikenal dengan nama YESUS. Di mata umat kristiani, Yesus diimani sebagai Allah yang menjadi manusia. Bagaimana dan kenapa Allah menjadi manusia, memang merupakan pertanyaan teologis sekaligus menjadi misteri. Pertanyaan itu pas-nya ditujukan kepada Allah. Hanya Allah saja yang tahu kebenaran persisnya. Sementara itu, umat islam menghormatinya sebagai nabi. Dia mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh nabi-nabi lain dalam islam, bahkan termasuk nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an mencatat kalau Dia adalah kalam dan Roh Allah (QS an-Nisa: 171; bdk QS Ali Imran: 45).

Bagaimana orang non islam dan non kristen melihat Isa atau Yesus? Bagi mereka siapa Yesus itu? Sekalipun tidak menganggap-Nya sebagai Allah atau nabi, namun banyak orang menghormati-Nya sebagai tokoh bijaksana, tokoh moral. Ada yang menyebut-Nya sebagai Guru Moral atau Kebijaksanaan. Ada pula yang mengaitkannya dengan Sophia, salah satu konsep filosofis, yang sederhananya dimaknai dengan kebijaksanaan dan kebenaran.

Kematian Yesus diperkirakan terjadi pada tahun 33 Masehi. Bagaimana cerita akhir hidup Yesus? Berikut ini dikutip beberapa informasinya.

1.    Paulus

Paulus merupakan salah satu Rasul Kristus, meski baru menjadi pengikut Yesus beberapa tahun setelah peristiwa Yesus naik ke sorga. Diperkirakan ketika Yesus wafat (33 Masehi), Paulus berusia 23 tahun. Tapi tidak ada informasi apakah dia menyaksikan secara langsung peistiwa tersebut. Sejak menjadi Rasul Kristus, Paulus banyak mengadakan perjalanan dan menulis surat pastoral untuk mewartakan Yesus. Ia mati sebagai martir sekitar tahun 67 Masehi. Antara tahun 56 – 57 Masehi, Paulus menulis surat untuk jemaat di Filipi. Dalam sebuah halaman surat itu, Paulus menulis:

Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Filipi 2: 5 – 8)

2.    Petrus

Petrus termasuk rasul yang dipilih langsung oleh Yesus. Dia pernah hidup bersama dengan Yesus, namun saat kematian-Nya dia melarikan diri. Setelah Yesus naik ke sorga, Petrus menerima tugas sebagai pemimpin kelompok para rasul. Sama seperti Paulus, Petrus juga meninggal sebagai martir kira-kira tahun 67 Masehi. Ada dua surat yang ditulis Petrus. Surat pertama diperkirakan ditulis dalam tahun 65 Masehi. Dalam suratnya yang pertama, secara implisit Petrus mengatakan kematian Yesus di kayu salib.

Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. …… Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib. (1Petrus 2: 21 – 24).

Frase yang ditebalkan ini mengungkapkan peristiwa kematian Yesus (dalam surat ini dipakai kata “Kristus”) di kayu salib, karena kematian-Nya dimaknai sebagai penebusan dosa.

3.    Injil (Markus, Matius, Lukas dan Yohanes)

Ada 4 Injil, yang semuanya mengisahkan peristiwa kematian Yesus di kayu salib dengan agak detail. Nama Injil itu disesuaikan dengan nama penulisnya. Keempat penulis Injil ini diyakini hidup pada saat Yesus wafat di kayu salib, dengan usia antara 20 – 30 tahun. Bahkan ada di antaranya diyakini sebagai saksi langsung (Yohanes). Injil Markus diyakini sebagai Injil yang tertua, ditulis pada tahun 64 Masehi. Kisah kematian Yesus dipaparkan dalam Markus 15: 20 – 41. Markus mengutip perkataan Yesus di atas salib dalam ayat 37, “Lalu berserulah Yesus dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawa-Nya.” Apa yang ditulis Markus ini mirip seperti yang ditulis oleh Matius, “Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya.” (ay. 50). Injil Matius, yang ditulis dalam tahun antara sebelum 70 Masehi hingga sebelum 80 Masehi, memaparkan kisah kematian Yesus dalam 27: 32 – 56.

Sedikit berbeda dengan Markus dan Matius, Lukas menguraikan detail apa yang diserukan Yesus di atas salib. Tidak diketahui pasti kapan Lukas menulis kitabnya, namun yang pasti kitab itu ditulis dalam tahun sebelum 70 Masehi hingga sebelum tahun 80 Masehi. Kisah kematian Yesus diurai oleh Lukas dalam 23: 33 - 49. Lukas memberikan sedikit detail akhir hidup Yesus itu pada ayat 44 – 46:

Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga, sebab matahari tidak bersinar. … Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya.

Sama seperti Injil Lukas, Injil Yohanes pun tidak diketahui persis kapan ditulis. Para ahli sepakat bahwa Injil ini ditulis dalam tahun antara 80 – 100 Masehi. Kisah kematian Yesus diurai dalam Yohanes 19: 16 – 30. Akhir hidup Yesus sedikit berbeda dari Lukas. Yohanes menulis:

Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia, “Sudah selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.

Meski terdapat perbedaan akhir cerita hidup Yesus, namun satu kepastiannya adalah Yesus mati di kayu salib. Fakta inilah yang diwartakan Petrus dan Paulus dalam surat mereka.

4.    Lukas

Selain menulis Injil, Lukas menulis juga satu kitab lain yang diberi nama Kisah Para Rasul. Dalam kitab ini Lukas menceritakan perjalanan hidup para murid Yesus setelah Dia naik ke sorga. Kita tidak tahu persis kapan kitab ini ditulis, namun yang pasti kitab ini ditulis sebelum tahun 100 Masehi. Tentang kisah akhir hidup Yesus, Lukas mengutip perkataan para rasul. Misalnya, kotbah Petrus pada peristiwa Pentakosta (Kis. 2: 14 – 36). Dalam kotbah itu ada dua kali pernyataan tentang akhir hidup Yesus. “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh… “ (ay. 23). Ayat lain, “…. Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu,  menjadi Tuhan dan Kristus.” (ay. 36). Perkataan Petrus ini kembali tercatat ketika Petrus memberikan pembelaan di hadapan Mahkamah Agama (Kis. 4: 1 – 22):

Maka ketahuilah oleh kamu sekalian dan oleh seluruh umat Israel, bahwa dalam nama Yesus Kristus, orang Nazaret, yang telah kamu salibkan, tetapi yang telah dibangkitkan Allah dari antara orang mati… (ay. 10)

Selain mengutip perkataan Petrus, Lukas juga mengutip kotbah Paulus di rumah ibadah di Pisidia (Kis. 13:16 – 47). Dalam kotbah itu Paulus mengisahkan akhir hidup Yesus:

Sebab penduduk Yerusalem dan pemimpin-pemimpinnya tidak mengakui Yesus. Dengan menjatuhkan hukuman mati atas Dia, ….Dan setelah mereka menggenapi segala sesuatu yang ada tertulis tentang Dia, mereka menurunkan Dia dari kayu salib, lalu membaringkan-Nya di dalam kubur. (ay. 27, 29)

Dari kotbah Paulus itu dapat dipastikan bahwa akhir hidup Yesus adalah mati di kayu salib.

POIN 1 hingga 4 merupakan informasi yang bersumber dari orang Kristen. Perlu diketahui bahwa sekalipun tidak termasuk dalam kategori saksi langsung (kecuali Yohanes) para sumber ini hidup pada waktu Yesus mati. Mereka semua rata-rata berusia 20-an tahun. Dan mereka semua sama-sama mengatakan Yesus mati di atas kayu salib. Dengan kata lain, mereka semua mau mengatakan bahwa yang mati di kayu salib itu adalah sungguh Yesus.

Sekalipun mengungkapkan fakta sejarah, namun yang hendak disampaikan bukan kisah sejarah tetapi pesan teologi. Para penulis di atas tidak pernah bermaksud menceritakan “sejarah” sebagaimana dipahami kebanyakan orang. Karena itulah, sumber-sumber di atas tidak termasuk dalam kategori buku sejarah, tetapi sebagai buku iman.

Bagaimana dengan sumber yang berasal bukan dari orang Kristen? Berikut ini dikutip beberapa informasi tentang hal itu (kami mengacu pada tulisan "Sumber-sumber Sejarah Kuno Non-Kristen Mengenai Penyaliban Yesus").

5.    Tacitus

Tacitus adalah sejarahwan Romawi yang hidup dalam tahun 57 – 107 Masehi. Dia menulis buku sejarah pada awal abad II dengan judul Annals, yang mengungkap kejadian-kejadian historis pada tahun 14 – 68 Masehi. Dalam salah satu halaman bukunya Tacitus menulis:

…. Nero fastened the guilt and inflicted the most exquisite tortures on a class hated for their abominations, called Christians by the populace. Christus, from whom the name had its origin, suffered the extreme penalty under the reign of Tiberius at the hand of one of our procurators, Pontius Pilate…

Para ahli sejarah sekarang sepakat bahwa istilah “extreme penalty” dalam tulisan Tacitus dipahami dengan hukuman salib. Sekalipun tidak menggunakan kata “Yesus”, namun kata “Kristus” sudah dipahami sebagai Yesus. Di sini mau dikatakan bahwa yang disalibkan itu adalah Yesus.

6.    Mar bar Serapion

Mar bar Serapion adalah seorang filsuf Stoiksisme dari Siria. Pada sekitar tahun 73 Masehi ia menulis surat, dimana dia membandingkan kematian Yesus dengan kematian Sokrates dan Pythagoras. Ia menulis:

What advantage did the Athenians gain by murdering Socrates, for which they were repaid with famine and pestilence? Or the people of Samos by the burning of Pythagoras, because their country was completely covered in sand in just one hour? Or the Jews (by killing) their wise king, because their kingdom was taken away at that very time?

Mar bar Serapion memang tidak secara eksplisit menyebut nama Yesus, namun ahli sejarah modern sepakat bahwa istilah “the wise king” dipahami sebagai sosok Yesus. Sekalipun tidak disebutkan bagaimana kematian atau proses pembunuhan itu, mengingat surat tersebut ditulis pada tahun 73 Masehi, maka ahli sejarah sepakat bahwa kematian atau pembunuhan atas “the wise king” terjadi di kayu salib.

7.    Flavius Josephus

Flavius Josephus adalah sejarahwan Yahudi abad pertama. Salah satu buku sejarahnya, yang ditulis sekitar tahun 93 Masehi, berjudul The Antiquities of the Jews. Melihat tahun penulisan buku ini, dapat dipastikan Flavius hidup saat peristiwa kematian Yesus. Bisa saja dia ada saat peristiwa itu. Dalam salah satu halaman buku itu, Flavius menulis:

Now there was about this time Jesus, a wise man, … He drew over to him both many of the Jews and many of the Gentiles … And when Pilate, at the suggestion of the principal men amongst us, had condemned him to the cross.

Informasi dari Flavius ini begitu terang benderang. Dia jelas-jelas menyebut nama Yesus, sebagai orang bijaksana (bandingkan dengan Mar bar Serapion yang memakai istilah “Raja Bijaksana”), dan juga salib. Catatan Flavius ini dimaknai sebagai peristiwa Yesus mati di kayu salib. Dengan kata lain, Flavius membenarkan bahwa yang mati di kayu salib itu adalah sungguh Yesus.

8.    Lucianus dari Samosata

Lucianus adalah seorang satiris Yunani yang sangat terkenal pada abad kedua Masehi. Sekitar tahun 165 dia menulis buku dengan judul The Death of Peregrinus. Sekalipun buku ini bercerita tentang Peregrinus, seorang pengikut Kristus, pada salah satu halaman buku itu Lucianus menulis:

During this period (Peregrinus) associated himself with the priest and scribes of the Christiansin Palestine, and learned their astonishing wisdom. Of course, in a shot time he made them look like children, he was their prophet, leader, head of the synagogue, and everything, all by himself. He explained and commented on some of their sacred writings, and even wrote some himself. They looked up to him as a god, made him their lawgiver, and chose him as the official patron of their group, or at least the vice-patron. He was second only to that one whom they still worship today, the man in Palestine who was crucified because he brought this new form of initiation in to the world.

Dalam kutipan di atas memang hanya ditulis peristiwa penyaliban, tidak ada nama Yesus, namun kata-kata pada kalimat yang ditebalkan di atas hendak mengatakan bahwa orang Palestina yang masih disembah dan yang disalibkan itu adalah Yesus. Jadi, Lucianus hendak membenarkan bahwa Yesus sungguh disalibkan, dan ini terkait juga dengan kematian-Nya.

9.    Muhammad

Muhammad adalah nabi yang paling disanjung dan dimuliakan umat islam. Penghinaan terhadapnya dapat berarti maut. Dia hidup di Arab pada tahun 570 – 632 Masehi (lebih dari 500 tahun setelah kematian Yesus). Muhammad baru menjadi nabi pada sekitar tahun 597, dalam usia 27 tahun. Ketika tampil sebagai nabi, Muhammad banyak menyampaikan wahyu, yang diklaim berasal dari Allah SWT. Wahyu-wahyu itu kemudian dibukukan dengan nama Al-Qur’an. Harus diakui bahwa Al-Qur’an bukanlah sebuah kitab yang ditulis sekali jadi dalam satu waktu. Al-Qur’an dipercaya berisi kumpulan wahyu Allah yang diturunkan secara bertahap dalam kurun waktu 23 tahun. Banyak di antara wahyu itu menyebut nama Isa Almasih, sebagai ganti nama Yesus. Dalam salah satu wahyu diceritakan tentang akhir hidup Yesus:

Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, selalu dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka benar-benar tidak tahu (siapa sebenarnya yang dibunuh itu), melainkan mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak yakin telah membunuhnya. (QS an-Nisa: 157).

Dari kutipan di atas, dengan memperhatikan cetak tebal, dapatlah dikatakan bahwa Yesus tidak disalibkan dan tidak dibunuh; yang mati di kayu salib adalah orang yang mirip dengan-Nya. Jika benar tidak disalibkan, berarti Yesus tidak ada di Golgota (tempat penyaliban). Kita bisa mengajukan pertanyaan: sejak kapan pergantian peran itu terjadi? Yang pasti Muhammad memberi kita informasi bahwa Yesus tidak disalibkan dan juga tidak mati di kayu salib.

DEMIKIANLAH sumber-sumber yang mengungkapkan akhir hidup Yesus. Membaca informasi-informasi di atas, kita menemukan satu sumber yang lain dari pada lainnya. Ketika sumber-sumber lain sepakat mengatakan akhir hidup Yesus ada di kayu salib, satu sumber, yaitu Al-Qur’an, malah mengatakan Yesus tak ada di kayu salib. Perlu diketahui jarak waktu penulisan sumber-sumber itu, baik sumber dari penulis kristiani maupun penulis non kristiani, sangat dekat dengan peristiwa salib (ada dalam rentang waktu 56 – 165 Masehi). Bahkan ada di antaranya penulis dari sumber-sumber itu masih hidup saat peistiwa salib. Sementara penulisan Al-Qur’an, terlebih wahyu yang dikutip di atas, sangat jauh dari peristiwa salib, lebih dari 500 tahun.

Jadi, ada perbedaan (mungkin lebih tepat dikatakan pertentangan) tentang akhir hidup Yesus. Ada yang mengatakan Yesus mati di kayu salib, tetapi ada juga yang mengatakan Yesus tidak ada (juga mati) di kayu salib. Berhadapan perbedaan informasi akhir hidup Yesus ini, kita tentulah dihadapkan pada pilihan: informasi mana yang patut dipercaya?

Jawaban ada di tangan pembaca. Namun, kami mau menyitir kata-kata Nararya pada alinea terakhir dari tulisannya di kompasiana. Kita boleh tidak percaya akan fakta penyaliban Yesus. Kita juga boleh memberikan klaim yang persis bertentangan dengan fakta tersebut. Tetapi, ada begitu banyak bukti sejarah yang menyatakan Yesus mati di kayu salib. Ini adalah fakta sejarah. Jika klaim yang bertentangan itu tidak sesuai dengan kesaksian-kesaksian sejarah masa lampau, maka hanya ada satu pilihan label untuk klaim tesebut, yaitu fantasi sejarah. Apakah kita mau percaya pada fakta sejarah atau pada fantasi sejarah?

Lingga, 5 Agustus 2020

by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar