Selasa, 24 November 2020

HABIB RIZIEQ DAN WAJAH ISLAM

 


Tiga tahun, sejak Habib Rizieq kabur ke Arab, sepertinya tidak ada gegap gempita aksi Front Pembela Islam (FPI). Namun sejak pertama kali menginjakkan kakinya di tanah air, suasana yang dulu-dulu kembali hadir. Bandara lumpuh, jalanan macet, aneka spanduk dan baliho menyemaraki kedatangan Iman Besar Umat Islam Indonesia. Tidak hanya itu, segala aturan yang sudah dibangun pun diobrak-abrik. Acara maulid nabi dan pesta pernikahan sang putri benar-benar menampilkan wajah FPI yang selama 3 tahun ini tak kelihatan.

Aksi Habib tidak berhenti di situ. Dalam acara keagamaan, Rizieq menebarkan ancaman kepada siapa saja yang menghina islam, menghina nabi dan menghina ulama. Rizieq meminta umat islam agar Indonesia meniru apa yang terjadi di Perancis, terhadap guru yang dipenggal kepalanya karena menghina nabi. Ancaman Rizieq itu bukanlah bualan atau hoaks. Berikut ini kami tampilkan videonya


(jika tak bisa dibuka, silahkan klik di sini).

Banyak orang memberi tanggapan atas pernyataan Imam Besar Umat Islam Indonesia itu. Ada yang meminta agar pemerintah, melalui aparatnya, bersikap tegas. Hukum harus ditegakkan. Tak sedikit juga yang mengecamnya karena mencoreng wajah islam. Bagi mereka, apa yang dikatakan Rizieq dengan mengatas-namakan islam, sungguh bukanlah wajah islam. Mari kita cermati dua aksi ini.

1.    Pemerintah harus bertindak

Banyak kalangan, baik itu dari umat islam maupun non muslim, mendesak supaya pemerintah menindak Habib Rizieq atas pernyataannya tersebut. Mereka mengingatkan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum dan negara Pancasila. Sebagai negara hukum, segala tindak kejahatan harus diproses melalui hukum yang ada, bukan dengan hukum agama tertentu. Dan hukum punya mekanismenya sendiri, tidak boleh dipaksa mengikuti kemauan pribadi kelompok. Sebagai negara Pancasila, Indonesia tidak hanya islam, tapi masih ada 6 agama lain yang mempunyai hak yang sama.

Memang, melihat tayangan video tersebut, sebenarnya aparat pemerintah bisa bertindak. Akan tetapi, harus dimaklumi juga bahwa pemerintah berada dalam situasi dilema. Menghadapi pernyataan Rizieq tersebut, pemerintah tidak hanya melihatnya dari sisi hukum saja, melainkan juga mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, kesehatan, keamanan, agama, politik, dan lain sebagainya. Artinya, pemerintah melihat masalah tersebut dari banyak sudut pandang, sedangkan mereka yang mendesak pemerintah hanya melihat masalah tersebut dari segi hukum saja.

Mari kita buat perbandingan dengan kasus di Perancis. Yang terjadi adalah seorang guru, dalam kelas kebebasan berekspresi, menampilkan film kartun Muhammad yang pernah muncul di Majalah Charlie Hebdo. Artinya, kartun itu sudah ada, dan bukan guru itu yang membuatnya. Namun akibat perbuatannya itu, kepalanya dipenggal oleh seorang pemuda islam. Dari peristiwa inilah akhirnya Presiden Macron menyatakan tidak akan menutup atau menghapus kartun tersebut. Apa yang terjadi? Umat islam sedunia, entah itu golongan radikal maupun moderat, marah. Adakah umat islam yang menyatakan simpatinya terhadap korban? Berapa banyak umat islam yang mengutuk pelaku pemenggalan?

Mencermati peristiwa inilah kemudian akhirnya pemerintah terlihat “lembek” atau kalah terhadap Habib Rizieq. Jika pemerintah bertindak tegas, bukan tidak mustahil akan dipolitisir menjadi kriminalisasi ulama. Dan jika sudah seperti ini, tentulah umat islam akan bangkit. Seperti kasus di Perancis yang kejadian intinya dilupakan, demikian pula di Indonesia. Umat islam akan segera melupakan akar persoalan dan lebih fokus membela ulama dan islam. Tentu kita masih ingat akan kasus Ahok. Yang hadir dalam aksi kawal Fatwa MUI tidak hanya dari massa FPI saja, melainkan juga umat islam lainnya, yang biasanya dikenal sebagai islam moderat. Tentulah hal ini akan berdampak pada ekonomi, sosial dan juga kesehatan.

Harus diketahui, Habib Rizieq berani mengatakan hal tersebut, bukan saja karena ajaran agamanya, tetapi juga karena ada banyak yang berdiri di belakangnya. Umat islam tentulah berada pada barisan pertama. Selain itu ada juga partai-partai politik. Bukan tidak mustahil, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga ada di belakangnya. Dan tak lupa juga segelintir orang kaya raya, yang bertindak sebagai penyuplai dana. Mana mungkin FPI bisa membiayai begitu banyak spanduk/baliho dan massa ratusan ribu orang.

2.    Benarkah bukan wajah islam?

Tak sedikit umat islam mengecam pernyataan Habib Rizieq yang mengatas-namakan islam. Mereka mengatakan bahwa apa yang dikatakan Rizieq telah mencoreng agama islam yang dikenal sebagai rahmatan lil alamin. Tentulah reaksi umat islam ini bukan hal baru. Setiap kali ada aksi terorisme, mereka-mereka ini selalu mengatakan bahwa teroris itu bukan islam, karena islam itu agama damai, rahmatan lil alamin. Karena itu, pertanyaannya adalah apakah benar pernyataan Habib Rizieq itu bukan menampilkan wajah islam?

Secara kasat mata, umat non muslim akan mengatakan bahwa tak mungkin itu bukan wajah islam. Setidaknya ada tiga alasannya, yaitu [1] yang mengucapkan pernyataan itu adalah Habib Rizieq, yang dikenal sebagai imam besar umat islam Indonesia dan juga cucu nabi Muhammad; [2] setelah Rizieq mengucapkan pernyataannya itu ada seruan takbir yang disambut oleh orang-orang di sekitarnya; [3] yang hadir dalam acaran tersebut berpakaian islam.

Jika segelintir umat islam menilai pernyataan Rizieq telah mencoreng agama islam, seharusnya mereka bangkit melawannya. Mencoreng islam sama halnya dengan menghina islam. Bukankah umat islam terpanggil untuk membela islam? Tentu kita masih ingat kata-kata Buya Hamka, “Jika diam saat agamamu dihina, gantilah bajumu dengan kain kafan.” Umat islam yang merasa terhina dengan penyataan Rizieq harus berani menuntutnya; jangan menyerahkan kepada pemerintah saja.

Persoalannya, hal tersebut tidak tampak. Segelintir umat islam hanya berani di media sosial dengan mengecam dan mengeluarkan penyataan-pernyataan yang membuat umat non muslim menjadi bingung. Di satu sisi mereka melihat wajah islam yang sadis, bengis dan biadab, namun di sisi lain mereka disajikan dengan retorika wajah islam yang sejuk damai, yang dikenal sebagai islam rahmatan lil alamin.

Kembali ke pertanyaan awal: benarkah pernyataan Habib Rizieq itu bukan menampilkan wajah islam?

Pertama-tama harus diketahui sumber utama dan pertama islam adalah Al-Qur’an. Di sanalah wajah islam terbentuk. Benarkah tidak ada perintah membunuh dalam Al-Qur’an? Ada banyak perintah Allah SWT kepada umat islam, dan juga langsung kepada nabi Muhammad SAW, untuk membunuh. Ada banyak cara membunuh, salah satunya dengan memenggal kepala. Surah al-Anfal: 12 jelas-jelas memuat perintah untuk memenggal kepala. Siapa yang harus dibunuh? Pertama-tama adalah orang kafir, karena orang kafir adalah musuh umat islam (QS an-Nisa: 101). Selain itu mereka yang memusuhi islam. Surah al-Maidah: 33 dan al-Ahzab: 60 – 61 menjadi rujukan untuk membunuh orang yang menghina Allah dan Muhammad.

Jadi, bisa dikatakan bahwa ada perintah untuk membunuh siapa saja yang telah menghina Allah dan nabi. Karena itu, pernyataan Habib Rizieq bukanlah tanpa dasar. Pernyataan Rizieq mendapat pendasarannya dalam Al-Qur’an. Kesimpulannya, Habib Rizieq telah menghadirkan wajah islam.

DEMIKIANLAH hasil cermatan atas peristiwa ceramah Habib Rizieq yang melahirkan pernyataan akan memenggal kepala orang yang menghina islam, nabi dan ulama. Pernyataan Rizieq ini sudah sesuai dengan ajaran islam, yang tertuang dalam Al-Qur’an. Dengan kata lain, Habib Rizieq telah menampilkan wajah islam.

Tentulah ada umat islam yang tidak setuju. Itu hak mereka. Akan tetapi, janganlah hanya sebatas beretorika dan mengecam. Berusahalah untuk menampilkan wajah islam yang dikehendaki. Dan bila wajah islam yang ditampilkan Rizieq adalah benar bukan wajah islam, beranikah untuk menindaknya atas nama pencemaran agama?

Dabo Singkep, 23 November 2020

by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar