Tiga
tahun, sejak Habib Rizieq kabur ke Arab, sepertinya tidak ada gegap gempita
aksi Front Pembela Islam (FPI). Namun sejak pertama kali menginjakkan kakinya
di tanah air, suasana yang dulu-dulu kembali hadir. Bandara lumpuh, jalanan
macet, aneka spanduk dan baliho menyemaraki kedatangan Iman Besar Umat Islam
Indonesia. Tidak hanya itu, segala aturan yang sudah dibangun pun
diobrak-abrik. Acara maulid nabi dan pesta pernikahan sang putri benar-benar
menampilkan wajah FPI yang selama 3 tahun ini tak kelihatan.
Aksi Habib tidak berhenti di situ. Dalam acara keagamaan, Rizieq menebarkan ancaman kepada siapa saja yang menghina islam, menghina nabi dan menghina ulama. Rizieq meminta umat islam agar Indonesia meniru apa yang terjadi di Perancis, terhadap guru yang dipenggal kepalanya karena menghina nabi. Ancaman Rizieq itu bukanlah bualan atau hoaks. Berikut ini kami tampilkan videonya
(jika tak bisa dibuka, silahkan klik di sini).
Banyak
orang memberi tanggapan atas pernyataan Imam Besar Umat Islam Indonesia itu. Ada
yang meminta agar pemerintah, melalui aparatnya, bersikap tegas. Hukum harus
ditegakkan. Tak sedikit juga yang mengecamnya karena mencoreng wajah islam. Bagi
mereka, apa yang dikatakan Rizieq dengan mengatas-namakan islam, sungguh
bukanlah wajah islam. Mari kita cermati dua aksi ini.
1. Pemerintah harus bertindak
Banyak
kalangan, baik itu dari umat islam maupun non muslim, mendesak supaya
pemerintah menindak Habib Rizieq atas pernyataannya tersebut. Mereka mengingatkan
bahwa negara Indonesia adalah negara hukum dan negara Pancasila. Sebagai negara
hukum, segala tindak kejahatan harus diproses melalui hukum yang ada, bukan
dengan hukum agama tertentu. Dan hukum punya mekanismenya sendiri, tidak boleh
dipaksa mengikuti kemauan pribadi kelompok. Sebagai negara Pancasila, Indonesia
tidak hanya islam, tapi masih ada 6 agama lain yang mempunyai hak yang sama.
Memang, melihat tayangan video tersebut, sebenarnya aparat pemerintah bisa bertindak. Akan tetapi, harus dimaklumi juga bahwa pemerintah berada dalam situasi dilema. Menghadapi pernyataan Rizieq tersebut, pemerintah tidak hanya melihatnya dari sisi hukum saja, melainkan juga mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, kesehatan, keamanan, agama, politik, dan lain sebagainya. Artinya, pemerintah melihat masalah tersebut dari banyak sudut pandang, sedangkan mereka yang mendesak pemerintah hanya melihat masalah tersebut dari segi hukum saja.
Mari
kita buat perbandingan dengan kasus di Perancis. Yang terjadi adalah seorang
guru, dalam kelas kebebasan berekspresi, menampilkan film kartun Muhammad yang
pernah muncul di Majalah Charlie Hebdo. Artinya, kartun itu sudah ada, dan
bukan guru itu yang membuatnya. Namun akibat perbuatannya itu, kepalanya
dipenggal oleh seorang pemuda islam. Dari peristiwa inilah akhirnya Presiden
Macron menyatakan tidak akan menutup atau menghapus kartun tersebut. Apa yang
terjadi? Umat islam sedunia, entah itu golongan radikal maupun moderat, marah. Adakah
umat islam yang menyatakan simpatinya terhadap korban? Berapa banyak umat islam
yang mengutuk pelaku pemenggalan?
Mencermati
peristiwa inilah kemudian akhirnya pemerintah terlihat “lembek” atau kalah terhadap Habib
Rizieq. Jika pemerintah bertindak tegas, bukan tidak mustahil akan dipolitisir
menjadi kriminalisasi ulama. Dan jika sudah seperti ini, tentulah umat islam
akan bangkit. Seperti kasus di Perancis yang kejadian intinya dilupakan,
demikian pula di Indonesia. Umat islam akan segera melupakan akar persoalan dan
lebih fokus membela ulama dan islam. Tentu kita masih ingat akan kasus Ahok. Yang
hadir dalam aksi kawal Fatwa MUI tidak hanya dari massa FPI saja, melainkan
juga umat islam lainnya, yang biasanya dikenal sebagai islam moderat. Tentulah
hal ini akan berdampak pada ekonomi, sosial dan juga kesehatan.
Harus
diketahui, Habib Rizieq berani mengatakan hal tersebut, bukan saja karena
ajaran agamanya, tetapi juga karena ada banyak yang berdiri di belakangnya. Umat
islam tentulah berada pada barisan pertama. Selain itu ada juga partai-partai
politik. Bukan tidak mustahil, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga ada di
belakangnya. Dan tak lupa juga segelintir orang kaya raya, yang bertindak
sebagai penyuplai dana. Mana mungkin FPI bisa membiayai begitu banyak spanduk/baliho
dan massa ratusan ribu orang.
2. Benarkah bukan wajah islam?
Tak sedikit
umat islam mengecam pernyataan Habib Rizieq yang mengatas-namakan islam. Mereka
mengatakan bahwa apa yang dikatakan Rizieq telah mencoreng agama islam yang
dikenal sebagai rahmatan lil alamin. Tentulah
reaksi umat islam ini bukan hal baru. Setiap kali ada aksi terorisme,
mereka-mereka ini selalu mengatakan bahwa teroris itu bukan islam, karena islam
itu agama damai, rahmatan lil alamin.
Karena itu, pertanyaannya adalah apakah benar pernyataan Habib Rizieq itu bukan
menampilkan wajah islam?
Secara
kasat mata, umat non muslim akan mengatakan bahwa tak mungkin itu bukan wajah
islam. Setidaknya ada tiga alasannya, yaitu [1] yang mengucapkan pernyataan itu
adalah Habib Rizieq, yang dikenal sebagai imam
besar umat islam Indonesia dan juga cucu
nabi Muhammad; [2] setelah Rizieq mengucapkan pernyataannya itu ada seruan takbir yang disambut oleh orang-orang
di sekitarnya; [3] yang hadir dalam acaran tersebut berpakaian islam.
Jika
segelintir umat islam menilai pernyataan Rizieq telah mencoreng agama islam,
seharusnya mereka bangkit melawannya. Mencoreng islam sama halnya dengan
menghina islam. Bukankah umat islam terpanggil untuk membela islam? Tentu kita
masih ingat kata-kata Buya Hamka, “Jika diam saat agamamu dihina, gantilah
bajumu dengan kain kafan.” Umat islam yang merasa terhina dengan penyataan
Rizieq harus berani menuntutnya; jangan menyerahkan kepada pemerintah saja.
Persoalannya,
hal tersebut tidak tampak. Segelintir umat islam hanya berani di media sosial
dengan mengecam dan mengeluarkan penyataan-pernyataan yang membuat umat non
muslim menjadi bingung. Di satu sisi mereka melihat wajah islam yang sadis,
bengis dan biadab, namun di sisi lain mereka disajikan dengan retorika wajah
islam yang sejuk damai, yang dikenal sebagai islam rahmatan lil alamin.
Kembali
ke pertanyaan awal: benarkah pernyataan Habib Rizieq itu bukan menampilkan
wajah islam?
Pertama-tama
harus diketahui sumber utama dan pertama islam adalah Al-Qur’an. Di sanalah
wajah islam terbentuk. Benarkah tidak ada perintah membunuh dalam Al-Qur’an? Ada
banyak perintah Allah SWT kepada umat islam, dan juga langsung kepada nabi
Muhammad SAW, untuk membunuh. Ada banyak cara membunuh, salah satunya dengan
memenggal kepala. Surah al-Anfal: 12 jelas-jelas memuat perintah untuk
memenggal kepala. Siapa yang harus dibunuh? Pertama-tama adalah orang kafir,
karena orang kafir adalah musuh umat islam (QS an-Nisa: 101). Selain itu mereka
yang memusuhi islam. Surah al-Maidah: 33 dan al-Ahzab: 60 – 61 menjadi rujukan
untuk membunuh orang yang menghina Allah dan Muhammad.
Jadi,
bisa dikatakan bahwa ada perintah untuk membunuh siapa saja yang telah menghina
Allah dan nabi. Karena itu, pernyataan Habib Rizieq bukanlah tanpa dasar. Pernyataan
Rizieq mendapat pendasarannya dalam Al-Qur’an. Kesimpulannya, Habib Rizieq
telah menghadirkan wajah islam.
DEMIKIANLAH
hasil cermatan atas peristiwa ceramah Habib Rizieq yang melahirkan pernyataan
akan memenggal kepala orang yang menghina islam, nabi dan ulama. Pernyataan Rizieq
ini sudah sesuai dengan ajaran islam, yang tertuang dalam Al-Qur’an. Dengan kata
lain, Habib Rizieq telah menampilkan wajah islam.
Tentulah
ada umat islam yang tidak setuju. Itu hak mereka. Akan tetapi, janganlah hanya
sebatas beretorika dan mengecam. Berusahalah untuk menampilkan wajah islam yang
dikehendaki. Dan bila wajah islam yang ditampilkan Rizieq adalah benar bukan
wajah islam, beranikah untuk menindaknya atas nama pencemaran agama?
Dabo
Singkep, 23 November 2020
by:
adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar