Rabu, 29 Juli 2020

SEBUAH PESAN DARI FILM THE AMAZING SPIDER-MAN

Minggu siang (28 Juli) saya nonton film The Amazing Spider-man di televisi stasiun FOX Movie. Dalam adegan puncak diperlihatkan perjuangan spiderman untuk menggagalkan niat jahat The Lizard (manusia kadal). Namun Spiderman mendapat hambatan dari polisi. Kepala Kepolisian, yang adalah ayah Gwen (pacar si Spiderman), memerintahkan anak buahnya untuk menangkap Spiderman.
Tentu kita akan bertanya, kenapa harus Spiderman dan bukannya the lizard? Bukankah the lizard itu jahat? Bukankah polisi bertugas membasmi yang jahat? Kenapa Spiderman yang diurusi? Padahal Spiderman tak pernah melakukan kejahatan dan tak punya niat jahat kepada warga kota. Malahan Spiderman membantu polisi dalam memberantas kejahatan.

Nah, inilah letak masalahnya. Memang Spiderman mirip seperti polisi dalam memberantas kejahatan. Namun cara Spierman dalam menangani penjahat di luar batas kebiasaan; tidak seperti polisi. Jadi, di sini ada pertentangan antara kebiasaan dan keluarbiasaan. Polisi ingin agar penanganan kejahatan harus seperti biasanya. Mereka tidak mau menerima cara di luar kebiasaan, sekalipun cara tersebut memiliki tujuan yang sama dengan mereka dan lebih efektif.

Maka the lizard dengan bebas melaksanakan niat jahatnya. Sementara Spiderman, sambill terus memburu the lizard, ia harus bergulat membebaskan diri dari kejaran polisi. Para polisi hanya disibukkan dengan Spiderman.
Gambaran film Spiderman tadi secara tidak langsung mau menampilkan realita kehidupan manusia. Tak jarang kita terlalu kaku dengan kebiasaan yang sudah ada sehingga ketika ada sesuatu yang baik dan benar tapi di luar kebiasaan, kita menjadi gelisah dan risih. Terkadang kita tampil seperti polisi tadi yang lebih sibuk merepoti diri dengan urusan orang yang di luar kebiasaan tanpa pernah mau berusaha untuk memahami dan menerimanya.

Ketika saya merenungkan peristiwa ini, saya jadi teringat akan Yesus Kristus. Tuhan Yesus hadir di dunia ini dengan membawa sesuatu yang benar-benar di luar kebiasaan bagi hidup orang Yahudi. Para pemimpin agama tidak bisa menerimanya karena mereka sudah biasa dengan kebiasaannya. Akhirnya, para pemuka agama ini lebih sibuk mengurusi Yesus daripada yang lainnya. Puncak pertentangan mereka adalah kematian Yesus di Kalvari.

Akankah kita mengulangi kesalahan polisi dalam film Spiderman? Apakah kita mau mengulangi tragedi salib di Kalvari? Tak selamanya kebiasaan itu baik selamanya. Ada saatnya kebiasaan lama itu tak baik dan tak relevan lagi. Kita harus berani membongkar kebiasaan lama itu. Kita harus berani mencoba sesuatu yang baru yang baik dan relevan, sekalipun ia bertentangan dengan kebiasaan lama. Hendaklah kita jangan menghakimi “yang baru” hanya demi kebiasaan.

diambil dari tulisan 7 tahun lalu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar