TANGGAL 14 Februari selalu
diidentikkan dengan perayaan hari kasih sayang atau biasa dikenal dengan valentine’s day. Perayaan ini dirayakan
diseluruh dunia. Pernak-pernik sebagai simbol atau yang memaknai kasih sayang,
seperti bunga, coklat, warna pink menjadi sesuatu yang mendominasi kehidupan
manusia pada hari ini.
Akan tetapi, tak sedikit
orang yang menolak perayaan itu. Umumnya penolakan berasal dari umat islam. Dasar
penolakannya adalah karena perayaan itu berasal dari tradisi kafir. Umat islam
sangat anti dengan hal-hal yang berbau kafir, karena kafir bisa menjerumuskan
umat islam kepada kemungkaran atau dosa. Sebenarnya Gereja Katolik juga pernah
menolak perayaan ini, namun akhirnya kembai menerima dengan beberapa catatan.
Bagaimana sebenarnya tradisi
valentine’s day ini? Berikut
ini kami sampaikan uraian singkat dengan berfokus pada tekanan khususnya. Awal
peringatan valentine’s day berasal dari
tradisi Romawi sebagai upacara penghormatan Dewa Lupercus, dewa kesuburan.
Tanggal peringatannya adalah 15 Februari. Tujuan peringatan ini adalah
mendapatkan keturunan. Sarananya adalah hubungan seks.
Ketika kekristenan mulai
muncul, ada banyak tradisi kafir diambil alih dan “dibaptis”. Salah satunya
adalah hari raya Lupercalia ini. Adalah peran Paus Galasius I yang mengubah
hari raya Lupercalia ini menjadi hari valentine. Pada
tahun 496, Paus Gelasius I menetapkan tanggal 14 Februari sebagai peringatan
St. Valentinus. Sejak saat itu, tanggal 14 Februari dikenal sebagai valentine’s
day, hari cinta muda-mudi. Tujuan peringatan ini adalah membangun
keluarga. Sarananya adalah cinta.
Dalam perjalanan waktu,
peringatan valentine’s
day menjadi milik dunia. Akan tetapi terjadi degradasi nilai. Tak
jarang ditemukan adanya penyimpangan makna sampai mengakibatkan hubungan seks
di luar nikah. Artinya, ada usaha untuk mengembalikan peringatan valentine’s day ini
ke hari raya Lupercalia. Tahun 1969 Gereja menghapus peringatan St. Valentinus,
namun peringatan valentine’s day terus berlangsung.
Akhirnya, tradisi valentine’s
day tidak lagi menjadi peringatan liturgi gerejawi. Valentine’s
day menjadi peringatan umum. Gereja tidak melarang umatnya
merayakannya. Gereja hanya melarang penyalahgunaan kegiatan valentine’s day yang
tidak memanusiawikan manusia atau merendahkan martabat luhur manusia. Misalnya
yang menyebabkan orang jatuh ke dalam seks bebas atau mental hedonis-konsumtivistik.
Sebaliknya Gereja malah
mengajak umatnya merayakan valentine’s day dengan
kualitas yang lebih baik, tidak berhenti pada cinta sepasang kekasih melainkan
berkembang ke arah cinta universal. Dengan kata lain, sekalipun memang berasal
dari tradisi kafir, Gereja katolik tetap mengadopsinya dengan memberikan
penekanan pada nilai-nilai kekatolikan. Kenapa islam tidak melakukan hal
demikian? Bukankah ada banyak tradisi islam yang berasal dari tradisi kafir,
namun sudah diislamkan? Salah satu contohnya adalah tradisi Haji.
by: adrian, diolah kembali dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar