Jumat, 03 Januari 2020

PESAN DI BALIK KEBAKARAN 3 GEREJA DI MESIR

Pada Minggu (13 Oktober 2019), kobaran api melanda Gereja St. Gregorius, sebuah Gereja Koptik, yang berada di Helwan, sebuah kawasan pinggiran Kota Mesir. Insiden itu menimbulkan kerusakan hebat pada gereja yang dianggap “satu dari gereja terbesar dan tertua milik Gereja Orthodoks Koptik”, meski tidak menimbulkan korban jiwa. Mengomentari peristiwa kebakaran tersebut, Uskup Bishara menyatakan bahwa “gereja itu sepenuhnya dirusak.”
Tiga hari setelah peristiwa itu, persisnya pada 16 Oktober 2019, insiden serupa terjadi. Kobaran api melanda Gereja St. Gregorius di Mansoura. Sedikit berbeda dengan kejadian sebelumnya, dalam kebakaran di Mansoura ini ada 5 korban terluka, 2 di antaranya adalah petugas pemadam kebakaran.
Ternyata duka para murid Kristus ini tidak hanya berhenti di sini. Pada Jumat, 1 November 2019, Gereja St. Gregorius di Shubra hangus terbakar. Pada saat kebakaran itu, Uskup Shubra Selatan sedang merayakan misa di lantai dasar untuk para penyandang cacat. Namun mereka semua berhasil dievakuasi dengan aman.
Terhadap 3 peristiwa kebakaran gedung gereja ini, pihak berwewenang Mesir mengatakan bahwa ketiga kasus itu murni kecelakaan terkait dengan listrik atau kerusakan arus listrik. Sama sekali tidak ada indikasi dibakar. Benarkah tiga Gereja Koptik ini tidak dibakar?
Satu hal yang menarik adalah nama gereja yang terbakar itu adalah St. Gregorius. Bagi umat kristiani Mesir, Gregorius dikenal sebagai pelindung umat kristen Mesir. Santo Gregorius biasa dijuluki “sang pembunuh naga.” Jika api membakar tuntas gereja, maka pesan yang ada di baliknya adalah: “dia tidak bisa melindungi kalian.” Dia di sini merujuk pada Santo Gregorius.
Umumnya umat kristen berpendapat bahwa peristiwa kebakaran itu bukanlah suatu kebetulan. Ada indikasi dibakar. Pastor Samuel dari Gereja Mansoura berkata, “Api dimulai dari langit-langit kayu di aula yang berdekatan.” Pernyataan Pastor Samuel ini seakan menjawab sumber api berdasarkan rekaman video. Dari rekaman itu terlihat ada sesuatu yang dilemparkan dari pasar di belakang gereja ke atap gereja.
Terkait dengan ini, sebuah sumber lokal yang tak mau disebut namanya, menambahkan bahwa beberapa saat sebelum kebakaran, dinas keamanan menghubungi beberapa gereja. Mereka meminta untuk memastikan kamera pengintai (CCTV) gereja-gereja bekerja dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa pihak keamanan nasional sudah punya informasi yang mengatakan bahwa beberapa gereja di Mesir akan diserang.
Soal pernyataan dari pihak pemerintah bahwa kebakaran itu disebabkan masalah listrik juga terasa janggal. Seorang pastor, yang juga seorang insinyur profesional, yang bertugas di Mansoura, mengatakan, “Ketika membangun gereja, kami merancang sambungan listriknya dengan sangat baik. Kami pastikan untuk mematikan semua listrik ketika kami tidak ada di tempat. Panel distribusi listrik juga dilengkapi perangkat untuk menjaganya kalau arus dan voltase tegangannya naik.” Artinya, kebakaran yang disebabkan masalah listrik sudah diantisipasi. Karena itu, tidak mungkin gereja itu terbakar karena listrik, kecuali karena memang dibakar.
Serangan terhadap gereja (juga umat kristiani) di Mesir lebih sering terjadi dan seringkali mematikan. Sebelum 3 peristiwa kebakaran ini, ada beberapa insiden yang pantas disebut seperti, dua Gereja Koptik dibom pada Minggu Palma (2017) dan menelan korban 50 umat tewas. Pada Minggu, 11 Desember 2016, sebuah Gereja Koptik dibom dan menewaskan setidaknya 27 jemaah. Dan pada malam Natal 2010, 7 umat kristen ditembak mati ketika meninggalkan gereja mereka.
Semua ini dilakukan oleh umat islam. Terlihat jelas bahwa mereka masih sangat memusuhi Gereja. Cara yang mereka pilih berubah. Demikian papar Pastor Ephraim Youssef. Mereka tidak lagi memilih meledakkan bom atau menembaki jemaat. Tiga kasus kebakaran menunjukkan bahwa umat islam telah beralih ke taktik yang lebih halus, yang terlihat sebagai kecelakaan sehingga diabaikan, agar tidak banyak diperhatikan dan dikecam. Dengan demikian, umat kristen Mesir biarkan hidup namun dengan jumlah gereja yang lebih sedikit.
sumber: Katolik News

Tidak ada komentar:

Posting Komentar