SEJAK
peristiwa penangkapan seorang dosen IPB dan kasus penyerangan terhadap Bapak
Wiranto oleh seorang muslim yang tergabung dalam jaringan teroris JAD, kata
“radikalisme” menjadi topik hangat dibicarakan di media. Konsep radikalisme ini
biasa dikaitkan dengan aksi-aksi terorisme. Jadi, ada keterkaitan erat antara
radikalisme dan terorisme. Sekedar diketahui bahwa radikalisme
itu menyasar pada kelompok islam. Atau dapat dikatakan bahwa paham radikalisme,
yang menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia, adalah paham yang berakar pada
ajaran agama islam. Karena itu, pelaku-pelaku terror ini umumnya beragama
islam.
Seperti
yang telah dikatakan bahwa paham radikalisme ini berakar pada ajaran islam.
Salah satu sumber ajaran islam adalah Al-Qur’an. Bagi umat islam Al-Qur’an itu berasal
langsung dari Allah (QS as-Sajdah: 2, dan QS Sad: 1 – 2, 41), sehingga umat
islam harus mengikuti apa yang tertulis dalam Al-Qur’an (QS al-Qiyamah: 18). Dalam
Kitab suci umat islam ini terdapat ajaran untuk melaksanakan jihad, kata lain dari
terror dan perang. Berikut ini beberapa surah jihad atau dikenal juga sebagai
ayat-ayat pedang, yang selalu dijadikan dasar aksi terorisme.
QS al-Baqarah: 191:
Dan bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai mereka.... Demikianlah
balasan bagi orang-orang kafir.
QS al-Baqarah: 216:
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah
sesuatu yang kamu benci.
QS an-Nisa: 74
Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur
atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang
besar.
QS an-Nisa: 84
Maka berperanglah kamu
pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu
sendiri. Kobarkanlah semangat para mu’min (untuk berperang). Mudah-mudahan
Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan
dan amat keras siksaan(Nya).
QS al-Anfal: 12
Kelak akan Aku jatuhkan
rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari
mereka.
QS al-Anfal: 17
Maka (yang sebenarnya)
bukan kamu yang membunuh mereka,
akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka.
QS at-Taubah: 5
Apabila sudah habis
bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah
orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpa mereka, dan tangkaplah mereka.
QS at-Taubah: 73
Hai nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir
dan orang-orang munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka.
QS at-Taubah: 123
Hai orang-orang yang
beriman, perangilah orang-orang
kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan
daripadamu.
QS al-Hajj: 78
Dan berjihadlah kamu
pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya
QS at-Tahrim: 9
Hai nabi, perangilah orang-orang kafir dan
orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka.
DEMIKIANLAH
beberapa kutipan dari Al-Qur’an, yang biasa dipakai sebagai dasar ideologi radikalisme/terorisme.
Selain Al-Qur’an, seruan untuk berjihad terdapat juga dalam beberapa kutipan
hadis. Jadi, sumber dari paham radikalisme, yang kemudian berkembang menjadi
terorisme ada dalam dua sumber utama agama islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Sumber Al-Qur’an adalah Allah SWT, dan Hadis adalah Nabi Muhammad.
Melihat
sumber dari paham radikalisme ini, membuat perang melawan radikalisme menemui
masalah dilematis. Memberantas radikalisme sebagai benih terorisme akan
menyentuh sumber utama iman islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Akankah teks-teks
radikal dalam Al-Qur’an dan Hadis, yang menjadi sumber ideologi radikalisme
dihilangkan? Seperti kata Ustadz Abdul Somad, ketika membahas pernyataannya
tentang patung salib, yang sesuai aqidah islam, “Naudzubillah”. Tentulah hal ini tak mungkin dilakukan karena justru
membangkitkan amarah umat islam yang lain.
Akan tetapi, jika teks-teks radikal dalam
Al-Qur’an dan Hadis tersebut ditafsir dengan pendekatan baru,hal ini tentu akan
membawa umat islam dalam situasi pro kontra. Kelompok radikal tentu akan
menolak upaya itu dan menilai bahwa hal itu berarti memutar-balik kehendak
Allah dan Rasul-Nya. Bagi kelompok radikal Al-Qur’an itu mudah dipahami,
seperti yang difirmankan Allah (QS al-Qamar: 17 dan 34). Dan bagi kelompok
radikal, umat islam yang telah memutar-balik kehendak Allah demi kepentingan
sesaat dinilai sama seperti orang kafir. Mereka harus diperangi. Hal inilah
yang terjadi pada Bapak Wiranto.
Upaya-upaya
menekan paham radikalisme (de-radikalisasi) tentu akan menemui jalan buntu.
Kelompok radikal akan berargumen bahwa mereka harus taat kepada Allah daripada
manusia, apalagi manusia yang sudah terpapar paham kafir. Mereka juga akan
mengatakan bahwa mereka akan setia mengikuti teladan Nabi Muhammad, karena
Allah sendiri sudah mengatakan bahwa Muhammad adalah teladan tingkah laku yang
sempurna (QS al-Ahzab: 21).
Dalam
melaksanakan misinya menyebar aqidah islam ini, kelompok radikal akan bergerak
secara senyap. Bukankah, seperti kasus UAS, penyampaian secara tertutup tidak
dapat dihukum? Bisa saja mereka mengawali dengan argumen bahwa umat islam harus
taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dari sini baru disampaikan apa yang
dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Semuanya itu ada dalam Al-Qur’an dan Hadis.
Jika ada orang yang menghalangi mereka untuk melaksanakan kehendak Allah, maka
jalan yang harus ditempuh adalah dengan melaksanakan kehendak Allah. Dan jika
usaha menyebar aqidah islam ini dipolisikan, maka dengan mudah orang akan
berkelit di balik kata “kriminalisasi ulama” atau “kriminalisasi agama”. Tentu
saja, umat islam lainnya akan bangkit membela. Bukankah ada ajaran untuk
membela agama islam?
Sungguh,
upaya memberantas paham radikalisme dan juga teroris akan menghadapi situasi
dilematis. Paham radikalisme, sebagai bibit dari terorisme, amat sangat sulit
dihilangkan, karena akarnya ada pada ajaran islam sendiri.
Dabo Singkep, 12 Oktober
2019
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar