Rabu, 15 Agustus 2018

REFLEKSI ATAS MUKJIZAT PENGGANDAAN ROTI

Ketika membaca buku Karen A. Barta, yang berjudul Warta Rohani Injil Markus, pada bagian akhir bab kelima, Karen mengajak kita untuk merefleksikan peristiwa Yesus memberi makan kepada orang banyak. Peristiwa tersebut dapat dibaca dalam Markus 6: 30 – 44 dan 8: 1 – 10. Sekalipun ceritanya berbeda, kedua kisah tersebut mempunyai kemiripan atau kesamaan, yaitu:
1.    Ada banyak orang lapar (lima ribu dalam bab 6; empat ribu dalam bab 8)
2.    Ada kebutuhan akan makanan (6: 36; 8: 2)
3.    Ada usaha menghindar dari tanggung jawab (6: 35 – 36; 8: 4)
4.    Sumber makanan terbatas (dalam bab 6 ada 5 roti dan 2 ikan; dalam bab 8 ada 7 roti dan beberapa ikan)
5.    Ada ucapan syukur (8: 6) dan/atau berkat (6: 41) atas makanan oleh Yesus
6.    Para murid membagi-bagi (6: 41; 8: 6 – 7)
7.    Orang banyak kenyang (6: 42; 8: 8)
8.    Ada kelimpahan (dalam bab 6 ada sisa 12 bakul penuh; dalam bab 8 ada sisa 7 bakul)
Dari kesamaan di atas, kita melihat adanya “pergerakan mukjizat” untuk menjawab kebutuhan orang banyak akan makanan. Sumber makanan ada pada para murid. Karena itu, Yesus mempertanyakan sumber makanan itu pada para murid (6: 38; 8: 5). Mungkin karena terbatas, para murid merasa apa yang ada padanya tidak cukup untuk orang banyak; malah dirinya pun akan teracam kelaparan. Karena itulah, awalnya murid-murid menahan sumber makanan itu. Hanya untuk mereka sendiri. Tapi, karena Yesus berkata, “Kamu harus memberi mereka makan.” (6: 37; bdk. 8: 2 – 3), para murid mengeluarkan makanan yang ada pada mereka, yang jumlahnya terbatas. Semuanya diserahkan kepada Yesus untuk diberkati, lalu dikembalikan kepada para murid untuk dibagi-bagikan kepada orang banyak. Terjadilah mukjizat!
Bagaimana teks ini dibaca dalam zaman kini?
Tak dapat dipungkiri, sekarang ini masih ada realitas kelaparan. Sebagaimana kritik Karen dalam bukunya soal kecenderungan merohanikan topik kelaparan ini (hlm. 65), karena itu kami pun melihat warta ini tidak dari sudut pandang rohani. Teks ini dipakai untuk menjawab realitas kelaparan. Akan tetapi tidak hanya sebatas urusan perut, melainkan juga untuk kebutuhan lainnya.
Sama seperti situasi para murid, sebenarnya sumber makanan dan kebutuhan orang lain ada pada diri kita. Namun kita selalu merasa yang ada pada kita tidak cukup untuk memuaskan kebutuhan orang lain. Mungkin kita juga berpikir bahwa jika dibagikan kepada orang lain, kebutuhan kita sendiri akan terancam.
Akan tetapi, sebagai murid Yesus, kita disadarkan bahwa kita bertanggung jawab juga akan kesejahteraan sesama. Tuhan tidak mau kita hanya bahagia sendiri tanpa peduli akan derita orang lain. Kerajaaan Allah diperuntukkan kepada semua orang, bukan untuk segelintir orang saja. Tuhan Yesus tidak meminta kelebihan kita, tetapi apa yang ada pada diri kita, termasuk kekurangan kita.
Yang melakukan mukjizat bukan para murid; bukan kita, tetapi Tuhan Yesus. Yang penting kita ikhlas menyerahkan yang ada pada kita, termasuk kekurangan kita, pada Tuhan. Ketika menyerahkan makanan kepada Yesus, para murid tidak lagi bertanya, “Bagaimana nasib kami?” Para murid berserah kepada Yesus: terjadilah padaku menurut kehendak-Mu. Demikianlah pula dengan kita. Biarkanlah nasib kita Tuhan yang mikirkan, sedangkan kita diajak untuk peduli pada sesama yang membutuhkan bantuan kita.
Bersama Yesus kita mohonkan berkat dan syukur atas apa yang telah kita serahkan, dan kita bagi-bagikan kepada mereka yang membutuhkan. Yakinlah, mukjizat itu nyata!
Toboali, 3 April 2018
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar