Jumat, 15 Juni 2018

MENGENAL LEBIH DEKAT AL QUR’AN

Quran terdiri dari 114 surah. Dalam kenyataannya, buku itu sendiri acak, membingungkan, suatu koleksi ayat-ayat yang tidak terlalu terkait satu sama lain yang masing-masing diberi nomor, walaupun tidak sesuai dengan kronologis. Komposisi keseluruhannya bervariasi dalam gaya tulisan – ayat-ayat Makkiyyah dinilai puitis dan megah, dengan rasa kerendahan-hati yang samar-samar, sementara ayat-ayat Madaniah (setelah Muhammad diusir) lebih militan, penuh aturan, dan totaliter. Ayat Madaniah adalah ayat dimana kita dapatkan tulisan-tulisan yang mengandung kebencian akan Yahudi, Kristen dan etnis minoritas yang menjadi bagian dari kebijakan Islam.
Di dalam Islam, pengindoktrinasian psikologis dimulai dari usia yang sangat muda. Di negara Islam, anak-anak ‘dipaksa’ masuk ke sekolah-sekolah pengajian Quran dan suatu sistem dogmatis yang membuat mereka tetap terpaku ketat di dalam ajaran buku yang tertentangan dengan keilmiahan tersebut, dan berisi sentimen anti Yahudi-Kristen. Inilah sebabnya hampir mustahil seseorang meninggalkan ajaran sesat ini setelah ajaran islam menjadi darah-dagingnya, menjadikannya seorang dengan identitas Islam yang melebihi identitasnya sebagai bagian dari sebuah bangsa, dari sebuah ideologi, dari sebuah etos …, dan tentu saja, lebih dari hati nurani.
Ketakutan memainkan peran penting di dalam indoktrinasi mereka, dan tidak ada grup aliran pemujaan manapun yang dikenal dengan ajaran untuk ‘mencintai pemimpinmu hingga ajal’. Ekspansi Islam bertitik tolak dari prinsip takuti lah mereka sampai mati.’ Ada lebih dari 300 ayat yang berkaitan dengan Allah dan ketakutan, sementara hanya 49 yang berkaitan dengan ‘kasih’. Ajaibnya, 39 dari kata kasih ini berkonotasi negatif, mengajarkan muslim untuk mencintai materialisme, uang, kekuasaan, dan status. Sama juga, ada 25 ayat yang mendetailkan bagaimana Allah tidak mengasihi non muslim.
Kasih di dalam Quran sangat plin plan. Kasih dalam Islam hanya diberikan ke seseorang bila orang itu juga seorang muslim dan membalas kembali kasihnya. Secara keseluruhan, dari 6666 ayat dalam Quran, hanya 5 ayat yang berkaitan dengan hal non materialistik dan kasih tanpa syarat. Dari 5 ini, 3 merujuk pada mencintai hanya muslim sementara yang ke-4 memerintahkan kasih kepada Allah. Yang terakhir merujuk kepada pemberian yang diberikan secara terang-terangan hanya kepada orang muslim saja. Dapat dipahami mengapa sekarang wanita muslim menolak untuk berjabat-tangan dengan orang non muslim.
Quran dibuat sebagai alat untuk menonjolkan ego orang-orang yang sombong. Penelitian menunjukkan bahwa orang muslim yang kaya menyerahkan hartanya demi hidup untuk berjihad bagi Islam, tanpa diragukan lagi untuk mengamankan tempat mereka di sorga. Lagi pula, Islam mengajarkan kalau tidak dapat membeli jalan ke sorga kekal dengan harta, orang bisa membelinya dengan mengorbankan darah sendiri.
Dalam Quran, ada puluhan ayat yang secara jelas mengumandangkan sistem apartheid menurut Islam. Quran dikenal sangat meninggikan orang muslim di atas orang-orang lain, karena buku tersebut menyatakan “Engkau (orang muslim) adalah yang terbaik dari orang-orang”, “(non muslim) adalah yang terburuk dari semua ciptaan.”[1] Bagaimanapun, hingga hari ini pembela muslim dengan licik berusaha untuk menutupi ayat itu.
Sentimen anti Kristen juga sangat ditekankan di dalam Quran, dengan mengajarkan bahwa penyaliban Yesus tidak pernah terjadi.[2] Akan tetapi, pilar teologi Islam ini jelas sebagai suatu kebohongan karena terbukti selain Alkitab ada tulisan lain yang ditulis orang Romawi dan Yahudi yang mendokumentasikan penyaliban Yesus dan kebangkitan-Nya. Quran mengajarkan bahwa Allah secara ajaib menyelamatkan Yesus dengan cara menukar dengan kembaran-Nya. Tidak ada penjelasan dalam Quran mengapa Allah kemudian memutuskan untuk menyelamatkan hidup Yesus. Tentu saja, jawaban paling mudah adalah Muhammad membenci gagasan bahwa Tuhan menebus dosa umat manusia dengan cara mengorbankan diri. Sesungguhnya, kasih Yesus yang sangat nyata membuat Muhammad tampak amat sangat tidak berarti, dan menunjukkan bahwa Muhammad tidak sanggup mengasihi. Seseorang akan paham mengapa penganiayaan orang Kristen tidak pernah surut di negeri-negeri Islam.
Bahkan orang Yahudi pun tidak luput dari penganiayaan. Tersebar di dalam Quran suatu tema utama tentang dendam kesumat yang muncul dari tuduhan Muhammad bahwa orang Yahudi ini mengubah firman Allah. Menurut sang ‘nabi’, orang Yahudi dulu adalah orang muslim yang kemudian membuang ke-islaman-nya …, entah karena sebab apa. Dengan melihat bahwa Yahudi pun termasuk agama monoteis seperti Islam, nampak tidak ada alasan yang pasti kenapa mereka menolak, dan dengan demikian juga tidak seorang pun muslim yang dapat menjelaskan kepercayaan Muhammad yang tidak masuk akal itu.
Konsep jihad Islam yang dikenal juga disahkan oleh 164 ayat yang merinci dengan jelas bagaimana cara umat muslim dapat menghukum musuh mereka, dan bagaimana cara membagi harta rampasan perang. Hingga kini para pembom bunuh diri, dan juga para mujahidin (sebutan untuk orang yang ber-jihad) ber-tilawad dan di depan umum membawa buku Quran ketika melakukan perbuatannya. Sekalipun umat muslim ‘moderat’ menganggap jihad adalah islam yang sesat, kenyataannya tidak ada ayat dalam Quran untuk menghentikan jihad, yang membuat orang muslim dan non muslim saling menghormati.
Terlebih lagi, ada ‘hukum yang dapat membatalkan sesuatu yang sudah terlebih dulu menjadi hukum’, suatu aturan yang dikarang Muhammad kalau suatu ketika terbukti ‘wahyu’ yang didapatinya bertentangan dengan ‘wahyu’ lain yang sudah sempat diordinasikan, yang terlanjur menjadi surat perintah yang dilaksanakan oleh pengikutnya. Akibatnya, Muhammad mewahyukan bahwa bila ada ayat baru yang bertentangan dengan ayat sebelumnya, jika dianggap ayat tersebut lebih ‘baik’, maka ayat tersebut langsung membatalkan ayat sebelumnya.
Sebagai contoh, jika Quran memerintahkan orang muslim untuk menghina, mem-bully, memeras, dan mencuri milik orang kafir, maka ayat yang penuh intoleransi tersebut akan terus berlaku sampai suatu ayat baru di’wahyu’kan. Sayangnya, Muhammad meninggal sebelum me-‘wahyu’-kan satu ayatpun yang dapat dipakai untuk perdamaian dunia. Dan karena tidak ada seorang pun, baik kalifah, imam ataupun ayatollah, yang bisa menambahkan ayat ke dalam Quran, maka situasinya akan seperti suatu hal yang terus diperdebatkan. Tidak ada seorang pun ahli teologi Islam yang dapat menggunakan tafsir untuk menenangkan gelombang kekerasan yang diperintahkan Quran yang pokok isinya penuh dengan ketidak-sukaan dan intoleransi terhadap semua orang non muslim.
Akan tetapi, walaupun sifat Muhammad plin plan, bejat  dan munafik, Quran tetap saja terus mengatakan bahwa Muhammad adalah “suri teladan yang baik”, dan “benar-benar berbudi pekerti yang agung.”[3] Sangat ironis bahwa ayat-ayat ini dibacakan kepada para pengikutnya demi dirinya sendiri, menunjukkan betapa liciknya Muhammad, sangat ingin disanjung dan berkepribadian angkuh. Bagi orang muslim, Quran adalah sesuatu yang tidak dapat dibicarakan, firman Allah yang tak terbantahkan. Walaupun hal ini menjadi suatu permasalahan bagi Islam manakala ada kritik yang menunjukkan adanya suatu perbedaan di dalam tulisan atau teologi Islam.
Ada puluhan pembela Islam telah didebat, diteliti dan telah skak-mat terjebak antara ketidak-rasionalan Islam dan logika. Namun tentu karena telah dicekok indoktrinasi mental selama bertahun-tahun para pembela Muslim tidak akan pernah mengakui kalau Quran itu mengandung kekeliruan, ketidak-konsistenan, dan isinya saling bertentangan, sekalipun ada bukti yang tidak terbantahkan. Malah mereka menolak semua bukti tersebut, menyatakan bahwa Quran tetaplah firman Allah – dan semua kritikan – adalah suatu kebohongan terhadap Islam.
Dengan mempertimbangkan bahwa keseluruhan Quran dibuat oleh banyak penulis, dan bahwa Muhammad tidak bisa baca, hal ini membuat banyak orang meragukan keaslian dari tulisannya. Terlebih lagi ketika kesaksian Quran berlawanan dengan arkeologi yang telah diketahui dunia, ilmu pengetahuan, dan bukti sejarah. Inilah buku yang menjelaskan bahwa ketidak-rasionalan dan topeng kepalsuan menjadi baik dan benar.
Quran tidak dapat dibaca secara urut. Untuk mengerti Quran dalam konteks sejarah Islam, seorang pembaca harus secara silmutan mempelajari juga Hadis. Bahkan penulis Islam terkemuka Maududi sendiri mencatat bahwa tanpa hadis tidak akan mungkin memahami Quran.
Jadi, kesimpulannya adalah bahwa Quran adalah pikiran orang bingung yang dituliskan di atas kertas.

disarikan dari bab “Penjelasan tentang Tulisan-tulisan Islam” dalam JK. Sheindlin, The People vs Muhammad: Suatu Analisa Psikologis.


[1] QS 3: 110; QS 98: 6
[2] QS 4: 156 – 159
[3] QS 33: 21; QS 68: 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar