Jumat, 22 Juni 2018

MELIHAT ALASAN POLIGAMI MUHAMMAD

Poligami adalah suatu model perkawinan yang membolehkan orang memiliki banyak pasangan hidup. Ada dua jenis poligami, yaitu poligini, seorang pria dapat menikahi lebih dari satu wanita; dan poliandri, seorang wanita bisa menikahi lebih dari satu pria. Islam merupakan salah satu agama yang membolehkan umatnya untuk berpoligami. Dasar poligami dalam islam adalah teladan Nabi Muhammad. Al-Qur’an telah mengatakan bahwa Muhammad adalah teladan tingkah laku yang sempurna (QS 33: 21). Karena menjadi teladan, maka umat islam wajib mengikutinya, termasuk poligami.
Menjadi persoalan, kenapa umat islam tidak boleh memiliki istri sebanyak sang nabi? Al-Qur’an sudah membatasi bahwa seorang muslim hanya boleh memiliki 4 orang istri (QS 4: 3). Lebih ironis lagi, kenapa islam mengizinkan poligini (suami bisa menikah dengan banyak wanita) sedangkan poliandri (istri bisa menikah dengan banyak pria) diharamkan atau tidak diperkenankan?
Informasi mengenai jumlah wanita yang dinikahi Muhammad memang tidak seragam. Data dari buku tulisan Tabari (vol. ix, hlm. 120 – 141) menyebutkan total semua istri Muhammad adalah 21 orang; ini tidak terhitung gundik atau selirnya. Ada yang usianya masih sangat belia (9 tahun), daun muda (17 – 20 tahun), dan ada juga yang sudah matang (30 tahun). Memang tidak semuanya hidup sepanjang hidup Muhammad. Ada yang sudah meninggal (Khadijah dan Sana), dan ada yang sudah diceraikan (Al-Shama, Ghaziyyah, Asma, Al-Aliyaah dan Layla). Tentang data-data para istri Muhammad dapat dibaca di “Mengenal Istri-istri Sang Insan Kamil
Sangat menarik kalau diperhatian perjalanan sejarah perkawinan Muhammad. Selama kurang lebih 24 tahun Muhammad hidup hanya dengan satu istri saja, yaitu Khadijah. Bisa dikatakan bahwa pada waktu itu Muhammad menganut paham monogami. Namun, setelah Khadijah meninggal, seakan keran nafsu yang selama hidup bersama dengan Khadijah ditutup, menjadi terbuka. Terhitung dari tahun 619 (tahun kematian Khadijah) hingga 632 (tahun kematian Muhammad), Muhammad menikah sebanyak 20 kali; dan selama kurang lebih 10 tahun Muhammad hidup bersama 14 istri.
Apa yang mendasari Muhammad hidup dengan banyak istri? Umat islam, karena sudah memandang Muhammad sebagai teladan yang sempurna, tentulah akan mengatakan bahwa Muhammad memiliki tujuan mulia dengan berpoligami. Ada yang mengatakan bahwa ia mau melindungi para wanita yang berstatus janda, karena suami mereka mati di medan perang. Ada juga perkawinan politik, menyatukan suku atau kelompok. Poligami Muhammad juga bermaksud untuk mengangkat derajat kaum wanita.
Akan tetapi, orang non muslim sulit menerima penjelasan di atas. Ketika melihat sosok Aisyah dan Zainab, orang sulit mengaitkan alasan poligami di atas. Aisyah masih kecil, orangtuanya masih ada dan mereka adalah pelindungnya, sedangkan Zainab masih punya suami, yang adalah anak angkat Muhammad sendiri. Artinya, kedua tokoh ini masih punya pelindung; lantas kenapa Muhammad menikahi mereka? Jika menikah dijadikan alat politik, bukankah itu justru merendahkan martabat wanita? Wanita tak lebih sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan. Jika menikahi wanita benar-benar untuk melindungi dan mengangkat martabat wanita, kenapa ada lima wanita yang kemudian diceraikan Muhammad?
Karena itu, bagi orang non muslim poligami yang dilakukan Muhammad mau menunjukkan bahwa dia seorang pecandu seks. Umat islam tentu menolak istilah ini. Umumnya ada 2 argumen untuk menyangkal pernyataan Muhammad sebagai pecandu seks. Pertama, jika memang poligami Muhammad sebagai indikasi pecandu seks, kenapa Muhammad baru menikah menginjak usia lanjut? Kenapa tidak saat masih muda? Kedua, jika memang poligami Muhammad sebagai indikasi pecandu seks, kenapa yang dipoligami semuanya janda dan rata-rata berusia tua? Kenapa tidak cari perawan saja?
Benarkah argumen tersebut? Orang yang punya nalar pasti tidak mudah menerima alasan tersebut. Argumen di atas sangat lemah. Pertama, dapatlah dikatakan bahwa Muhammad tidak bisa melaksanakan hasrat seks-nya karena dia masih berada di bawah kekuasaan Khadijah. Dari riwayat Muhammad bisa diketahui bahwa Muhammad adalah seorang anak yatim piatu. Sejak kecil dia disingkirkan dari lingkungan. Sementara Khadijah adalah seorang janda kaya raya. Awalnya Muhammad berkerja sebagai karyawannya Khadijah. Hidup Muhammad benar-benar bergantung pada belas kasihan Khadijah. Hal ini berlanjut ketika mereka menikah. Karena itulah, sebagai suami, Muhammad tak berani main mata dengan wanita lain. Muhammad tak bisa menyalurkan hasrat seksualnya. Baru setelah penghalang itu tidak ada (Khadijah meninggal), hasratnya mulai tersalurkan. Bayangkan, dalam waktu 13 tahun (rentang waktu dari kematian Khadijah hingga kematian Muhammad), Muhammad menikah sebanyak 20 kali (ini tidak terhitung gundik). Hal inilah yang membuat orang yang berpikiran rasional mengatakan bahwa Muhammad itu seorang pecandu seks.
Kedua, pecandu seks tidak ditentukan dari pasangan seks-nya, apakah janda atau perawan. Yang disebut pecandu seks adalah orang yang doyan seks (bersenggama), tak peduli apakah pasangan seksnya itu janda atau perawan. Janda atau perawan justru bisa menunjukkan kelainan lain, bukan soal pecandu seks. Argumen  bahwa yang dinikahi Muhammad adalah janda tua hanyalah usaha untuk menutupi fakta. Dari 20 wanita yang dinikahi Muhammad, setelah Khadijah meninggal, ada 4 janda yang usianya masih segar (usia kisaran 17 – 30 tahun). Janda yang lain tanpa ada keterangan usia, sehingga tidak bisa divonis usianya sudah tua.
Selain dua alasan di atas, masih ada alasan lain yang mendukung pernyataan bahwa Muhammad adalah pecandu seks. Dari beberapa sumber riwayat hidupnya, selain punya istri, Muhammad juga punya gundik. Dan ada kisah Muhammad selingkuh dengan seorang budak bernama Mariyah. Jika memang benar Muhammad bukan pecandu seks, tentulah dia cukup puas dengan istri-istri yang ada. Tapi, karena candu, yah budaknya juga disikat.
Beberapa kritikus mengaitkan kecanduan seks Muhammad dengan wahyu-wahyu yang diturunkan. Seperti biasa, orang yang sudah terbiasa berpikiran ngeres, masih omongannya selalu tak jauh dari hal-hal ngeres. Demikian pula dengan Muhammad. Karena itu, dapat dijumpai pernyataan orang muslim yang masuk sorga akan mendapatkan kekuatan ngeseks yang setara dengan 100 orang (Tirmizi vol 2, hlm 138), adanya (ngeseks dengan) pasangan bidadari (QS 44: 54 dan 52: 20) serta gadis montok yang sebaya (QS 78: 31 – 33). Dalam surah Al-Mu’minum ayat 1, 5 – 6 dan juga Al-Maarij ayat 29 – 30, Allah mengizinkan kaum muslim berhubungan dengan pembantu rumah tangganya.
Demikianlah pro kontra apakah hidup poligami Nabi Muhammad menunjukkan bahwa dia seorang pecandu seks atau tidak. Umat islam tentu menolak pernyataan itu, karena mereka sudah terlebih dahulu disuguhi bahwa Muhammad adalah manusia sempurna. Mana mungkin manusia sempurna memiliki moral bejat seperti yang dituduhkan tersebut. Akan tetapi, bagi yang berpikiran rasional, tidak begitu mudah menerima gelar sempurna Muhammad. Mereka mendasarkan pada premis “tidak ada manusia yang sempurna; Muhammad adalah manusia; maka Muhammad tidaklah sempurna.” Karena itu, argumen umat islam yang membela nabinya dari tudingan pecandu seks, terasa tidak masuk akal sehat mereka.
Jadi, apakah poligami Muhammad menunjukkan keteladanan pribadinya atau kecanduan seksnya. Bukan tugas kami memutuskan perdebatan ini. Semuanya kami serahkan kepada pembaca untuk memutuskannya sendiri.

Toboali, 26 Maret 2018
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar