Ketika
terjadi kekerasan terhadap warga islam yang dilakukan oleh warga non muslim,
gampang sekali muncul kecaman dari umat islam di belahan bumi lain. Mereka mengutuk,
mengecam bahkan terkadang juga mencaci-maki pelaku kekerasan. Demo diadakan
dimana-mana, dengan membawa atribut agama. Sebagai contoh, ketika terjadi
penindasan terhadap umat islam Rohingya, umat islam di Indonesia melakukan aksi
protes ke kedutaan Myanmar. Bahkan di Yogyakarta, seorang biksu, yang tak tahu
apa-apa, menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh orang islam, sebagai aksi
balasan terhadap umat Buddha di Myanmar.
Fenomena
ini hanya terjadi dalam dunia islam. Kita tak menemukan pada agama lain. Misalnya,
jika ada penindasan terhadap umat Kristen oleh umat agama lain, sama sekali tak
pernah ada demo dari umat Kristen di belahan bumi lainnya. Demikian pula dengan
agama Hindu, Buddha dan lainnya. Hal ini dapat dimaklumi, karena islam, seperti
kata (alm) KH Zainuddin MZ, islam itu ibarat sarang lebah. Diusik di satu sisi,
maka semua lebahnya akan mengamuk. Melukai umat islam dimana pun, sama artinya
melukai umat islam lainnya, sehingga umat islam lainnya wajib bangkit.
Namun,
sayang tindakan tersebut terkadang sungguh di luar akal sehat manusia. Sering
terjadi tindakan-tindakan yang dilakukan umat islam, sebagai wujud “solidaritas
umat islam”, hanyalah bentuk fanatisme buta. Dikatakan buta karena mereka hanya
melihat dari satu sudut pandang saja, yaitu sudut pandangnya sendiri, dan
mengabaikan sudut pandang lainnya.
Kebutaan
itu sering terlihat juga dalam menanggapi persoalan klasik Israel dan
Palestina. Selalu umat islam melihatnya sebagai konflik islam vs Yahudi (Kristen).
Tulisan “Cara Baru Melihat Konflik Israel vs Palestina” mencoba memberikan
sudut pandang yang berbeda. Dengan tulisan ini, penulis ingin mengajukan
pertanyaan: masihkan kita melihat konflik tersebut sebagai konflik agama. Lebih
lanjut silahkan baca sendiri di sini: Budak Bangka: Cara Baru Melihat Konflik Israel vs Palestina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar