TANGGAPAN ATAS KRITIKAN TERHADAP TULISAN
DI WEB KEUSKUPAN
Tanggal 9 Februari lalu,
Romo Yudi menyampaikan kepada saya bahwa ada seorang umat, kemungkinan dari
Paroki Tembesi, yang men-share
tulisan di web keuskupan di akun facebook-nya.
Judul tulisan web itu adalah: “Setijab Paroki Tembesi: Yang Terlama GantikanYang Tercepat”. Hasil share itu
menimbulkan reaksi yang beragam. Romo Yudi menilai bahwa tulisan web itu
membuat heboh. Karena itu ia mem-posting-kan
reaksi atas tulisan web itu yang muncul di akun facebook ke alamat email saya (lihat gambar di samping ini).
Saya pribadi sama sekali
tidak tahu kalau tulisan web itu menimbulkan kehebohan, seperti yang dimaksud
Rm. Yudi. Yang saya tahu adalah bahwa tulisan itu banyak dibaca. Hal ini
terlihat dari jumlah hit, yang dalam
waktu 2 hari sudah mencapai lebih dari 350. Bandingkan dengan tulisan-tulisan
lain, yang butuh waktu hingga seminggu bahkan lebih baru dapat mencapai 100
hit.
Setelah membaca email Rm.
Yudi, saya baru mengetahui kehebohan itu. Dari postingan akun facebook Yanselmus Nanga, saya dapat
mengatakan bahwa tulisan saya di web keuskupan itu menimbulkan pro dan kontra.
Suara kontra dapat terbaca dari tulisan Atanasius
Anlly (Ini media Keuskupan kok bicara seperti pos metro?), Yanselmus Nanga (Prihatin dgn isi Media
ini…) dan Romaldus Belalawe (Atan//
Inilah wajah Media Keuskupan kita. Apa boleh buat. Hehehe …); sementara suara
pro dapat dibaca pada tulisan Agusinus
Sinaga (… sdh capek umat), Marianus
Lorenzo Sihotang (Bahasa yang sangat jujur).
Selain suara-suara pro dan
kontra, ada juga suara pesimis dan harapan. Suara pesimis terlihat dari tulisan
Mangapul Martinus Limbong
(Perpindahan ke 3 pastor ini membuat umat semakin linglung seperti kehilangan
induk. Kenapa? Dalam waktu singkat adanya pergantian 3 pastor sekaligus … ini
juga berdampak negatif di KBG), sedangkan suara-suara harapan diwakili oleh Antonius Januarius Retutola (Mudah2an
yang sdh tercabik cabik bisa bersatu lagi dalam kerendahan hati ….), Agusinus Sinaga (Tp optimis sajalah
supaya bertolak lebih dalam dari yg sudah ada) dan Alexander Laka (Mari kita menerima Eman sebagai saudara dan juga
sebagai gembala kita begitu juga romo Lorens gbu).
Saya sama sekali tidak
mengikuti perdebatan mereka di akun facebook
Yanselmus Nanga. Saya hanya menilai berdasarkan kutipan yang dikirim Rm. Yudi.
Jadi, tanggapan saya hanya sebatas apa yang ada saja, sebagaimana yang sudah
saya tampilkan di atas.
Ada
Apa dengan Tulisan Web
Seperti yang sudah
disampaikan di atas, tulisan web yang menimbulkan reaksi besar adalah tulisan
tentang serah terima jabatan di Paroki Tembesi. Pertama-tama perlu diketahui
bahwa sebelum di-upload, tulisan itu
sudah melalui self-filter beberapa
kali. Sebelumnya saya bertanya hingga dua tiga kali apakah perlu membuat
tulisan tersebut? Dan setelah tulisan jadi, saya juga kembali bertanya apakah
perlu dimuat di web keuskupan? Bukan cuma sekali, tapi dua tiga kali, yang
selalu diawali dengan membaca kembali tulisan tersebut. Setelah melalui semua
proses ini akhirnya saya memberanikan diri untuk meng-upload-nya.
Yang membuat saya akhirnya
berani memuat tulisan itu di web keuskupan adalah adanya nasehat Injil, “Apa
yang kamu bisikan ke telinga di dalam kamar akan diberitakan dari atas atap
rumah.” (Luk 5: 3b). Nasehat ini diteguhkan juga oleh nubuat Yesaya,
“Serukanlah kuat-kuat, jangan tahan-tahan! Nyaringkanlah suaramu bagaikan
sangkakala, beritahukanlah kepada umat-Ku pelanggaran mereka dan kepada kaum
keturunan Yakub dosa mereka!” (Yes 58: 1).
Oleh karena itu, wajar bila ada
orang yang menilai isi tulisan web itu menampilkan kejujuran apa adanya. Bisa
dikatakan tidak ada yang salah di sana. Tapi kenapa ada orang yang sepertinya
kebakaran jenggot? Saya tidak mau menyalahkan mereka, karena itu adalah hak
mereka. Akan tetapi, adalah bijak kalau pernyataan kita dapat
dipertanggungjawabkan.
Tanggapan
atas Suara Kontra
Suara kontra dapat diwakili
oleh tulisan Yanselmus, Atanasius dan Romaldus. Sdr. Yanselmus mengungkapkan
keprihatinan dengan isi tulisan itu, namun tidak jelas apa dan di bagian mana yang
membuatnya prihatin. Apakah keprihatinan itu terkait dengan ketidakbenaran
dalam tulisan itu atau sebatas ketersinggungan perasaan saja. Keprihatinan itu
juga disuarakan oleh Romaldus, namun sekali lagi ia sama sekali tidak
menjelaskan dimana letak keprihatinan itu. Ketidak-jelasan ini membuat saya
tidak bisa mengambil sikap.
Berbeda dengan kedua orang
di atas, Atanasius memberikan sedikit gambaran keprihatinannya. Ia menilai
bahwa tulisan tersebut membuat web keuskupan selevel pos metro. Patut
disayangkan sdr. Atanasius tidak menjelaskan apa maksud dengan “pos metro” itu.
Saya hanya mengartikannya sebagai media murahan (semoga dugaan saya tidak
keliru). Sekalipun kurang jelas, kritikan sdr. Atanasius membuat saya dapat
mengambil sikap. Saya malah berterima kasih atas kritikannya itu, karena dengannya
saya bisa tahu dimana posisi saya (web keuskupan) saat ini, yaitu masih murahan
atau belum bermutu.
Adalah idealisme saya untuk
membuat web keuskupan ini berkualitas seperti Kompas. Namun saya sadar tak mungkin kita dapat mencapai idealisme
itu dalam waktu singkat. Kota Roma tidak
dibangun dalam sehari. Pencapaian itu diperoleh tahap demi tahap. Namun sdr.
Atanasius sudah membuka mata saya bahwa saat ini saya masih berada di level pos
metro. Hal ini memicu saya untuk memperbaiki diri sehingga mungkin suatu saat
saya bisa naik ke level berikut, misalnya seperti level tabloid Loker.
Selera
Umat: Pertanyaan Reflektif
Dari reaksi-reaksi atas
tulisan web keuskupan, saya dapat melihat selera umat. Ternyata umat begitu
mudah tertarik dengan hal-hal seperti tulisan “Setijab Paroki Tembesi”. Mari
kita bandingkan dengan tulisan “Setijab Paroki Blok II”. Berita Paroki Tembesi
di-upload pada tanggal 7 Februari, sedangkan Paroki Blok II pada tanggal 8
Februari. Bagaimana hasil hit-nya?
Hingga kini (14/02/2016, jam 11.38 WIB) tercatat berita Paroki Tembesi mencapai
474 hit, dan Paroki Blok II baru 31 hit. Suatu perbandingan yang sangat
jauh. Tingginya jumlah hit berita
Paroki Tembesi itu tak luput dari peran Yanselmus, yang men-share-nya di akun facebook miliknya.
Adalah suatu keprihatinan,
kenapa umat begitu tertarik dengan hal-hal seperti itu dibandingkan yang lain?
Bandingkan dengan tulisan “Rabu Abu: Alasan, Makna dan Tujuannya” (dimuat
09/02/2016, yang hingga 14/02, jam 11.50 WIB, mencapai 15 hit), atau tulisan tentang Santa Koleta (dimuat 03/02/2016,
mencapai 23 hit). Atau
tulisan-tulisan yang masuk dalam kategori-kategori seperti Kitab Suci, Liturgi,
Bunda Maria, dll. Memang beberapa tulisan itu memiliki jumlah hit yang besar, namun setelah menunggu
waktu yang sangat lama (lebih dari sebulan).
Pertanyaan di atas dapat
juga ditujukan kepada sdr. Yanselmus, kenapa ia begitu tertarik men-share tulisan tersebut di akun facebook miliknya. Andai kebiasaan men-share dilakukan terhadap tulisan-tulisan
lain juga, tentulah akan dapat membantu penyebaran kebenaran iman (misalnya,
men-share-kan tulisan-tulisan tentang
Kitab Suci, Liturgi, Sharing, dll, dan mendiskusikannya di dunia maya). Tentu
ini juga harapan saya, agar semakin banyak umat mau men-share tulisan-tulisan di web ke akun facebook-nya sehingga makin banyak orang (bahkan yang bukan
katolik) membacanya.
Toboali,
14 Februari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar