Senin, 15 Februari 2016

Tanggapan atas Kritikan terhadap Tulisan di Web Keuskupan

TANGGAPAN ATAS KRITIKAN TERHADAP TULISAN DI WEB KEUSKUPAN
Tanggal 9 Februari lalu, Romo Yudi menyampaikan kepada saya bahwa ada seorang umat, kemungkinan dari Paroki Tembesi, yang men-share tulisan di web keuskupan di akun facebook-nya. Judul tulisan web itu adalah: “Setijab Paroki Tembesi: Yang Terlama GantikanYang Tercepat”. Hasil share itu menimbulkan reaksi yang beragam. Romo Yudi menilai bahwa tulisan web itu membuat heboh. Karena itu ia mem-posting-kan reaksi atas tulisan web itu yang muncul di akun facebook ke alamat email saya (lihat gambar di samping ini).
Saya pribadi sama sekali tidak tahu kalau tulisan web itu menimbulkan kehebohan, seperti yang dimaksud Rm. Yudi. Yang saya tahu adalah bahwa tulisan itu banyak dibaca. Hal ini terlihat dari jumlah hit, yang dalam waktu 2 hari sudah mencapai lebih dari 350. Bandingkan dengan tulisan-tulisan lain, yang butuh waktu hingga seminggu bahkan lebih baru dapat mencapai 100 hit.
Setelah membaca email Rm. Yudi, saya baru mengetahui kehebohan itu. Dari postingan akun facebook Yanselmus Nanga, saya dapat mengatakan bahwa tulisan saya di web keuskupan itu menimbulkan pro dan kontra. Suara kontra dapat terbaca dari tulisan Atanasius Anlly (Ini media Keuskupan kok bicara seperti pos metro?), Yanselmus Nanga (Prihatin dgn isi Media ini…) dan Romaldus Belalawe (Atan// Inilah wajah Media Keuskupan kita. Apa boleh buat. Hehehe …); sementara suara pro dapat dibaca pada tulisan Agusinus Sinaga (… sdh capek umat), Marianus Lorenzo Sihotang (Bahasa yang sangat jujur).
Selain suara-suara pro dan kontra, ada juga suara pesimis dan harapan. Suara pesimis terlihat dari tulisan Mangapul Martinus Limbong (Perpindahan ke 3 pastor ini membuat umat semakin linglung seperti kehilangan induk. Kenapa? Dalam waktu singkat adanya pergantian 3 pastor sekaligus … ini juga berdampak negatif di KBG), sedangkan suara-suara harapan diwakili oleh Antonius Januarius Retutola (Mudah2an yang sdh tercabik cabik bisa bersatu lagi dalam kerendahan hati ….), Agusinus Sinaga (Tp optimis sajalah supaya bertolak lebih dalam dari yg sudah ada) dan Alexander Laka (Mari kita menerima Eman sebagai saudara dan juga sebagai gembala kita begitu juga romo Lorens gbu).
Saya sama sekali tidak mengikuti perdebatan mereka di akun facebook Yanselmus Nanga. Saya hanya menilai berdasarkan kutipan yang dikirim Rm. Yudi. Jadi, tanggapan saya hanya sebatas apa yang ada saja, sebagaimana yang sudah saya tampilkan di atas.
Ada Apa dengan Tulisan Web
Seperti yang sudah disampaikan di atas, tulisan web yang menimbulkan reaksi besar adalah tulisan tentang serah terima jabatan di Paroki Tembesi. Pertama-tama perlu diketahui bahwa sebelum di-upload, tulisan itu sudah melalui self-filter beberapa kali. Sebelumnya saya bertanya hingga dua tiga kali apakah perlu membuat tulisan tersebut? Dan setelah tulisan jadi, saya juga kembali bertanya apakah perlu dimuat di web keuskupan? Bukan cuma sekali, tapi dua tiga kali, yang selalu diawali dengan membaca kembali tulisan tersebut. Setelah melalui semua proses ini akhirnya saya memberanikan diri untuk meng-upload-nya.
Yang membuat saya akhirnya berani memuat tulisan itu di web keuskupan adalah adanya nasehat Injil, “Apa yang kamu bisikan ke telinga di dalam kamar akan diberitakan dari atas atap rumah.” (Luk 5: 3b). Nasehat ini diteguhkan juga oleh nubuat Yesaya, “Serukanlah kuat-kuat, jangan tahan-tahan! Nyaringkanlah suaramu bagaikan sangkakala, beritahukanlah kepada umat-Ku pelanggaran mereka dan kepada kaum keturunan Yakub dosa mereka!” (Yes 58: 1).
Oleh karena itu, wajar bila ada orang yang menilai isi tulisan web itu menampilkan kejujuran apa adanya. Bisa dikatakan tidak ada yang salah di sana. Tapi kenapa ada orang yang sepertinya kebakaran jenggot? Saya tidak mau menyalahkan mereka, karena itu adalah hak mereka. Akan tetapi, adalah bijak kalau pernyataan kita dapat dipertanggungjawabkan.
Tanggapan atas Suara Kontra
Suara kontra dapat diwakili oleh tulisan Yanselmus, Atanasius dan Romaldus. Sdr. Yanselmus mengungkapkan keprihatinan dengan isi tulisan itu, namun tidak jelas apa dan di bagian mana yang membuatnya prihatin. Apakah keprihatinan itu terkait dengan ketidakbenaran dalam tulisan itu atau sebatas ketersinggungan perasaan saja. Keprihatinan itu juga disuarakan oleh Romaldus, namun sekali lagi ia sama sekali tidak menjelaskan dimana letak keprihatinan itu. Ketidak-jelasan ini membuat saya tidak bisa mengambil sikap.
Berbeda dengan kedua orang di atas, Atanasius memberikan sedikit gambaran keprihatinannya. Ia menilai bahwa tulisan tersebut membuat web keuskupan selevel pos metro. Patut disayangkan sdr. Atanasius tidak menjelaskan apa maksud dengan “pos metro” itu. Saya hanya mengartikannya sebagai media murahan (semoga dugaan saya tidak keliru). Sekalipun kurang jelas, kritikan sdr. Atanasius membuat saya dapat mengambil sikap. Saya malah berterima kasih atas kritikannya itu, karena dengannya saya bisa tahu dimana posisi saya (web keuskupan) saat ini, yaitu masih murahan atau belum bermutu.
Adalah idealisme saya untuk membuat web keuskupan ini berkualitas seperti Kompas. Namun saya sadar tak mungkin kita dapat mencapai idealisme itu dalam waktu singkat. Kota Roma tidak dibangun dalam sehari. Pencapaian itu diperoleh tahap demi tahap. Namun sdr. Atanasius sudah membuka mata saya bahwa saat ini saya masih berada di level pos metro. Hal ini memicu saya untuk memperbaiki diri sehingga mungkin suatu saat saya bisa naik ke level berikut, misalnya seperti level tabloid Loker.
Selera Umat: Pertanyaan Reflektif
Dari reaksi-reaksi atas tulisan web keuskupan, saya dapat melihat selera umat. Ternyata umat begitu mudah tertarik dengan hal-hal seperti tulisan “Setijab Paroki Tembesi”. Mari kita bandingkan dengan tulisan “Setijab Paroki Blok II”. Berita Paroki Tembesi di-upload pada tanggal 7 Februari, sedangkan Paroki Blok II pada tanggal 8 Februari. Bagaimana hasil ­hit-nya? Hingga kini (14/02/2016, jam 11.38 WIB) tercatat berita Paroki Tembesi mencapai 474 hit, dan Paroki Blok II baru 31 hit. Suatu perbandingan yang sangat jauh. Tingginya jumlah hit berita Paroki Tembesi itu tak luput dari peran Yanselmus, yang men-share-nya di akun facebook miliknya.
Adalah suatu keprihatinan, kenapa umat begitu tertarik dengan hal-hal seperti itu dibandingkan yang lain? Bandingkan dengan tulisan “Rabu Abu: Alasan, Makna dan Tujuannya” (dimuat 09/02/2016, yang hingga 14/02, jam 11.50 WIB, mencapai 15 hit), atau tulisan tentang Santa Koleta (dimuat 03/02/2016, mencapai 23 hit). Atau tulisan-tulisan yang masuk dalam kategori-kategori seperti Kitab Suci, Liturgi, Bunda Maria, dll. Memang beberapa tulisan itu memiliki jumlah hit yang besar, namun setelah menunggu waktu yang sangat lama (lebih dari sebulan).
Pertanyaan di atas dapat juga ditujukan kepada sdr. Yanselmus, kenapa ia begitu tertarik men-share tulisan tersebut di akun facebook miliknya. Andai kebiasaan men-share dilakukan terhadap tulisan-tulisan lain juga, tentulah akan dapat membantu penyebaran kebenaran iman (misalnya, men-share-kan tulisan-tulisan tentang Kitab Suci, Liturgi, Sharing, dll, dan mendiskusikannya di dunia maya). Tentu ini juga harapan saya, agar semakin banyak umat mau men-share tulisan-tulisan di web ke akun facebook-nya sehingga makin banyak orang (bahkan yang bukan katolik) membacanya.
Toboali, 14 Februari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar