SANTO YEREMIA, NABI
Yeremia
lahir kira-kira pada tahun 650 SM di Anathoth, dekat kota Yerusalem, termasuk
wilayah kerajaan Yehuda. Keluarganya adalah sebuah keluarga imam yang saleh. Panggilannya
sebagai nabi di Israel diterimanya dari Allah pada tahun 627, dalam tahun
ketigabelas pemerintahan Raja Yosias (Yer 1: 2). Meskipun panggilan ini terjadi
pada usia mudanya, namun sebenarnya Yeremia telah ditentukan Allah menjadi nabi
ketika ia masih ada di dalam rahim ibunya (Yer 1: 5) untuk mewartakan sabda
Allah kepada Israel, umat pilihan Allah. Tatkala Allah memanggilnya untuk
mengemban tugas mulia ini, ia menolak karena merasa tidak layak untuk mengembannya.
Tetapi akhirnya ia menerima panggilan itu karena Allah berjanji akan selalu
menyertai dia dalam tugasnya. Yeremia adalah nabi Israel terakhir sebelum
pembuangan ke Babylonia.
Karya
perutusannya sebagai nabi dimulainya pada usia mudanya (Yer 1: 6) sampai pada
saat kejatuhan Yerusalem di tangan bangsa Babylonia pada tahun 587. Selama 40
tahun karyanya, Yeremia tanpa mengenal lelah memperingatkan para penguasa
bangsa dan pemimpin agama serta seluruh umat Israel akan bahaya kejatuhan
mereka karena dosa-dosa Yerusalem dan Yehuda.
Selain
itu, Yeremia terus menerus terlibat di dalam beberapa perselisihan dan
pertentangan. Ia dengan gigih melawan Raja Yoakim dan Yoakin (609 – 507 SM)
yang memutarbalikkan kebijakan keagamaan dari Raja Yosia. Pada masa
pemerintahan Raja Sedekia (597 – 587 SM), nada pewartaannya mulai berubah. Ia tidak
lagi mengeluh tentang tugas perutusannya tetapi mulai lebih sungguh-sungguh
membaktikan dirinya pada tugas yang dibebankan Allah padanya. Dengan gigih ia
berusaha meyakinkan Yehuda akan penguasaan bangsa Babylonia. Meskipun demikian
ia tidak diterima, bahkan dituduh sebagai pengkhianat bangsanya oleh
orang-orang yang menginginkan raja Sedekia bersekutu dengan Mesir dan
memberontak (Yer 37: 17 – 21). Karena itu, Yeremia mengalami penderitaan batin
dan frustasi yang hebat.
Walaupun
ia menderita, ia tetap pasrah dan taat pada kehendak Allah. Cintanya akan Allah
dan keakraban hubungannya dengan Allah ini mendorong dia untuk mendalami lebih
jauh teologi tradisional Israel tentang Perjanjian. Imannya itu berdasar pada
pengetahuan yang mendalam akan Perjanjian Cinta Allah dengan Israel, umat
pilihan-Nya, yang memperkenankan Israel mengambil bagian dalam kekudusan-Nya. Dalam
Perjanjian Cinta itu Allah menuntut dari Israel ketaatan penuh pada
kehendak-Nya sebagaimana diwahyukan di dalam perintah-perintah-Nya dan dinyatakan
melalui nabi-nabi-Nya. Menolak mengakui kebaikan dan cinta Allah yang
diwahyukan adalah dosa. Dan dosa bagi Israel adalah perbuatan melawan kesucian
perkawinan antara Allah dan bangsa Israel (Yer 2: 20 – 25). Dosa mengakibatkan
pengadilan Allah atas Israel untuk memurnikan mereka. Yeremia menyadari bahwa
pengadilan Allah merupakan tahap awal pengampunan dan pembaharuan batin yang
radikal.
Dalam
pewartaannya tentang malapetaka yang akan terjadi atas Israel, Yeremia
menubuatkan suatu “Sisa Kecil”, suatu kelompok kecil umat yang tetap setia pada
Allah (Yer 23: 3, 4; 30: 10; 11; 31: 10 – 14). Sisa Kecil ini adalah benih
harapan di masa yang akan datang, kepadanya Allah mencurahkan pengampunan dan belaskasihan-Nya,
dan dengannya Allah mengadakan suatu perjanjian baru (Yer 31: 31 – 34). Allah akan
menciptakan bagi Israel suatu hubungan spiritual yang baru dan mendalam, dan
akan menuliskan hukum-Nya di dalam hati mereka serta tinggal di dalam hati
mereka.
Yeremia
dengan tekun membantu perkembangan Sisa Kecil Israel yang saleh dari suku
Yehuda ini karena mereka dengan sabar menantikan tibanya hari Tuhan yang
menyelamatkan. Penderitaan Yeremia yang demikian hebat menjadikan dia sebagai
tokoh lambang bagi Yesus Kristus. Yeremia, yang hidup penuh penderitaan, namun
tetap berserah dan taat pada kehendak Allah yang menguduskan, menjadi lambang gambaran
Hamba Yahwe yang menderita sebagaimana diramalkan Yesaya (Yes 35).
sumber: Iman Katolik
Baca
juga riwayat orang kudus 1 Mei:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar