Rabu, 17 September 2014

Renungan Hari Rabu Biasa XXIV - Thn II

Renungan Hari Rabu Biasa XXIV, Thn A/II
Bac I    1Kor 12: 31 – 13: 13; Injil               Luk 7: 31 – 35;

Dalam Injil hari ini Tuhan Yesus mau memberi gambaran situasi umat manusia pada waktu itu. Satu kata untuk menggambarkan mereka adalah ketidak-pedulian. Umat manusia pada masa itu hanya sibuk dengan urusannya sendiri tanpa peduli dengan orang lain. Tuhan Yesus memberi perbandingan dengan anak kecil yang meniup seruling tapi tak ada yang menari, menyanyikan lagu duka tapi tak ada ratap tangis. Seruling adalah ungkapan rasa gembira yang diperlihatkan dengan menari; demikian pula lagu duka sebagai ungkapan rasa sedih yang ditampilkan dengan menangis. Akan tetapi, yang terjadi adalah tidak ada reaksi apa-apa. Orang sudah mati rasa.

Paulus dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, yang menjadi bacaan pertama hari ini, mengajak umat untuk membangkitkan rasa. Lewat kidung kasihnya, Paulus meminta umat untuk peka akan situasi yang terjadi di sekitarnya: bersukacita akan kebenaran dan berdukacita akan ketidak-adilan. Roh dari kepekaan rasa ini adalah kasih. Sekalipun orang menunjukkan kepeduliaannya kepada sesama yang menderita, namun jika tanpa kasih, tindakan itu tak ada artinya. Karena bisa saja tindakan itu demi popularitas diri.

Kemarin telah dikatakan bahwa korupsi sudah mewabah dewasa ini. Korupsi menjadi budaya, bukan saja di lembaga sekuler, tetapi juga di Gereja. Pelaku korupsi bukan lagi dominan pejabat pemerintahan, tapi juga pejabat Gereja seperti uskup dan imam. Korupsi merupakan salah satu bentuk ketidak-pedulian. Koruptor adalah orang yang menari di atas penderitaan orang lain. Dan sekalipun kritik atas koruptor ini terus didentangkan, tetap saja korupsi merajalela. Orang sudah kehilangan rasa. Bahkan ada koruptor menunjukkan seakan peduli pada sesamanya; terlihat memberi bantuan dan sumbangan. Namun tindakannya itu tanpa roh kasih. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk membangun rasa kepekaan dan kepeduliaan. Tuhan menghendaki kita peka pada situasi sesama. Rasa kepekaan ini mengajak kita untuk berani menanggalkan egoisme kita.

by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar