Salah satu diskusi menarik di sela-sela masa kampanye pilpres
adalah soal lambang Garuda Merah milik pasangan Prabowo-Hatta. Ketika sempat
dipermasalahkan karena ada undang-undang yang melarang menggunakan simbol
negara sembarangan, ada suara dari kubu Prabowo-Hatta yang mengatakan bahwa itu
bukan burung garuda. Anehnya, salah satu lagu mars pasangan nomor satu ini
jelas-jelas menyebut kata “Garuda”.
Dan akhirnya, masalah tersebut seperti menguap begitu saja.
Simbol seperti “garuda” memang benar garuda, hanya dipoles menjadi merah.
Karena itulah, dikenal dengan istilah “Garuda Merah”. Namun, apakah lantas
masalah selesai?
Garuda kita adalah Garuda Pancasila. Garuda kita kaya akan
nilai-nilai. Di dada Garuda kita ada lima simbol yang memiliki nilai tertentu.
Simbol pertama adalah gambar bintang yang menampilkan nilai kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Ini menyiratkan bahwa kita adalah warga yang percaya
kepada Tuhan. Simbol kedua adalah gambar rantai yang menampilkan nilai kemanusiaan.
Hal ini mau menyiratkan bahwa kita adalah manusia yang menjunjung tinggi
nilai-nilai keadaban. Simbol ketiga adalah gambar pohon beringin yang
menampilkan nilai persatuan. Dengan ini kita diajak untuk menjaga keutuhan
NKRI. Simbol keempat adalah gambar kepala banteng yang menampilkan nilai
permusyawarahan. Di sini ada nilai dialog, menghargai dan menghormati
perbedaan, dll. Simbol kelima adalah gambar padi kapas yang menampilkan nilai
keadilan sosial.
Selain di dada burung Garuda kita, masih ada sebuah nilai
luhur yang menggambarkan keindonesiaan kita. Persisnya di bawah, ada sebuah
pita yang dicengkram kaki burung Garuda kita. Pada pita itu ada tulisan:
BHINEKA TUNGGAL IKA. Simbol ini mau menyampaikan kepada kita bahwa Indonesia
adalah negara yang plural, tapi kita adalah satu. Dengan kata lain, Garuda kita
mengakui adanya pluralitas.
Akan tetapi, apa yang terjadi dengan “Garuda Merah”? Semua
nilai-nilai yang ada di dalam Garuda kita dihilangkan. Garuda Merah telah
menghilangkan nilai kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa, kemanusiaan,
kesatuan, permusyawarahan dan keadilan. Di samping itu, Garuda Merah menghapus
makna pluralitas. Apakah ini berarti Garuda Merah tidak mengakui adanya
keanekaragaman di negeri ini?
Mungkin terlalu naïf jika saya berpikiran demikian. Namun,
pertanyaan yang selalu mengusik akal sehat saya adalah kenapa Garuda kita yang
sudah begitu bagus dan kaya akan nilai-nilai luhur harus diganti dengan Garuda
Merah. Kenapa, demi sebuah warna (yaitu merah), orang begitu seenaknya saja menghilangkan
nilai-nilai luhur Garuda kita?
Kita sadar bahwa salah satu tantangan bangsa ini adalah
kurangnya penghayatan akan nilai-nilai luhur yang ada pada Garuda kita.
Pancasila seakan kehilangan power-nya,
dan Garuda kita menjadi semakin lemah. Mungkin situasi ini menjadi inspirasi
lahirnya Garuda Merah. Karena sudah buram niai-nilainya, maka sekalian saja
dihapus dengan warna merah sehingga menjadi Garuda Merah.
Jika memang demikian, tentulah saya akan menolak. Keburaman
nilai-nilai yang ada pada Garuda kita bukan menjadi alasan untuk menghapusnya.
Justru kita harus membangkitkannya kembali. Karena itulah, perlu diadakan
revolusi mental supaya nilai-nilai luhur yang ada pada Garuda kita kembali
tumbuh di negeri ini. Kita harus mengembalikan Garuda kita ke jati dirinya yang
sebenarnya.
Tugas mengembalikan nilai-nilai luhur itu bukan hanya tugas
para pemimpin negeri ini saja, melainkan tugas semua warga. Kita semua, sesuai
dengan peran kita masing-masing, bahu membahu mewujudkan nilai-nilai luhur
tersebut. Dengan mewujudkan nilai-nilai luhur itu, secara tidak langsung kita
sudah mengembalikan Garuda kita.
Mari kita singkirkan merah di Garuda kita sehingga Garuda
kita kembali menjadi Garuda Pancasila.
Jakarta, 1 Juli 2014
by: adrian
Baca juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar