Sabtu, 19 Juli 2014

Bunda Maria yang Berduka

MARIA BUNDA BERDUKACITA
“Aku ini Bundamu yang berdukacita. Milikkulah semua dukacitamu. Juga bagimu, pada masa ini penderitaan dan penindasan semakin bertambah. Sebab kamu hidup di masa hati manusia telah menjadi beku, tertutup oleh egoisme yang picik.

Umat manusia terus bergegas di jalan penolakan keras kepala terhadap Allah, kendati segala nasehat keibuanku dan tanda-tandaku terus dilimpahkan oleh Kerahiman Tuhan. Demikianlah wabah dosa, kebencian dan kekerasan semakin merajalela. Dan kurban yang paling rentan adalah anak-anakku, yang tidak punya pembela dan mereka yang tidak memiliki perlindungan.

Saat ini betapa banyak orang miskin, yang tidak punya apa-apa, dan yang hidup dalam keadaan yang memprihatinkan dan tidak manusiawi, tanpa pekerjaan yang tetap, tanpa sarana hidup yang layak. Dan betapa banyak orang yang menyimpang jauh dari Allah serta Hukum Kasih-Nya, yang direngut oleh pasukan tangguh orang-orang yang mengajarkan ateisme.

Umat manusia hidup di padang gurun, yang tandus dan dingin; belum pernah seperti sekarang mereka begitu terancam. Penderitaan umat manusia terangkum di dalam Hatiku yang Tak Bernoda. Saat ini, lebih dari kapan pun, aku adalah Bunda yang berdukacita, dan air mata berjatuhan dari mataku yang rahim. Dengarkanlah Ibumu dan jangan menjauh dari kasih Bundamu yang berdukacita, yang ingin menuntun kamu semua kepada keselamatan.

Putra-putraku terkasih, pada saat ini kamu harus menjadi tanda dukacitaku yang mendalam. Di dalam hatimu, bersamaku tanggunglah penderitaan dunia dan Gereja, yang sedang menghadapi sakratulmaut dan sengsaranya yang menyelamatkan. Kiranya hanya dari penderitaan kita inilah suatu era damai yang baru akan bersemi bagi semua orang.”
Ponta Grossa, 15 September 1981
diedit dari: Marian Centre Indonesia, Kepada Para Imam: Putra-putra Terkasih Bunda Maria. (hlm 511 – 512)

2 komentar:

  1. Kutipan di atas merupakan pernyataan Bunda Maria, yang disampaikannya dalam komunikasi batin dengan Rm. Gobbi

    BalasHapus
  2. perkataan Bunda Maria senada dengan puisi "Ketika Suara Hati Mati", dan itu masih terjadi hingga kini. Banyak orang, apapun jabatan dan perannya, sudah kehilangan nurani sehingga kejahatan semakin menjadi.

    BalasHapus