Kamis, 05 September 2013

Partai Keadilan Sejahtera - Ikhwanul Muslimin

Joko Widodo, atau yang lebih populer dengan sebutan Jokowi, memang lagi fenomenal. Elektabilitas dirinya untuk calon presiden RI 2014 mengalahkan calon lain yang sudah lebih dahulu malang melintang di jagat politik. Bahkan ketua-ketua partai besarpun tak sanggup menandinginya. Orang sekelas Amien Rais pun kalah dibuatnya, sehingga Amien Rais terpaksa menggunakan cara kotor untuk menjatuhkan Jokowi. Namun, semakin dijatuhkan, semakin tegak berdiri Jokowi.

Kuatnya posisi Jokowi menjadi calon presiden RI 2014 membuat gerah pimpinan partai islam, yang sedang terbelit masalah korupsi daging sapi, yaitu Partai Keadilan Sejahtera. Seakan kasus daging impor sapi sudah hilang, mereka sibuk mengurus penjegalan Jokowi menjadi presiden. Partai, yang mantan pimpinan umumnya tersandung bukan hanya kasus korupsi, melainkan juga masalah seks dengan gadis di bawah umur, berusaha menghalangi laju Jokowi menuju puncak RI-1.

Karena itu, Ketua Bidang Humas DPP PKS, Mardani Alisera, berkata, “Parpol islam dan ormas islam agar bersatu dalam pilpres. Umat islam, khususnya para pemimpinnya, harus sadar pilpres sangat strategis untuk umat.” (Bangka Pos, 28 Agustus 2013, hlm. 2). Tentulah umat yang dimaksud Mardani adalah umat islam. Pernyataan humas PKS ini jelas-jelas merupakan upaya menahan laju Jokowi. PKS melihat bahwa sosok Jokowi sebagai ancaman bagi umat islam (meski Jokowi sendiri adalah seorang muslim). PKS menilai bahwa Jokowi tak layak menjadi presiden, yang berarti juga memimpin umat islam Indonesia.

Dari pernyataan Ketua Bidang Humas DPP Partai Keadilan Sejahtera ini, satu hal yang bisa disimpulkan adalah bahwa politik PKS adalah politik islam, bukan politik bangsa. Politik seperti ini merupakan politik “katak dalam tempurung.” PKS membuat dikotomi antara islam dan nonislam dalam berpolitiknya. Terlihat jelas bahwa PKS hanya memperhatikan kepentingan umat islam dan tak peduli dengan kepentingan bangsa. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa Partai Keadilan Sejahtera hendak menyangkal pluralisme bangsa Indonesia. Mereka tidak melihat bahwa bangsa Indonesia bukan hanya umat islam, melainkan umat dari agama lain.

Melihat hal ini dapatlah dikatakan bahwa politik PKS tak jauh berbeda dengan politiknya Ikhwanul Muslimin di Mesir. Pernyataan Mardani di atas membenarkan bahwa PKS memang merupakan penjelmaan Ikhwanul Mislimin di Indonesia. Atau secara halus bisa dikatakan bahwa PKS adalah kaki tangan Ikhwanul Muslimin.

Mengapa PKS identik dengan Ikhwanul Muslimin?

Satu kesamaan mereka adalah bahwa mereka menolak adanya keragaman umat beragama. Salah satu penyebab kekacauan politik di Mesir saat ini adalah Ikhwanul Muslimin yang mengendalikan Muhammad Mursi. Mereka berusaha menutup fakta bahwa bangsa Mesir adalah bangsa majemuk, sekalipun umat islam sebagai mayoritas. Akan tetapi Ikhwanul Muslimin, melalui Presiden Mursi, mau membuat Mesir sebagai negara islam, dengan menjalankan politik islam. Inilah yang membuat rakyat berontak, sehingga terjadilah penggulingan kekuasaan.

Hal ini terlihat juga dengan PKS. Mereka tidak setuju jika Jokowi, yang bukan berasal dari partai islam, apalagi partainya, menjadi presiden dan memimpin mayoritas umat islam. Hal ini bertentangan dengan politik islam. Karena itu, Jokowi harus dicegah. Mereka ingin agar bangsa Indonesia dipimpin oleh orang islam yang bisa mereka kendalikan, sama seperti Ikhwanul Muslimin yang mengendalikan Mursi.

Pernyataan Mardani Alisera membuktikan bahwa PKS sama seperti Ikhwanul Muslimin, menolak adanya keragaman masyarakat Indonesia. Politik PKS tidak mempedulikan rakyat Indonesia yang nonislam. Mungkin bagi PKS orang Indonesia itu adalah orang islam. Partai Keadilan Sejahtera ini sepertinya lupa bahwa dasar negara kita adalah Pancasila, yang disimbolkan dengan Burung Garuda yang mencengkram pita bertuliskan BHINNEKA TUNGGAL IKA. Adalag fakta nyata bahwa bangsa Indonesia ini berbhinneka, beraneka ragam. Namun, seperti Ikhwanul yang menyangkal keanekaan rakyat Mesir, PKS juga menyangkal fakta pluralistas masyarakat Indonesia.

Padahal jika Jokowi naik menjadi presiden, ia akan juga memperhatikan kepentingan umat islam. Politik Jokowi adalah politik bangsa. Dia tidak mempunyai dikotomi islam dan nonislam. Hal ini sudah terbukti dengan penanganan DKI Jakarta. Orientasi politik Jokowi adalah warga DKI Jakarta, khususnya yang menengah ke bawah. Jokowi tak peduli apakah mereka itu islam atau bukan; apakah mereka itu memilihnya waktu pilkada lalu atau tidak. Perhatian Jokowi adalah kesejahteraan masyarakat seluruhnya.

Maka, atas pernyataan Ketua Humas DPP PKS itu, kiranya perlu disikapi serius oleh anak bangsa ini. Satu pertanyaan sederhana: apakah kita mau seperti Mesir? Jika kita hendak mempertahankan ke-Indonesia-an negeri ini, maka JANGAN pilih orang-orang dari PKS. Masalah korupsi dan seks saja belum bisa mereka atasi, sekarang mereka sibuk mau mengurus negeri ini. Tentulah bakalan kacau negeri ini.
Pangkalpinang, 28 Agust 2013
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar