Joko Widodo, atau yang lebih populer dengan sebutan Jokowi,
memang lagi fenomenal. Elektabilitas dirinya untuk calon presiden RI 2014
mengalahkan calon lain yang sudah lebih dahulu malang melintang di jagat politik.
Bahkan ketua-ketua partai besarpun tak sanggup menandinginya. Orang sekelas
Amien Rais pun kalah dibuatnya, sehingga Amien Rais terpaksa menggunakan cara
kotor untuk menjatuhkan Jokowi. Namun, semakin dijatuhkan, semakin tegak
berdiri Jokowi.
Kuatnya posisi Jokowi menjadi calon presiden RI 2014 membuat
gerah pimpinan partai islam, yang sedang terbelit masalah korupsi daging sapi,
yaitu Partai Keadilan Sejahtera. Seakan kasus daging impor sapi sudah hilang,
mereka sibuk mengurus penjegalan Jokowi menjadi presiden. Partai, yang mantan
pimpinan umumnya tersandung bukan hanya kasus korupsi, melainkan juga masalah
seks dengan gadis di bawah umur, berusaha menghalangi laju Jokowi menuju puncak
RI-1.
Karena itu, Ketua Bidang Humas DPP PKS, Mardani Alisera,
berkata, “Parpol islam dan ormas islam agar bersatu dalam pilpres. Umat islam,
khususnya para pemimpinnya, harus sadar pilpres sangat strategis untuk umat.” (Bangka Pos, 28 Agustus 2013, hlm. 2).
Tentulah umat yang dimaksud Mardani adalah umat islam. Pernyataan humas PKS ini
jelas-jelas merupakan upaya menahan laju Jokowi. PKS melihat bahwa sosok Jokowi
sebagai ancaman bagi umat islam (meski Jokowi sendiri adalah seorang muslim).
PKS menilai bahwa Jokowi tak layak menjadi presiden, yang berarti juga memimpin
umat islam Indonesia.
Dari pernyataan Ketua Bidang Humas DPP Partai Keadilan
Sejahtera ini, satu hal yang bisa disimpulkan adalah bahwa politik PKS adalah
politik islam, bukan politik bangsa. Politik seperti ini merupakan politik “katak
dalam tempurung.” PKS membuat dikotomi antara islam dan nonislam dalam berpolitiknya.
Terlihat jelas bahwa PKS hanya memperhatikan kepentingan umat islam dan tak
peduli dengan kepentingan bangsa. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa Partai
Keadilan Sejahtera hendak menyangkal pluralisme bangsa Indonesia. Mereka tidak
melihat bahwa bangsa Indonesia bukan hanya umat islam, melainkan umat dari
agama lain.
Melihat hal ini dapatlah dikatakan bahwa politik PKS tak jauh
berbeda dengan politiknya Ikhwanul Muslimin di Mesir. Pernyataan Mardani di
atas membenarkan bahwa PKS memang merupakan penjelmaan Ikhwanul Mislimin di
Indonesia. Atau secara halus bisa dikatakan bahwa PKS adalah kaki tangan
Ikhwanul Muslimin.
Mengapa PKS identik dengan Ikhwanul Muslimin?
Satu kesamaan mereka adalah bahwa mereka menolak adanya
keragaman umat beragama. Salah satu penyebab kekacauan politik di Mesir saat
ini adalah Ikhwanul Muslimin yang mengendalikan Muhammad Mursi. Mereka berusaha
menutup fakta bahwa bangsa Mesir adalah bangsa majemuk, sekalipun umat islam
sebagai mayoritas. Akan tetapi Ikhwanul Muslimin, melalui Presiden Mursi, mau
membuat Mesir sebagai negara islam, dengan menjalankan politik islam. Inilah
yang membuat rakyat berontak, sehingga terjadilah penggulingan kekuasaan.
Hal ini terlihat juga dengan PKS. Mereka tidak setuju jika
Jokowi, yang bukan berasal dari partai islam, apalagi partainya, menjadi
presiden dan memimpin mayoritas umat islam. Hal ini bertentangan dengan politik
islam. Karena itu, Jokowi harus dicegah. Mereka ingin agar bangsa Indonesia dipimpin oleh
orang islam yang bisa mereka kendalikan, sama seperti Ikhwanul Muslimin yang
mengendalikan Mursi.
Pernyataan Mardani Alisera membuktikan bahwa PKS sama seperti
Ikhwanul Muslimin, menolak adanya keragaman masyarakat Indonesia. Politik PKS
tidak mempedulikan rakyat Indonesia yang nonislam. Mungkin bagi PKS orang
Indonesia itu adalah orang islam. Partai Keadilan Sejahtera ini sepertinya lupa
bahwa dasar negara kita adalah Pancasila, yang disimbolkan dengan Burung Garuda
yang mencengkram pita bertuliskan BHINNEKA TUNGGAL IKA. Adalag fakta nyata
bahwa bangsa Indonesia ini berbhinneka, beraneka ragam. Namun, seperti Ikhwanul
yang menyangkal keanekaan rakyat Mesir, PKS juga menyangkal fakta pluralistas
masyarakat Indonesia.
Padahal jika Jokowi naik menjadi presiden, ia akan juga
memperhatikan kepentingan umat islam. Politik Jokowi adalah politik bangsa. Dia
tidak mempunyai dikotomi islam dan nonislam. Hal ini sudah terbukti dengan
penanganan DKI Jakarta. Orientasi politik Jokowi adalah warga DKI Jakarta,
khususnya yang menengah ke bawah. Jokowi tak peduli apakah mereka itu islam
atau bukan; apakah mereka itu memilihnya waktu pilkada lalu atau tidak.
Perhatian Jokowi adalah kesejahteraan masyarakat seluruhnya.
Maka, atas pernyataan Ketua Humas DPP PKS itu, kiranya perlu
disikapi serius oleh anak bangsa ini. Satu pertanyaan sederhana: apakah kita
mau seperti Mesir? Jika kita hendak mempertahankan ke-Indonesia-an negeri ini,
maka JANGAN pilih orang-orang dari PKS. Masalah korupsi dan seks saja belum
bisa mereka atasi, sekarang mereka sibuk mau mengurus negeri ini. Tentulah
bakalan kacau negeri ini.
Pangkalpinang, 28 Agust 2013
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar