Kamis, 28 Februari 2013

Jangan Percaya Politik

Setelah ditetapkan sebagai tersangka (Jumat, 22 Februari), ada begitu banyak tokoh datang melawat Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat, di rumah kediamannya. Ada tokoh dari partai lain, ada dari tokoh HMI, seperti Akbar Tanjung, dan ada juga Mahfud MD, yang datang dalam kapasitas beliau sebagai pengurus KAHMI. Tujuan kedatangan mereka hanya satu: memberi dukungan moral kepada Anas. Soal dukungan ini, datang juga dari KAHMI yang akan menyiapkan pengacara untuk membela Anas.

Di balik semua aksi itu, masyarakat awam tidak hanya melihatnya sebagai dukungan moral tetapi pencitraan bahwa masalah penetapan Anas sebagai tersangka adalah rekayasa politik. Dari sini masyarakat digiring pada suatu kesimpulan bahwa Anas itu benar, baik dan hanya menjadi korban politik. Benarkah Anas baik?

Dari pernyataan Anas dalam konfrensi pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Sabtu, 23 Februari, ditambah dengan keterangan mantan Wakil Direktur Eksekutif DPP Partai Demokrat, Muhammad Rahmad, Minggu 24 Februari (KOMPAS, 25 Februari), saya cuma dapat mengatakan bahwa Anas itu ternyata JAHAT. Kata ‘jahat’ di sini bukan dalam arti kriminal, melainkan lebih pada makna moral.

Mengapa saya katakan Anas itu jahat? Bukankah dia bertekad untuk berdiri di barisan terdepan dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi (KOMPAS, 25 Februari)?

Jika kita menyimak pernyataan Anas saat konferensi pers di kantor DPP Partai Demokrat dan ditunjang pernyataan Muhammad Rahmad, saya mengambil kesimpulan bahwa tekad Anas untuk menegakkan hukum dan memberantas korupsi merupakan aksi balas dendam atas penetapan dirinya sebagai tersangka korupsi. Tekad Anas tersebut hanyalah merupakan kamuflase atas ketersangkaan dirinya. Tidak ada niat murni dalam dirinya untuk menegakkan hukum dan memberantas korupsi.

Apabila memang benar tekad tersebut adalah murni, sudah dari dulu Anas akan membongkar atau membuka halaman-halaman kasus korupsi. Kenapa setelah ditetapkan sebagai tersangka Anas baru membuka halaman pertama, yang umumnya masih basa-basi? Cerita utama biasanya ada pada halaman-halaman berikutnya. Dan kalau Anas sudah membuka dari dulu, maka sekarang kita sudah membaca cerita utamanya. Karena itu, tekad Anas hanyalah bohong belaka. Anas hanya mau pencitraan.

Simak juga pernyataan Muhammad Rahmad. Menurut Rahmad, Anas punya data terkait penyelewengan sejumlah kasus, termasuk dana talangan Rp. 6,7 Triliun untuk Bank Century. Semenjak menjadi ketua umum, Anas sudah berupaya memberantas praktik jual-beli surat keputusan partai dan sebagainya. “Karena itu, menurut hemat saya, saat ini adalah saat yang tepat bagi Anas untuk melakukan pemberantasan korupsi dalam skala lebih besar,” ujar Rahmad.

Dari sini terlihat jelas bahwa perjuangan untuk membongkar kasus korupsi skala besar dimotivasi untuk balas dendam dan untuk kepentingan pribadi; bukannya demi penegakan hukum serta demi kebaikan umum. Jika memang demi hukum dan demi rakyat, maka sudah seharusnya sejak dulu Anas membongkar kasus korupsi skala besar yang dia tahu, tanpa harus menunggu status tersangka dirinya.

Dari alasan-alasan inilah saya menilai Anas itu JAHAT. Sekali lagi kata ‘jahat’ di sini dalam pengertian moral, bukan kriminal. Tanpa harus menunggu pembuktian akhir atau vonis hukum, Anas adalah jahat. Kehadirannya dalam dunia politik tidak murni untuk rakyat, melainkan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Karena itu, masalah ini menjadi pembelajaran bagi masyarakat agar jangan mudah terkecoh dengan penampilan kalem seseorang. Sekalipun latar belakangnya HMI, tidak lantas berarti dia menjadi baik. Dari buahnyalah kita bisa menilai pohon itu baik atau tidak, bukan dari petaninya atau dari tanahnya. Karena ada juga tanah subur dan petaninya ahli, tapi pohon itu tidak menghasilkan buah yang baik.

Masalah ini juga menjadi bahan pelajaran bagi masyarakat untuk menyikapi suatu partai politik. Bisa saja suatu partai menyatakan dirinya partai yang bersih dan anti korupsi, tapi tidak berani memberantas korupsi di tubuhnya sendiri. Terhadap kasus Anas ini, biarkanlah KPK bekerja dan memutuskannya.
Kita hanya penonton.  Dan penonton yang baik adalah penonton yang duduk manis sambil menikmati acara, bukan dengan ikut dalam acara. Misalnya melempar pemain dengan botol mineral atau masuk ke arena permainan sehingga mengacaukan acara.

by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar