Pendahuluan
Judul yang diberikan panitia untuk menjadi pokok bahasan pada pertemuan konvenda karismatik Sumatera adalah, “PD Karismatik sebagai KBG”. Judul ini menjadi semakin menarik dan relevan justru karena KBG telah digulirkan sebagai suatu program nasional sejak pertemuan di Bogor tahun 2000 lalu. Sayangnya bahwa tanpa ada kejelasan dan pedoman yang jelas mengenai KBG orang kemudian sampai pada suatu kesimpulan bahwa setiap kelompok atau gerakan adalah KBG. Padahal tidak setiap kelompok atau gerakan dinamakan KBG. Atas dasar argumen pokok ini, saya akhirnya mengubah judul yang diberikan panitia menjadi “GPK/PD Karismatik: Animator KBG”.[*]
Apa yang dipaparkan berikut ini adalah jawaban atas pertanyaan mengapa tidak semua kelompok atau gerakan – termasuk karismatik – dinamakan KBG? Untuk itu tulisan ini dibagi ke dalam 5 pokok bahasan, yaitu,
1. * Siatuasi konkret Indonesia
2. * Komunitas basis Gerejawi
3. * Gerakan Pembaharuan Karismatik
4. * Perbedaan antara KBG dan gerakan karismatik
5. * Karismatik sebagai animator KBG
1. Situasi Konkret Indonesia: Citra Allah Telah Dirusakkan
Sidang tahunan KWI 2001 yang lalu berbicara banyak tentang citra Allah yang telah dirusakkan. Pembicaraan ini didasari pada situasi aktual negeri kita yang karut marut akibat berbagai bencana dan kejahatan. Gambaran aktual ini saya angkat kembali untuk menggugat keterlibatan nyata kita dalam menyikapi malapetaka yang tengah terjadi demi memperbaiki citra Allah.
2. Komunitas Basis Gerejawi
2.1. Gereja dan KBG ibarat jantung lemah dan pacu jantung
Dengan menanamkan pacu jantung, tidak serta merta orang yang menderita lemah jantung akan menjadi sehat, sebab hal ini juga menyangkut perubahan pola hidup seseorang (makanan, kerja, istirahat, dsb). Tanpa adanya perubahan pola hidup, alat pacu jantung tidak akan berguna dan bahkan tidak menolong.
Demikian halnya Gereja kita saat ini bagaikan orang yang lemah jantung yang segera membutuhkan alat pacu jantung. Dan pacu jantung itu adalah Komunitas Basis Gerejawi. Namun tetap menuntut adanya perubahan perilaku dalam hidup menggereja. Hanya dengan demikian KBG yang ditanamkan di dalam tubuh Gereja sungguh berfungsi menghidupkan Gereja.
2.2. KBG menurut dokumen resmi Gereja
Komunitas Basis Gerejawi sebagai a new way of being Church sudah diusulkan untuk diterapkan. Evangelii Nuntiandi sejak tahun 1975 sudah berbicara mengenai Komunitas Basis Gerejawi (cf. No. 58): “Sinode tahun 1974 memberikan perhatian yang cukup terhadap jemaat-jemaat kecil atau communautes de base, sebab hal ini kerap dibicarakan dalam Gereja dewasa ini.” Di sini dibedakan antara komunitas yang timbul karena keinginan membuat Gereja lebih hidup dan tetap dalam struktur paroki (KBG) dan komunitas yang timbul karena ingin mengeritik Gereja yang sudah menjadi seperti “lembaga”. Kerap kecenderungan yang kedua ini menempatan diri sebagai kelompok oposisi terhadap Gereja. Komunitas demikian disebut komunitas sosiologis yang tidak dapat disebut sebagai communautes de base gerejawi.
Dalam dokumen Redemptoris Missio dikatakan bahwa “suatu fenomena yang sedang bertumbuh dengan cepat di Gereja-gereja muda, sesuatu yang kadang-kadang didorong oleh para uskup dan konferensinya sebagai prioritas pastoral, adalah apa yang dinamakan “komunitas-komunitas basis Gerejawi” (atau juga dikenal dengan nama lain), yang terbukti menjadi pusat yang baik bagi pembinaan iman Kristen dan penyebaran misioner. Komunitas tersebut merupakan sekelompok orang Kristen yang pada tingkat keluarga ataupun dalam lingkungan terbatas berkumpul bersama untuk berdoa, membaca Kitab Suci, mengadakan katekese dan berdiskusi tentang aneka masalah manusiawi dan gerejawi dengan maksud untuk melihat komitmen bersama. Komunitas-komunitas itulah yang menjadi tanda adanya kehidupan di dalam Gereja, suatu sarana pembinaan dan penginjillan dan suatu titik pangkal yang kokoh bagi masyarakat baru yang dilandaskan pada peradaban cinta.” (no 51).
Dalam dokumen Gereja di Asia yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II (1999), dikatakan juga mengenai KBG: “.... para Bapa Sinode menggaris-bawahi nilai jemaat-jemaat gerejawi basis sebagai cara memajukan persekutuan dan keikutsertaan dalam paroki-paroki dan dioses-dioses, lagi pula sebagai kekuatan sejati bagi pewartaan Injil”. Selanjutnya Paus membedakan KBG dari gerakan-gerakan pembaharuan yang juga baik karena “mengajak umat untuk hidup lebih mesrah dengan Allah melalui iman dan sakramen-sakramen dalam memupuk pertobatan hidup” (no. 25). Lebih lanjut Paus mengatakan, “Termasuk tanggung jawab para gembala untuk menuntun, mendampingi dan mendorong kelompok-kelompok itu, supaya mereka sungguh berintegrasi ke dalam hidup dan misi paroki dan dioses... jangan menyajikan diri sebagai alternatif-alternatif bagi struktur-struktur diosesan dan hidup paroki. Persekutuan makin kuat-mantap, bila para pemuka setempat dalam gerakan-gerakan itu bekerja sama dengan gembala-gembala dalam semangat cinta kasih demi kebaikan seluruh umat” (no 25). Terang bagi kita bahwa Komunitas Basis Gerejawi dan aneka gerakan pembaharuan itu berbeda. Dengan kata lain, gerakan pembaharuan bukan Komunitas Basis Gerejawi meski kelompok mereka dapat dikatakan sebagai sebuah “komunitas”.
Karena KBG merupakan bagian dari stasi, dan stasi adalah bagian dari paroki, dan dioses adalah bagian dari Gereja universal, maka KBG harus bersifat teritorial, bukan kategorial. Meski teritori bukan merupakan bagian esensial dari KBG tetapi perlu ada pembatasan yang tegas demi kesatuan semua anggota komunitas (determinasi dan unifikasi umat).
Berangkat dari gagasan-gagasan di atas, secara singkat KBG dapat dijelaskan sebagai berikut:
$ Komunitas:
=>Ada relasi antara semua anggota, ada solidaritas antara anggota yang nyata dalam hal saling membantu
=>Partisipasi dalam kegiatan KBG karena sadar dan bertanggung jawab atas kepentingan bersama (common commitment and mission).
$ Basis dengan beberapa pengertian:
=>Sosiologis: merakyat, berhubungan dengan akar rumput atau dekat dengan masyarakat paling bawah/rendah
=>Teologis: prinsip dasar kristiani atau merupakan bagian esensial dari Gereja sebagai Umat Allah
=>Deskriptis: titik awal dari sesuatu, cara bekerja dari bottom up dan juga menggambarkan jaringan kerja (network).
=>Strategis: untuk mencapai cita-cita Gereja, KBG punya posisi yang sangat penting. Kalau KBG dikuatkan dan hubungan antara KBG – KBG juga dieratkan, maka akan terjadi suatu jaringan kerja yang dapat saling membantu dan saling memperkuat dalam usaha mencapai tujuan Gereja dan masyarakat pada umumnya
$ Gerejawi:
=>Kata sifat gerejawi menggambarkan unsur konstitutip (yang menentukan) dari KBG, sebab di dalam KBG sudah terkandung Yesus Kristus yang menjadi dasar dan sumber hidup KBG. Dalam dan melalui KBG inilah Gereja berkembang dan mungkin sampai pada suatu model Gereja yang baru berdasarkan refleksi teologis umat. Dengan demikian KBG adalah Gereja yang hidup. Di dalam KBG unsur manusiawi yang sudah ada dan hidup dapat dilanjutkan dan diwujudkan dalam kehidupan bersama dengan umat dari kelompok lain dalam masyarakat.
=>Jelas bahwa KBG mesti menjadi basis pemberdayaan umat, basis pembangunan Gereja dan masyarakat. Dari basis yang kuat inilah KBG akhirnya mesti bermuara pada pengembangan komunitas lintas suka-agama-ras-antargolongan.
3. Gerakan Pembaharuan Karismatik
Dalam Redemptoris Missio, Paus Yohanes Paulus II menegaskan: “Kami teringat lagi akan cepatnya pertumbuhan dari gerakan-gerakan yang penuh dengan dinamisme misioner, sebagai suatu perkembangan baru yang muncul dalam banyak Gereja pada waktu-waktu belakangan ini. Apabila gerakan-gerakan ini dengan rendah hati berusaha menjadi bagian dari Gereja-gereja setempat dan juga disambut oleh para Uskup dan para imam dalam dioses dan struktur-struktur paroki, maka mereka memperlihatkan suatu karunia pemberian sejati dari Allah untuk usaha penginjilan baru sekaligus juga untuk apa yang dengan sangat tepat disebut sebagai kegiatan misioner. Karena itu, kami menganjurkan supaya mereka disebarluaskan dan agar mereka digunakan untuk memberikan kekuatan baru, khususnya di antara kaum muda, kepada hidup Kristen dan penginjilan...” (no 72).
Dari segala gerakan yang muncul, rasanya yang paling kuat dan menyebar sampai juga di Indonesia adalah Gerakan Pembaharuan Karismatik (Charismatic Renewal Movement). Di Indonesia, Gerakan Pembaharuan Karismatik (GPK) diterima dan bekerja serta berkembang di banyak Keuskupan Indonesia, meski tidak semua keuskupan mau menerima kehadiran gerakan ini dengan berbagai alasan.
Tentang kriteria kegerejaan untuk kelompok-kelompok kaum awam, Paus Yohanes Paulus II menyampaikan himbauannya dalam surat apostoliknya. Beliau berkata, “Selalu dari perspektif persekutuan serta tugas Gereja, dan bukan karena menentang kebebasan berserikat bahwa orang mengerti perlunya memiliki kriteria yang jelas dan pasti untuk melihat dan mengakui kelompok-kelompok kaum awam semacam itu, yang juga disebut kriteria kegerejaan.” (CH.FL, no 30). Lebih lanjut Bapa Paus menyampaikan ciri-ciri dari kelompok kaum awam:
* Pengutamaan yang diberikan kepada panggilan setiap orang Kristen kepada kekudusan
* Tanggung jawab mengakui iman Katolik dengan memeluk dan mempermaklumkan kebenaran Kristus, Gereja dan umat manusia dalam ketaatan kepada Magisterium Gereja sebagaimana Gereja menafsirkannya.
* Kesaksian akan suatu persekutuan yang kuat lagi asli dalam hubungan sebagai anak dengan Paus dan Uskup setempat.
* Persesuaian dengan dan partisipasi di dalam sasaran-sasaran kerasulan Gereja, yakni evangelisasi dan pengudusan umat serta pembentukan hati nurani umat.
* Komitmen kepada kehadiran di dalam masyarakat manusia, yang di dalam cahaya Ajaran Sosial Gereja, mengabdikan kepada martabat pribadi yang utuh.
Kelima persyaratan atau ciri khas di atas dapat dilihat pada buah-buahnya. Ada beberapa buah yang bisa dilihat, yaitu:
@ Pengertian yang diperbaharui mengenai doa.
@ Pembangkitan kembali panggilan kepada pernikahan Kristen, imamat pelayanan dan kehidupan yang dibaktikan.
@ Kesediaan berpartisipasi di dalam program-program dan kegiatan Gereja pada tingkat lokal, nasional dan internasional.
@ Komitmen kepada katekese dan kemampuan untuk mengajar dan membimbing umat Kristen.
@ Keinginan supaya hadir sebagai orang Kristen di dalam pelbagai kegiatan sosial serta membangkitkan karya-karya amal kasih, kebudayaan dan spiritual.
@ Pertobatan kepada kehidupan Kristen atau kembali kepada persekutuan Gereja.
Hubungan KBG dan GPK dapat dibandingkan dengan hubungan tubuh dan vitamin. Tubuh yang sakit dan tidak kuat membutuhkan vitamin tambahan atau suplemen. Di sini vitamin ada untuk tubuh, bukan tubuh untuk vitamin. Karena itu, vitamin tidak pernah menjadi lebih besar dari tubuh. Demikian halnya KBG dan GPK. Gerakan Pembaharuan Karismatik harus menjadi vitamin penambah gairah hidup KBG. Dan seperti vitamin tidak lebih besar dari tubuh, GPK juga mesti tak pernah boleh menjadi lebih besar dari KBG yang ia abdi. GPK harus membantu agar KBG menjadi lebih bersemangat dalam menghayati ajaran Yesus sebagaimana yang tertuang di dalam Kitab Suci. Dan itulah yang ditegaskan oleh Sri Paus di atas.
Jadi, dengan mengatakan bahwa GPK merupakan vitamin, saya mau menegaskan bahwa GPK bukan sebuah KBG. GPK adalah bagian dari KBG. Sama halnya satu keluarga yang terdiri dari bapa, ibu dan anak-anak. Mereka bisa saja memiliki dan sibuk dengan pekerjaan masing-masing, tetapi mereka selalu harus membagikan apa yang mereka peroleh dari pekerjaannya sebagai sumbangan demi kehidupan keluarga.
4. Perbedaan antara KBG dengan GPK
Di atas kita sudah melihat bahwa KBG itu harus dibedakan dari GPK, mesti keduanya bisa menjadi satu kesatuan. Artinya, ada perbedaan antara keduanya. Beberapa perbedaan yang perlu ditonjolkan adalah sebagai berikut:
# Keanggotaan KBG bersifat tetap, sedangkan GPK bersifat transitoris (kalau tujuan sudah tercapai ia boleh berhenti). Seseorang bisa berhenti dari keanggotaan karismatik tetapi dia tidak bisa berhenti dari keanggotaan KBG.
# Yang penting dalam GPK adalah pengurusnya yang senantiasa memberikan kesegaran rohani kepada semua orang yang merindukan, tidak tergantung pada jumlah anggota (banyak atau sedikit). Karena itu GPK tidak mesti memiliki anggota yang banyak.
# KBG merupakan jawaban menyeluruh terhadap keseluruhan kehidupan, sedangkan GPK bersifat khusus; artinya tertuju pada memberikan kesegaran rohani kepada umat yang datang pada pertemuan mingguan. Jadi, GPK hanya melayani salah satu aspek tertentu dari kehidupan manusia.
5. GPK/PDK sebagai Animator KBG
Sebagai vitamin dari KBG, apa yang dapat GPK perbuat? Sehubungan dengan ini, saya berpendapat bahwa adalah baik kalau hal ini menjadi bahan permenungan kita. Dari permenungan itu, kita diajak mencari dan menemukan hal-hal apa saja yang bisa disumbangkan oleh GPK demi perkembangan KBG. Sebab dinamisme GPK dan kemantapan KBG hendaknya dipadukan dalam usaha kita untuk mengembangkan iman di Asia, khususnya di Indonesia.
Dalam kesempatan ini, saya ingin men-share-kan pengalaman pribadi saat berada di Keuskupan Pangkalpinang. Ada beberapa sumbangan pemikiran bagi GPK demi perkembangan KBG yang bisa diterapkan di tempat kita masing-masing.
* Menjadi fasilitator dalam pertemuan-pertemuan berkala. Hampir di semua keuskupan kebutuhan akan tenaga fasilitator kian mendesak dan penting, terutama yang secara profesional mendampingi KBG. Kekurangan ini sebenarnya tidak akan terjadi kalau para pengurus dan tenaga ini GPK/PDK siap menjadi fasilitator KBG.
* Karena KBG mendasarkan dirinya pada Kitab Suci, sementara para anggota karismatik sangat mencintai Kitab Suci, maka kursus Kitab Suci dapat diberikan oleh anggota karismatik kepada semua Komunitas Basis Gerejawi.
* Ketrampilan anggota karismatik dalam berevangelisasi semestinya juga ditularkan kepada semua Komunitas Basis Gerejawi melalui kursus dan pelatihan-pelatihan
Penutup
Berhadapan dengan situasi negara kita yang kian karut marut akibat aneka konflik dan bencana, kita ditantang untuk segera menemukan jawaban dalam bentuk usaha nyata – sekalipun kecil, demi memulihkan citra Allah yang telah dirusakkan. Alam yang hancur, martabat manusia yang dihina, pelecehan hak-hak dasariah manusia Indonesia adalah locus di mana Allah berseru dengan nyaring memanggil kita untuk membuktikan jati diri kemuridan kita. Kita adalah animator karya keselamatan Allah di dalam dunia, khususnya di ranah kita masing-masing. Dan di dalam dan melalui communautes de base gerejawi komitmen kita untuk menjadi animator KBG mesti dibuktikan.
by: Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD
Uskup Keuskupan Pangkalpinang
[*] Disampaikan pada pertemuan Konvenda Karismatik Sumatera di Sigi Sutera, Padang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar