Rabu, 08 November 2023

KAJIAN ISLAM ATAS SURAH AL FATH AYAT 29

 


Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. (QS 48: 29)

Umat islam yakin bahwa Al-Qur’an merupakan firman yang langsung berasal dari Allah sendiri. Firman itu disampaikan secara langsung kepada nabi Muhammad (570 – 632 M) melalui malaikat Jibril. Umat islam percaya hanya Muhammad saja penerima wahyu Allah. Dengan kata lain, wahyu Allah hanya disampaikan kepada Muhammad. Berhubung Muhammad adalah seorang yang tidak bisa membaca dan menulis, maka setelah mendapatkan firman Allah itu dia langsung mendiktekan kepada pengikutnya untuk ditulis. Semua tulisan-tulisan itu kemudian dikumpulkan, dan jadilah kitab yang sekarang dikenal dengan nama Al-Qur’an. Karena itu, apa yang tertulis dalam Al-Qur’an adalah merupakan kata-kata Allah sendiri. Tak heran bila umat islam menganggap kitab tersebut sebagai sesuatu yang suci, karena Allah sendiri adalah mahasuci. Penghinaan terhadap Al-Qur’an adalah juga penghinaan terhadap Allah, dan orang yang melakukan hal tersebut wajib dibunuh. Ini merupakan kehendak Allah sendiri, yang tertuang dalam Al-Qur’an (QS al-Maidah: 33).

Keyakinan umat islam bahwa Al-Qur’an merupakan kata-kata Allah didasarkan pada firman Allah sendiri. Ada banyak ayat dalam Al-Qur’an, yang merupakan perkataan Allah, yang mengatakan hal tersebut. Al-Qur’an diturunkan agar menjadi petunjuk bagi umat islam. Setiap umat islam wajib mengikuti apa yang dikatakan dalam Al-Qur’an. Untuk kemudahan ini maka sengaja Allah mudahkan Al-Qur’an (QS al-Qamar: 17). Dengan kata lain, Al-Qur’an adalah kitab yang sudah jelas dan mudah dipahami.

Berangkat dari keyakinan-keyakinan umat islam ini, maka kutipan ayat Al-Qur’an di atas haruslah dikatakan merupakan perkataan Allah sendiri, yang langsung disampaikan kepada Muhammad. Mungkin oleh Allah sendiri atau lewat malaikat Jibril. Yang pastinya, Muhammad adalah lawan bicara dalam penyampaian wahyu Allah tersebut.

Akan tetapi telaah linguistik atas kalimat Allah ini, ditemukan dua hal yang menarik. Pertama, penggunaan kata “Muhammad” dan kata “dia” yang ditafsirkan sebagai Muhammad. Jika kutipan kalimat di atas dipahami dalam konteks pembicaraan dua orang, maka haruslah dikatakan bahwa Muhammad bukanlah lawan bicara Allah/Jibril saat itu. Sangatlah tidak logis informasi tentang Muhammad sebagai utusan Allah disampaikan kepada Muhammad sendiri dengan menggunakan nama Muhammad sendiri. Seharusnya kalimat Allah berbunyi sebagai berikut: Engkau adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamamu ….” Karena yang dipakai adalah nama Muhammad, yang menjadi subyek kalimatnya, maka dapatlah dikatakan bahwa wahyu Allah ini disampaikan bukan kepada Muhammad, melainkan kepada orang lain. Allah hendak menyampaikan kepada orang itu bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Oleh karena itu, telaah linguistik atas kalimat Allah di atas ditemukan satu fakta menarik, yaitu bahwa Muhammad bukan satu-satunya penerima wahyu Allah. Masih ada orang lain lagi. Siapa orang itu, tidaklah jelas.

Kedua, pemaknaan kalimat Allah di atas sungguh sangat menarik. Kalimat pertama dari wahyu Allah dalam ayat 29 ini pertama-tama mau menegaskan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Namun pesan berikutnya sangatlah menarik, karena bisa menjadi sikap umat islam. Frasa “orang-orang yang bersama dengan dia” haruslah ditafsirkan sebagai umat islam. Bersama dengan dia sama artinya bersama dengan Muhammad, dan itu merujuk pada orang-orang yang mengikuti Muhammad. Untuk masa sekarang orang yang mengikuti Muhammad hanyalah kaum muslim. Apa yang harus dilakukan kaum muslim ini terhadap orang kafir dan juga sesama muslim lainnya? Dengan tegas dan jelas dikatakan bahwa umat islam harus bersikap keras terhadap orang kafir, tapi lembut terhadap sesama muslim.

Menjadi pertanyaan, seperti apa “bersikap keras” itu, dan siapa yang dimaksud dengan “orang kafir”. Frasa “bersikap keras” harus dimaknai secara negatif, bukan positif. Bersikap keras itu dapat diwujudkan seperti membenci, bermusuhan, menghina, menyerang, dll. Yang dimaksud orang kafir adalah orang yang tidak menerima Al-Qur’an sebagai kitab suci dan menolak kenabian Muhammad. Secara sederhana orang kafir itu adalah orang yang bukan islam. Al-Qur’an secara tegas menyebut orang Kristen, entah itu katolik maupun protestan, sebagai orang kafir.

Sikap keras umat islam terhadap orang kafir dewasa ini jamak ditemui dalam kehidupan. Penghinaan atau pelecehan terhadap agama non islam, misalnya ditemui dalam kasus Ustad Abdul Somad dengan salib dan jin kafirnya, atau kasus penendangan terhadap sesajian di Bromo. Dalam skala kecil penghinaan itu terekam dalam kata-kata seperti, “Tuhan orang Kristen telanjang” atau “Alkitab sudah tidak asli lagi”, dan masih banyak lainnya. Sikap bermusuhan atau kebencian dapat dilihat dari larangan mengucap selamat natal, atau bertamu ke rumah orang kafir saat hari rayanya, atau makan-minum yang disajikan orang kafir. Penyerangan bisa dijumpai dalam aksi pelarangan ibadah, pelarangan membangun rumah ibadah. Bentuk ekstrem sikap keras terhadap orang kafir terlihat dari aksi radikalisme dan terorisme.

Terhadap contoh-contoh sikap keras umat islam terhadap orang kafir ini tak jarang dijumpai argumentasi untuk sekedar rasionalisasi atau juga apologetis. Kerap umat islam mengatakan bahwa umat kafir juga melakukan penghinaan terhadap agama islam. Memang hal ini benar terjadi. Akan tetapi, perbandingan ini not apple to apple, karena ada perbedaan yang cukup mendasar. Tindakan penghinaan yang dilakukan umat islam didasarkan pada kehendak Allah. Jadi, ketika umat islam menghina agama lain, itu sesuai dengan kehendak Allah (dan ajaran islam). Berbeda dengan penghinaan yang dilakukan orang kafir. Dapat dipastikan tindakannya itu bertentangan dengan kehendak Tuhannya (dan juga ajaran agamanya). Agak sulit menemukan sikap keras lainnya yang dilakukan orang kafir kepada orang islam. Namun, sekalipun ada sikap itu jelas-jelas tidak sesuai dengan ajaran agamanya.

Dari kutipan wahyu Allah di atas terlihat jelas kalau sikap keras umat islam hanya ditujukan kepada kaum kafir saja, sementara kasih sayang dikhususkan untuk sesama islam. Gambaran wahyu Allah ini jamak dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an.

DEMIKIANLAH kajian atas wahyu Allah dalam surah al-Fath ayat 29. Dari kajian tersebut dapatlah diketahui wajah Allah islam yang akhirnya tercermin dalam diri umat islam. Wajah Allah islam itu penuh kebencian terhadap orang yang bukan islam. Dengan sikap kebencian itu, tentulah tidak mungkin terwujud toleransi di tengah kehidupan yang majemuk. Toleransi mengandaikan adanya sikap saling menghormati dan menghargai. Sikap keras terhadap orang kafir, sebagaimana yang dikehendaki Allah swt jelas-jelas bertentangan dengan semangat toleransi.

Pematangsiantar, 9 Februari 2023

Tidak ada komentar:

Posting Komentar