Senin, 16 Oktober 2023

MENGKRITISI PEMBELAAN PERKAWINAN MUHAMMAD DAN AISYAH


Sebagaimana sudah diketahui umum, nabi Muhammad menikahi Aisyah saat Aisyah berusia 6 tahun. Bagi mereka yang masih waras dan punya hati nurani peristiwa ini sangatlah aneh dan memalukan. Dikatakan aneh karena saat itu Muhammad sudah berusia 50-an tahun dan masih punya istri. Dikatakan memalukan karena Muhammad adalah seorang nabi yang sangat dimuliakan. Tidak ada satu nabi pun yang punya istri usia 6 tahun, kecuali Muhammad. Apakah mungkin karena ini dia dimuliakan?

Sekali pun aneh dan memalukan, umat islam tetap saja membelanya. Bahkan menjadikannya sebagai model perkawinan. Tak sedikit ulama islam melakukan pembelaan atas peristiwa perkawinan itu. Berikut ini kami tampilkan 2 pembelaan atas perkawinan Muhammad dan Aisyah, sekaligus tanggapannya.

1.    Alasan Nabi Menikahi Aisyah

Adalah Ustad Adi Hidayat LC MA, dalam sebuah ceramah keagamaannya menjelaskan alasan Muhammad menikahi Aisyah yang berusia 6 tahun. Penjelasan ustad ini bisa didengar di channel Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=M86OlL3MjQs&t=128s. Dalam video tersebut UAH menasehati jemaatnya (termasuk yang menonton video tersebut) untuk tidak sembarangan menuduh. “Jangan sampai kekurangan pengetahuan anda, jadi menuduh nabi. Itu tidak boleh.” demikian ujarnya. “Kalau tak paham ilmu jangan bicara, belajar dulu agar jangan salah ucap,” nasehatnya lebih lanjut.

Selanjutnya kita bisa menemukan ada dua poin penting yang hendak disampaikan UAH dalam video tersebut. Pertama, perbandingan dengan Louis XVI dan RA Kartini. Untuk membenarkan tindakan Muhammad menikahi Aisyah, UAH memberikan perbandingan. Yang pertama dia membandingkan dengan Raja Louis XVI yang menikahi Marie Antoinette, yang katanya saat itu berusia 13 tahun (padahal sejarah mencatat usia Marie saat menikah adalah 14 tahun).

Membandingkan Muhammad dengan Louis XVI sungguh sangat memalukan, karena tidak sebanding. Muhammad seorang nabi dan manusia sempurna, sedangkan Louis adalah seorang raja, manusia biasa. Harusnya Muhammad dibandingkan juga dengan nabi yang lain. Mungkin UAH tidak menemukan adanya nabi yang menikahi anak usia 6 tahun sehingga terpaksa dicari sosok lain agar tindakan Muhammad bisa dibenarkan. Membandingkan Muhammad dengan Louis XVI justru merendahkan martabat dan derajat Muhammad. Bukankah ini menghina Muhammad? Tentu kita masih ingat akan kasus Arswendo Atmowiloto dengan Tabloid Monitor-nya. Tabloidnya ditutup dan Arswendo masuk penjara dengan pasal penghinaan agama (nabi Muhammad). Seharusnya, apa yang dilakukan UAH juga merupakan bentuk penghinaan.

Terlepas dari itu semua, jika memperhatikan dan mencermati perbandingan antara Muhammad dan Louis XVI, kita bisa menemukan satu fakta menarik, yaitu bahwa ternyata Louis XVI jauh lebih baik dari pada Muhammad. Setidaknya ada 2 alasan untuk itu. Sekalipun manusia biasa Louis XVI tidak pernah menikahi gadis usia 6 tahun sebagaimana Muhammad. Yang dinikahinya berusia 14 tahun, sementara usianya sendiri tidak terpaut jauh, seperti antara Muhammad dan Aisyah. Sekalipun manusia biasa Louis XVI tidak melakukan praktek poligami sebagaimana Muhammad.

Yang kedua UAH membandingkan dengan RA Kartini. UAH berkata, “Berapa usia RA Kartini dipingit? Masih belia kan?!” Selanjutnya UAH menantang jemaat, dan juga mereka yang menonton video tersebut, “Siapa yang berani menyalahkan RA Kartini?” UAH memperkenalkan RA Kartini sebagai pahlawan nasional. Dan karena sebagai pahlawan, dia dihormati. Karena itulah tidak ada yang berani mengkritik atau menyalahkan perkawinannya yang masih belia (sejarah mencatat RA Kartini dipingit saat usia 12 tahun). Lalu UAH berkata, “Tidak berani mengkritik Kartini, kenapa berani mengkritik Muhammad?”

Sangat jelas bahwa perbandingan Muhammad dengan Kartini adalah perbandingan not apple to apple. Muhammad adalah pelaku, sedangkan Kartini adalah korban. Mengkritik pelaku adalah wajar, bahkan suatu keharusan. Sedangkan korban harus dibela. Mengkritik korban adalah satu tindakan biadab. Karena itu, adalah wajar bila tidak ada yang menyalahkan atau mengkritik RA Kartini; bukan karena dia pahlawan nasional, melainkan karena dia adalah korban. Sementara Muhammad, sekalipun dia nabi, tetap harus dikritik karena dia adalah pelaku. Membela pelaku perbuatan menyimpang adalah aneh dan tak wajar.

Kedua, hikmah Muhammad menikahi Aisyah. Dalam ceramahnya itu UAH memberikan setidaknya 3 hikmah perkawinan Muhammad dengan Aisyah. [1] untuk mewarisi keilmuan nabi. Di sini bisa diajukan dua pertanyaan kritis: haruskah keilmuan nabi diwarisi dengan cara menikahi anak usia 6 tahun? Apakah jika tidak menikahi anak usia 6 tahun keilmuan nabi pasti lenyap? Dua pertanyaan kritis ini harus dijawab para ulama islam sebelum membela perbuatan Muhammad menikahi Aisyah. [2] agar bisa mengingat sikap, perkataan dan perbuatan nabi di rumah. UAH beralasan karena tidak setiap umat islam dapat masuk dan menetap lama di rumah Muhammad. Sementara Aisyah bisa 24 jam berada di rumah, sehingga sikap, perkataan dan perbuatan nabi saat tidak ada umat di dalam rumah, dapat diketahui oleh Aisyah. Di sini bisa diajukan beberapa pertanyaan kritis. Apakah Aisyah setiap hari bersama dengan Muhammad? Ingat, ada belasan istri Muhammad. Tentulah tidak setiap hari Muhammad berada di rumah Aisyah. Dari sini sudah terlihat jelas hikmah kedua ini tidaklah relevan. Pertanyaan lain, mana saja hadis tentang nabi saat Aisyah berusia antara 6 – 10 tahun? Bukankah sikap, perkataan dan perbuatan nabi bisa didapat dari istri-istri lainnya sehingga tidak perlu menikahi anak usia 6 tahun? Tidak bisakah sikap, perkataan dan perbuatan nabi langsung disampaikan kepada umat tanpa harus menikah dengan anak usia 6 tahun? [3] sebagai model bagaimana membahagiakan istri belia.  UAH menjelaskan dengan menikahi Aisyah yang masih 6 tahun, Muhammad mau memberi contoh bagaimana membahagiakan istri yang belia. Muhammad telah memberi contoh bagaimana membahagiakan istri yang sepadan usianya dengan menikahi beberapa wanita yang usianya tak jauh beda dengannya. Muhammad juga telah memberi contoh bagaimana membahagiakan istri yang lebih tua usianya dengan menikahi beberapa wanita yang usianya lebih tua darinya. Tentulah alasan ini sangat mengganggu nalar akal sehat orang yang waras. Jangan-jangan ketika menikahi Zainab, yang adalah menantunya, atau Maryam, yang adalah budaknya, Muhammad sedang memberi model kepada umat islam.

2.    Benarkah Saat Menikah Usia Aisyah 6 Tahun

Sebuah channel Youtube bernama Kanal Pengetahuan Islam ikut memberikan pembelaan atas peristiwa Muhammad menikahi Aisyah. Videonya bisa dilihat di sini: https://www.youtube.com/watch?v=DtVVGS5lsEg. Di sini KPI bukan cuma mau membenarkan peristiwa perkawinan itu, tetapi justru mempertanyakan kebenaran usia Aisyah saat menikah dengan Muhammad. Benarkah saat dinikahi Muhammad, usia Aisyah 6 tahun?

KPI menyebut bahwa informasi usia Aisyah yang 6 tahun saat menikah dengan Muhammad didapat dari HS Bukhari. KPI menyalahkan orang karena membaca dan memahami nas secara tekstual tanpa memahami aspek-aspek lain, bahkan tanpa memahami nas tersebut secara obyektif dan komprehensif. Selanjutnya KPI mengatakan. “Hadis harus dibaca secara komprehensif dari berbagai perpsektif, agar kita dapat memperoleh pemahaman positif….”

Untuk membenarkan keraguan atas usia Aisyah yang 6 tahun saat dinikahi Muhammad, KPI menyampaikan 4 aspek rasionalisasinya.

a)   Aspek pertama

Apek pertama adalah soal kritik hadis. Dikatakan bahwa telah dilakukan kritik hadis Bukhari yang berbicara tentang pernikahan Aisyah. Riwayat hadis tentang usia Aisyah hanya berasal dari Hisyam bin Urwah. Jadi hanya Hisyam saja yang menceritakan umur Aisyah saat dinikahi nabi, tidak oleh Abu atau Annas. Hisyam pun baru meriwayatkan hadis ini pada saat di Irak ketika usianya memasuki 71 tahun. Yaqub bin Saibah mengatakan, “Apa yang dituturkan Hisyam sangat terpercaya kecuali yang diceritakannya saat ia menetap di Irak.” Beberapa ahli mengatakan ketika usia sudah lanjut, ingatan Hisyam sudah menurun. Karena itu, informasi dari Hisyam soal usia Aisyah patut dikritik.

Terhadap aspek pertama ini, kita bisa memberikan beberapa catatan:

Ø  Kritik hanya dilakukan terhadap HS Bukhari. Padahal peristiwa perkawinan Muhammad dan Aisyah diceritakan juga dalam HS Muslim.

Ø  KPI menyebut bahwa informasi usia Aisyah hanya berasal dari Hisyam. Kami tidak paham apa maksudnya. Namun adalah lebih baik jika kita langsung membaca teks hadisnya. Untuk sumber hadis, kami menggunakan https://www.spokaneislamiccenter.org/. Dalam HS Bukhari no. 64 dan 65 ditulis bahwa peristiwa itu diceritakan oleh Aisyah: “Narrated Aisyah…” (bisa diterjemahkan: diceritakan oleh Aisyah); hal ini senada dengan HS Muslim no 3310: “Aisyah reported…” (bisa diterjemahkan: Aisyah melaporkan). Sedangkan dalam HS Bukhari no 88 ditulis bahwa peristiwa itu diceritakan oleh Ursa. “Narrated Ursa…” (bisa diterjemahkan: diceritakan oleh Ursa). Pertanyaannya, apakah Hisyam menerima laporan dari Aisyah dan Ursa lalu menyampaikan itu ke penulis hadis sehingga dikatakan penulis hanya menerima laporan dari Hisyam saja? Kalau kita membaca teks yang ada, sumber informasi usia Aisyah langsung dari yang bersangkutan (ini ditulis dalam 2 hadis tepercaya). Kita tidak tahu darimana informasi didapat oleh Ursa.

Ø  Ada yang aneh dari kritik hadis ini. Kenapa perkataan Hisyam di Irak harus diragukan? Apakah karena lokasinya Irak? Atau karena usia? Hal ini tidak dijelaskan. Jika KPI mengangkat isu komprehensif dan obyektif, seharusnya ini dijelaskan. Jangan hanya menyuruh orang melihat secara komprehensif dan obyektif, sementara dirinya sendiri tidak bisa bertindak sama.

Ø  KPI menyebut bahwa beberapa ahli mengatakan ketika usia sudah lanjut, ingatan Hisyam sudah menurun. Apakah sudah dilakukan penelitian akan hal ini, atau jangan-jangan ini hanyalah praduga saja? Apakah sudah terbukti bahwa di usia 71 tahun ingatan Hisyam sudah menurun? Jangan-jangan para ahli memakai pandangan umum bahwa saat usia tua ingatan seseorang mulai menurun. Harus diingat, pandangan ini tidak bisa diterapkan pada semua orang, karena terbukti ada orang yang usianya sudah 80-an daya ingatnya masih luar biasa.

b)   Aspek kedua

KPI mengatakan bahwa pernikahan dengan Aisyah berdasarkan perintah Allah swt yang hadir melalui mimpi. Muhammad mengisahkan mimpinya kepada Aisyah. Hadis Bukhari mencatat, Aisyah meriwayatkan bahwa nabi saw bersabda kepadanya, “Diperlihatkan kepadaku tentang dirimu dalam mimpiku sebanyak 2 kali. Aku melihatmu pada sehelai sutra dan ia (malaikat) berkata kepadaku, ‘Inilah istrimu, maka lihatlah!’, ternyata perempuan itu adalah dirimu, lalu aku mengatakan, ‘Jika ini memang dari Allah, maka Dia pasti akan menjadikan hal itu terjadi’”

Perlu dicatat, Aisyah satu-satunya istri yang disunting ketika masih gadis dan muda. Hal ini perlu disampaikan karena apa yang dilakukan nabi selalu diikuti dengan tujuan-tujuan mulia. Menikahi Aisyah sebagai cara untuk memelihara ilmu-ilmu islam. Banyak hadis nabi yang diriwayatkan Aisyah terkait masalah perempuan dan keluarga.

Terhadap aspek kedua ini, kita dapat memberikan beberapa catatan:

ð Ada yang aneh pada perkataan Muhammad. Pada awalnya dia berkata, “Diperlihatkan kepadaku tentang dirimu dalam mimpiku sebanyak 2 kali. Aku melihatmu pada sehelai sutra…” Di sini Muhammad langsung mengenali siapa yang dipelihatkan kepadanya, yaitu Aisyah. Akan tetapi, kalimat ini tidak sambung dengan kalimat berikutnya setelah malaikat berkata ‘Inilah istrimu, maka lihatlah!’. Dikatakan saat itu Muhammad berkata, “ternyata perempuan itu adalah dirimu.” Kalimat ini mengisyaratkan bahwa pada awalnya Muhammad tidak mengenali siapa perempuan yang dipelihatkan kepadanya. Mungkin karena terhalang sehelai sutra. Seharusnya kalimat awalnya berbunyi sebagai berikut: “Diperlihatkan kepadaku sosok wanita dalam mimpiku sebanyak 2 kali. Aku melihatnya pada sehelai sutra…”

ð Atas dasar apa sehingga bisa mengatakan bahwa menikahi anak usia 6 tahun merupakan perintah atau kehendak Allah? Jangan-jangan ini merupakan keinginan pribadi Muhammad, lalu dikatakan kehendak Allah. Atau jangan-jangan mimpi itu dari setan, yang kebetulan sejalan dengan syahwat Muhammad sehingga dengan mudah dikatakan dari Allah. Hal ini dapat dimaklumkan karena beberapa sebab. Pertama, sebelumnya puluhan tahun Muhammad hidup dan merasakan seorang janda, yang usianya jauh di atas dirinya, sehingga wajar muncul keinginan hidup dan merasakan seorang gadis belia. Kedua, saat itu Muhammad sudah mendapat status dan pengakuan dari pengikutnya sebagai seorang nabi dan pemimpin, sehingga apapun yang dikatakan akan dipercaya begitu saja. Dan kebetulan, ketiga, umumnya para pengikut Muhammad saat itu buta huruf dan bodoh.

ð Dikatakan bahwa menikahi Aisyah sebagai cara untuk memelihara ilmu-ilmu islam. Kita dapat mengajukan beberapa pertanyaan: haruskah keilmuan islam dipelihara dengan cara menikahi anak usia 6 tahun? Apakah jika tidak menikahi anak usia 6 tahun keilmuan islam pasti rusak atau hilang?

ð Dikatakan juga bahwa dengan menikahi anak usia 6 tahun banyak hadis nabi yang diriwayatkan Aisyah. Apakah hadis-hadis nabi yang diriwayatkan Aisyah itu diterima Aisyah saat berusia 6 atau 7 tahun atau 8 tahun? Apa jaminannya? Mana saja hadis-hadis nabi yang diterima Aisyah saat dia berusia 6 – 10 tahun? Jika para ahli meragukan ingatan Hisyam yang sudah tua, maka patutlah diragukan juga ingatan Aisyah yang masih belia. Kemampuan menangkap, menyerap dan mengingat informasi pada usia belia masihlah relatif kecil, apalagi seorang perempuan, yang lebih cenderung mengutamakan perasaan.

c)    Aspek ketiga

KPI menjelaskan bahwa peristiwa pernikahan Aisyah terjadi pada periode Mekkah. Saat ini belum ada pengajaran soal hukum. Di sini kita dapat memberikan beberapa catatan:

·        Apakah aspek ketiga ini mau menegaskan bahwa peristiwa Muhammad menikahi Aisyah murni merupakan tindakan dorongan nafsu?

·        Kenapa peristiwa ini tidak terjadi saat Khadijah masih hidup? Kenapa tunggu Khadijah meninggal dulu baru muncul peristiwa perkawinan usia 6 tahun bahkan poligami? Ingat, setelah Khadijah meninggal dan sebelum hijrah setidaknya Muhammad sudah punya 2 atau 3 istri.

d)   Aspek keempat

Aspek terakhir adalah perspektif historis. Di sini KPI merujuk pada pandangan ath-Thabari yang mengatakan bahwa keempat anak Abu Bakar, termasuk Aisyah, dilahirkan istrinya pada zaman jahiliyah. Ini berarti mereka semua dilahirkan sebelum tahun 610 M. Berangkat dari pandangan Thabari ini KPI mengambil analisa Abdul Rohman yang membandingkan usia Asmah 10 tahun lebih tua dari Aisyah. Saat hijrah usianya 27 tahun. Jadi, usia Aisyah sekitar 17 tahun saat dinikahkan dengan Muhammad.

Terhadap aspek terakhir ini, kita bisa memberikan beberapa catatan:

Ø  Dalam HS Bukhari Vol 7, Bk 62, no 16 dan 17 ada nasehat Muhammad kepada Jabir bin Abdulah untuk menikahi anak gadis muda, bukannya ibu rumah tangga. “Mengapa kamu tidak menikahi seorang gadis muda agar kamu kalian bisa bermain bersama.” Memang tidak dijelaskan kriteria usia “gadis muda” itu, akan tetapi membandingkan kebiasaan jaman dahulu menikah diusia muda, bukan tidak mustahil yang dimaksud Muhammad itu adalah gadis usia 6 tahun.

Ø  Ada hadis yang menceritakan keberatan Abu Bakar atas permintaan Muhammad mempersunting Aisyah. Akar keberatan Abu Bakar adalah usia Aisyah yang masih muda. Jika benar usianya 17 tahun, tentulah tidak ada alasan bagi Abu Bakar merasa berat atas permintaan itu; justru dia akan segera menyetujuinya. Rasa berat Abu Bakar ini tentulah mengindikasikan usia Aisyah saat itu sungguh 6 tahun.

Dari pemaparan atas pembelaan tindakan Muhammad menikah dengan Aisyah yang berusia 6 tahun di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

[1] pembelaan yang dilakukan sama sekali tidak membuktikan bahwa tindakan Muhammad dapat dibenarkan. Karena itu, tuduhan sebagai pelaku pedofil atau maniak seks atau perilaku seksual yang menyimpang pada diri Muhammad tidak terbantahkan.

[2] pembelaan yang dilakukan sama sekali tidak membuktikan bahwa usia Aisyah saat dinikahi Muhammad bukan 6 tahun. Karena itu, fakta bahwa Muhammad menikah dengan Aisyah yang sedang berusia 6 tahun sama sekali tidak terbantahkan.

Batam, 4 September 2023

by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar