Senin, 19 Juni 2023

MENCOBA MEMAHAMI PERNYATAAN DR ZAKIR NAIK

 

Sepertinya hanya agama islam yang sibuk mencampuri urusan ajaran agama lain. Banyak tokoh-tokoh agama islam, entah itu kyai atau ustad, dalam ceramah keagamaannya (tausiyah), kerap menyerang ajaran agama lain. Sebenarnya hal ini tidak sepenuhnya salah mereka. Bahkan harus dikatakan tokoh-tokoh ini tidak boleh disalahkan, karena mereka sedang mengikuti apa yang dilakukan oleh Allah mereka. Dalam alquran jamak dijumpai Allah swt yang sibuk mengomentari bahkan menyerang ajaran agama lain.

Salah satu tokoh islam yang sering menyerang ajaran agama lain adalah DR Zakir Naik. Dalam salah satu penampilannya, menanggapi pertanyaan seorang kristen yang hadir dalam ceramahnya, Naik dengan sombong menyatakan bahwa Yesus itu bukan Tuhan sebagaimana diimani oleh orang Kristen. Zakir menantang orang Kristen untuk mencari dalam Kitab Suci, terkhusus Injil, dimana ada dinyatakan “Akulah Tuhan.” Zakir bahkan berani mempertaruhkan imannya jika ada ayat dimana Yesus menyatakan diri-Nya Tuhan. “Saya akan meninggalkan islam jika ada tertulis dalam Kitab Suci Yesus berkata: Akulah Tuhan,” ujarnya.

Di sini Zakir Naik mau mengatakan bahwa Yesus itu bukan Tuhan. Ketuhanan Yesus, menurut Zakir, adalah pemikiran Rasul Paulus. Ada kesan bahwa ketuhanan Yesus hanya ditentukan oleh ada tidaknya pernyataan dari Yesus sendiri bahwa Dia adalah Tuhan. Apakah benar Yesus bukan Tuhan hanya karena tidak ada pernyataan dari Yesus sendiri?

Ketika menyaksikan dan mendengar penjelasan Zakir, saya langsung senyum-senyum saja. Andai orang Kristen yang ada saat itu sedikit membaca Kitab Suci, khususnya Injil Yohanes, pastilah dia dapat men-skak mat Zakir dengan Yohanes 13: 13. Dalam nas ini tertulis pernyataan Yesus, “Akulah Guru dan Tuhan.” Apakah Zakir meninggalkan islam? Hingga kini ia masih memeluk islam dan rajin menjelek-jelekkan agama lain, terlebih kristen. Terlihat jelas kebohongan Zakir, yang mengatakan akan meninggalkan islam jika ada teks yang mengatakan Yesus adalah Tuhan.

Tetapi mungkin Zakir akan mengelak dengan mengatakan bahwa kata dalam Yoh 13: 13 sebenarnya adalah Tuan (tanpa h) bukan Tuhan. Dan kalau sudah begini, maka diskusi tidak akan menemui titik temu karena saya yakin Zakir akan ngotot dengan pendapatnya. Orang Kristen harus menghormati pendapat Zakir jika dia mengatakan bahwa pernyataan Yesus dalam Yoh 13: 13 adalah Tuan, yang mengacu pada manusia biasa dengan kedudukan yang tinggi. Yang pasti. Zakir sudah menelan ludahnya sendiri.

Biarkanlah Zakir dan orang lain yang sama sepertinya berpendapat demikian; namun tidaklah dengan orang Kristen. Orang Kristen percaya bahwa kata yang digunakan Yohanes adalah TUHAN, karena jika dilihat dalam bahasa asli Injil Yohanes, yaitu Yunani, kata yang dipakai adalah kurios. Kata ini dipakai untuk:

1.  Pemilik, yang empunya harta benda. Majikan, induk semang dari hamba pelayan, budak

2.  Pengauasa tertinggi, raja yang berkuasa

3.  Ilah-ilah

4.  Gelar kehormatan terutama bagi atasan

5.  Panggilan dari seorang anak kepada ayahnya

6.  Panggilan bagi seseorang yang bermartabat tinggi dan memiliki otoritas

7.  Allah sebagai tuan tertinggi dan penguasa alam semesta, biasanya merujuk kepada terjemahan kata Ibrani YHVH.

Saya sama sekali kurang tertarik untuk berdebat soal kata TUHAN dalam Injil Yohanes tersebut, karena saya punya keyakinan bahwa kata-kata manusia tidaklah mampu membahasakan keilahian Tuhan yang mahakuasa. Kita harus sadar bahwa kata-kata memiliki keterbatasan. Yang menarik perhatian saya adalah logika berpikir DR Zakir. Sekali lagi saya mengandaikan tidak ada Yohanes 13: 13. Logika berpikir Zakir begini: karena tidak ada pernyataan dari Yesus bahwa dirinya adalah Tuhan, maka Yesus bukanlah Tuhan.

Di sini tampak jelas cara berpikir Zakir adalah hitam – putih. Kalau tidak hitam, ya putih. Atau juga cara berpikir demikian dikenal dengan teori black swan. Dulu orang hanya berpikir angsa itu putih. Karena selalu menemui angsa putih, maka orang berasumsi bahwa semua angsa itu putih. Orang tidak percaya bahwa ada angsa hitam, sampai akhirnya ditemui angsa hitam. Jadi, di sini cara pikir Zakir bersifat empiris-eksplisit. Yesus bukan Tuhan karena Dia tidak mengataan demikian. Benarkah logika demikian?

Saya punya dua pengalaman menarik. Bulan Desember 2015 lalu saya pergi ke Dabo – Singkep (wilayah Kepulauan Lingga). Saya dapat info dari pastor yang berkarya di sana bahwa nanti saya dijemput oleh Markus. Saya sama sekali tidak kenal dan belum pernah bertemu dengan Markus, demikian pula dia terhadap saya. Jadi, kami sama-sama belum kenal dan belum tahu. Markus hanya berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Rm. Stello bahwa saya tinggi, orang Flores, rambut panjang dan beberapa ciri lainnya. Ketika tiba di pelabuhan Jagoh, ada begitu banyak penumpang turun, dan ada juga penumpang siap naik, karena kapal masih mau jalan ke Tanjung Buton, Daik – Lingga.

Ketika tiba di pelabuhan, saya mencoba mencari-cari orang yang bernama Markus, namun tiba-tiba ada tangan yang menarik tas saya dan berkata, “Tas Romo cuma ini?” Saya mengangguk dan membiarkan dia membawa tas saya, sementara saya hanya mengikuti dia dari belakang. Dalam perjalanan itulah saya baru yakin kalau orang itu adalah Markus, meski saat itu dia belum juga memperkenalkan dirinya.

Kisah yang serupa saya alami waktu saya ke Pulau Pulun (juga di bulan dan tahun yang sama, tapi beda tanggal). Saudara Ansel diminta untuk menjemput saya di pelabuhan. Dia sama sekali belum pernah ketemu atau melihat wajah saya. Berbicara lewat telepon pun sama sekali kami tidak pernah. Tapi, ketika saya turun di pelabuhan, dia langsung merangkul saya dan menuntun saya ke darat. Dalam perjalanan dia berkata, “Sekalipun Romo tidak memperkenalkan diri, saya sudah tahu Romo adalah Romo.” Dia mau meyakinkan saya bahwa saya memang benar ROMO; dan memang demikian.

Yang menarik dari dua kisah ini adalah bahwa saya tidak memperkenalkan diri saya adalah ROMO, tapi baik Markus maupun Ansel percaya saya adalah ROMO. Saya tidak pernah berkata, “Saya adalah Romo!”, tapi Markus dan Ansel yakin saya adalah Romo. Mereka dapat mengenal saya sebagai ROMO sekalipun saya tidak mengatakan, “Sayalah Romo!” Untunglah kedua orang ini tidak seperti DR. Zakir. Seandainya mereka memiliki pola pikir seperti DR Zakir, pastilah mereka akan menunggu saya berteriak di tengah kerumunan orang, “Saya adalah ROMO!”; atau mereka akan menanyai orang satu per satu, “Apakah Anda ROMO?”

Demikianlah dengan Yesus. Sekalipun Dia tidak mengatakan “Akulah Tuhan!” orang Kristen percaya bahwa Dia adalah Tuhan. Kepercayaan ini bukan hanya didasarkan pada perkataan “Akulah Tuhan!”, melainkan pada ciri-ciri atau tanda-tanda yang menyertai-Nya. Jadi, orang Kristen percaya bahwa Yesus itu Tuhan, sekalipun Yesus sendiri tidak pernah berkata “Akulah Tuhan!”, karena orang Kristen telah melihat hidup Yesus sebagai manifestasi ketuhanan.

Gelar Yesus sebagai Tuhan pertama-tama dapat ditemui dalam seluruh Injil, dimana gelar itu disematkan kepada Yesus oleh orang lain. Misalnya oleh Malaikat dalam Lukas 2: 11, para murid dalam Matius 8: 25, perempuan Samaria dalam Yohanes 4: 11 – 19, dan masih banyak lagi. Pernyataan Yesus dalam Injil Sinoptik bahwa “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat” (Mrk 2: 28; Mat 12: 8; Luk 6: 5) secara implisit mau menegaskan keallahan Yesus. Tidak ada yang bisa mengutak-atik aturan Sabat, kecuali Allah. Nah, Yesus telah mengutak-atiknya. Maka Yesus adalah Allah. Sayang, DR Zakir tidak mampu melihat hal yang implisit seperti ini.

Ketuhanan atau keallahan Yesus dapat juga dilihat pada setiap mukjizat yang dilakukan-Nya. Salah satu mukjizat-Nya adalah membangkitkan Lazarus yang sudah 3 hari meninggal. Tour Guide kami saat ziarah di Tanah Suci (April 2015), namanya Ramzi, mengatakan bahwa dalam tradisi Yahudi hanya Allah saja yang dapat membangkitkan orang mati. Saudara Ramzi ini adalah orang Yahudi yang kemudian menjadi Kristen. Dia mengaku sudah belajar 3 teologi agama Samawi. Karena itu, dengan membangkitkan Lararus, Yesus membuktikan diri-Nya sebagai Allah atau Tuhan. Sayang, DR Zakir tidak mampu melihat hal yang implisit seperti ini.

Ketika kami berada di tepi Danau Galilea, saudara Ramzi bercerita tentang kisah Yesus berjalan di atas air (Mat 14: 23 – 33). Sangat menarik ketika ia mengatakan bahwa aksi Yesus berjalan di atas air mau menunjukkan keallahan-Nya. Hal ini merujuk kepada kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian. Di sana dikatakan bahwa ,”Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.” (Kej 1: 2). Sayang, Zakir tidak mampu melihat hal yang implisit seperti ini.

Ketuhanan atau keallahan Yesus juga dapat dilihat dari peristiwa kebangkitan-Nya. Orang Kristen percaya bahwa dengan bangkit dari mati, Yesus menang atas kuasa maut. Di sini Yesus menunjukkan keallahan-Nya. Keyakinan orang Kristen ini didasarkan pada pengalaman iman Tomas ketika berjumpa dengan Yesus yang bangkit. “Ya Tuhanku dan Allahku!” (Yoh 20: 28). Sekalipun tidak pernah bertemu atau melihat Yesus yang bangkit, orang Kristen dewasa kini tetap percaya bahwa Dia-lah Tuhan dan Allah. Sayang, DR Zakir tidak mampu melihat hal yang implisit seperti ini.

Jadi, kita dapat melihat betapa rendahnya cara berpikir Zakir Naik. Hanya karena tidak menemukan kata-kata Yesus bahwa “Akulah Tuhan!”, dia tidak percaya bahwa Yesus itu sungguh Tuhan. Seolah-olah ketuhanan Yesus hanya dibatasi pada kata-kata “Akulah Tuhan!”. Ada yang lucu dari Zakir ini. Dia tidak mengakui Yesus itu Tuhan, karena tidak ada perkataan Yesus, “Akulah Tuhan!”, tapi dia percaya kalau Yesus itu nabi, sekalipun tidak ada perkataan Yesus, “Akulah nabi!”.

diolah kembali dari tulisan 7 tahun lalu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar