Senin, 25 Oktober 2021

MEMBACA SECARA KRITIS PIKIRAN L FATOOHI DALAM "THE MYSTERY OF HISTORICAL JESUS" (Bagian 1)

 

Sangat menarik membaca buku karya L Fatoohi yang berjudul “The Historical of Jesus” . Dari judulnya saja, buku tersebut memiliki daya tarik. Kesan pertama membaca judulnya adalah bahwa buku itu menampilkan kisah yang bertentangan dengan ajaran Gereja selama ini. Kalau memakai cara pandang orang islam, buku tersebut akan dianggap melecehkan bahkan menghina agama kristen. Namun bagi umat islam sendiri buku ini menjadi favorit, karena bisa dijadikan amunisi menyerang orang kristen.

Akan tetapi, bila buku ini dibaca dengan kritis, yaitu dengan menggunakan akal sehat, maka akan terlihat sejumlah kelemahan argumentasi serta kesesatan pikir.

Mengkritisi Fatoohi dan Cara Pandangnya

Fatoohi sekarang adalah seorang mualaf. Dulunya dia katolik. Akan tetapi, sebagaimana diakui sendiri oleh Fatoohi, ia dan keluarganya bukanlah penganut katolik yang taat dan religius. Karena itu, wajar bila menginjak usia remaja, Fatoohi mengalami krisis iman. Hal ini lumrah terjadi dalam diri seorang remaja (bdk. Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan, 1980, hlm 222). Dasar imannya saja sudah tak kuat, ditambah lagi dengan gejolak remaja, maka kekatolikannya pun luntur. Tidak ada semacam usaha pencarian ajaran dan pengetahuan iman. Karena itu, menginjak usia SMA Fatoohi dengan mudah menjadi ateis.

Baru pada tahun kedua di universitas, benih iman islam mulai bersemi. Perkenalan dengan islam diikuti dengan pencarian akan ajaran dan pengetahuan iman. Hal ini cukup memadai mengingat saat itu Fatoohi sudah berstatus mahasiswa. Sudah ada kematangan emosi dan intelektual. Fatoohi sendiri mengatakan bahwa ia secara serius mempelajarinya meski tidak secara sistematis; hal mana tidak terjadi ketika ia masih remaja. Dengan ilmu islam yang ia dapat, Fatoohi mulai mengkritisi Injil. Dan ini bisa ditebak apa hasilnya. (bdk. Beda Cara Pandang). Akhirnya, pada usia 23 tahun Fatoohi resmi menganut islam.

Fatoohi bukanlah ahli dalam bidang agama. Dia adalah sarjana di bidang Fisika. Dengan kata lain, dapatlah dikatakan bahwa Fatoohi adalah ahli ilmu pasti. Ilmu pasti seringkali dipengaruhi dengan kepastian matematik; dan tak jarang mereka penganut aliran realistik.

Dari uraian di atas, kita dapat memberikan beberapa catatan kritis berkaitan dengan isi buku ini.

1.    Fatoohi mengulas tentang Yesus dari sisi islam. Pengetahuan tentang Yesus jauh lebih banyak didapat Fatoohi dari dunia islam dan pemikiran-pemikiran liberal. Jika diperhatian dalam bibliografi buku ini, nyaris tak ditemukan sumber resmi dari pemikir Kristen. Hal ini menjadi sebuah ironis, karena Fatoohi mengulangi kesalahan penulis Barat ketika menulis tentang Muhammad.

2.    Latar belakang pendidikan Fatoohi berpengaruh dalam pemahaman dan penghayatan iman pada Yesus Kristus. Hal ini terlihat ketika ia membahas tentang penyaliban Yesus (bab 18 – 19). Di sini ia mengkritisi peristiwa itu dengan menggunakan Al-Quran dan sumber lain yang tak diakui oleh Gereja Katolik; dan di belakang itu ada ilmu pasti yang sudah merasukinya. Salah satu kesalahan Fatoohi di sini adalah ia menjadikan Injil sebagai kitab sejarah, padahal Gereja melihatnya sebagai buku iman.

3.    Saat menulis bukunya, Fatoohi tinggal di Inggris bersama isterinya. Cukup menarik. Ia tinggal di Negara Kristen dan dengan bebas menulis buku tentang Yesus Kristus yang tidak sesuai dengan ajaran resmi. Akan tetapi, Fatoohi tidak mengalami gangguan apapun dari masyarakat. Sulit dibayangkan jika ada orang menulis tentang Muhammad yang tidak sesuai dengan ajaran resmi islam dan tinggal di dunia Arab. Jangankan di Arab, di Indonesia saja pasti akan heboh (bdk. Pembakaran buku “Lima Kota”).

Mengkritisi Tulisan Fatoohi

Sebelum mengkritisi pemikiran-pemikiran Fatoohi, terlebih dahulu kita lihat kesalahan cara berpikir Fatoohi. Seperti yang telah dikatakan di atas, Fatoohi menggunakan Al-Quran sebagai batu ujinya, sementara Fatoohi sendiri tak pernah mengkritisi Al-Quran. Ini memang tidak bisa dilakukan, karena berbahaya. Al-Quran diterima tanpa sikap kritis sebagai kitab sempurna. Karena sempurnanya itulah maka tak perlu lagi dikritisi. Karena itu, wajar bila sesuatu yang tidak sesuai dengan Al-Quran dikatakan salah atau tidak asli.

Hal ini dapat kita lihat dalam hlm 70 – 71 soal manusia sebagai citra Allah. Fatoohi mengkritisi ini dengan memakai Al-Quran, tanpa terlebih dahulu memahami makna citra Allah dalam Kitab Kejadian. Atau soal pembantaian kanak-kanak di Betlehem (hlm 317 – 318). Atau soal trinitas (hlm 422 – 426, 476 – 479), dimana Fatoohi menyamakan konsep trinitas dan triteisme.

Karena Al-Quran sebagai kitab yang benar dan sempurna, maka yang tidak sesuai dengan Al-Quran adalah salah. Dan kebetulan semua Injil, yang diakui Gereja, tidak sama atau mirip sehingga bisa disimpulkan Injil itu salah. Sementara injil-injil apokrif, yang tidak diakui Gereja, namun karena ada kemiripan dengan Al-Quran, maka dinyatakan benar; dan kitab itu juga yang dipakai Fatoohi.

1.    Soal Anunsiasi Maria  (hlm 146 – 156)

Dalam QS Al-Maryam dikatakan bahwa Malaikat Jibril itu adalah Roh yang menyebabkan Maria hamil. Akan tetapi, dalam QS Al-Anbiya dan juga Al-Tahrim dikatakan bahwa Allah meniupkan Roh-Nya ke dalam Maria sehingga ia hamil. Di sini mau dikatakan bahwa Roh itu adalah Allah. Oleh karena itu, apakah bisa dikatakan bahwa Malaikat Jibril itu adalah Allah?

Kekacauan ini dipertegas lagi dalam QS Ali Imran. Dalam ayat 40 dikatakan bahwa Maria berbicara kepada Malaikat Jibril, bukan kepada Allah. Namun dalam ayat 47 (selisih 7 ayat saja) terlihat bahwa Maria berbicara kepada Allah.

2.    Kehamilan Perawan Maria (hlm 157 – 161)

Fatoohi mengatakan bahwa kisah kehamilan Maria tidak historis hanya karena kisah itu berbeda dari satu Injil ke Injil yang lain. Di sini terlihat jelas bahwa Fatoohi tidak memahami ajaran Katolik tentang Injil. Kita bisa ambil contoh pembanding: perang Vietnam kisahnya bisa berbeda antara versi Amerika dan Vietnam. Apakah kisah perang itu tak historis?

Karena itu, akan terasa lucu dengan tiga kesimpulan Fatoohi (hlm 161). Terlihat jelas Fatoohi tidak mengerti soal Kitab Suci orang kristen dan memaksakan cara pandang Quraninya. Kesimpulan pertama seakan menyangkal sendiri pernyataan Fatoohi, “Ketiadaan bukti bukanlah bukti ketiadaan.” (hlm 32).

Selain itu, perlu juga dilihat makna antara berbeda dan bertentangan. Kedua kata ini tidaklah sama maknanya. Tidak semua yang berbeda itu bertentangan, tapi yang bertentangan itu pasti berbeda. Kalau diperhatikan dengan baik-baik, yang terjadi dalam Injil perihal kehamilan Maria adalah perbedaan, bukan pertentangan. Tidak seperti dalam Al-Quran yang menunjukkan pertentangan (lihat poin no 1).

Ada kesan bahwa Fatoohi mau supaya kisah kehamilan dan kelahiran harus ada pada semua Injil atau bahkan semua kitab Perjanjian Baru (hlm 167). Fatoohi tidak tahu bahwa pusat pewartaan Para Rasul (termasuk Paulus) adalah Yesus yang bangkit. Karena itu, peristiwa kelahiran-Nya tidak mendapat tempat yang cukup dalam pewartaan mereka.

3.    Fatoohi menulis, “Al-Quran telah menjelaskan bahwa kitab-kitab religius yang dimiliki oleh kaum Yahudi dan Kristen ditulis dan diubah oleh manusia.” (hlm 174). Hal ini karena Fatoohi, juga semua umat islam memakai cara pandang Al-Quran. Mereka melihat bahwa Al-Quran itu turun langsung dari Allah. Seharus juga demikian dengan kitab suci Yahudi dan Kristen. Padahal, baik Yahudi dan Kristen punya cara pandang sendiri.

4.    Dalam QS Maryam, Yesus yang masih bayi berbicara membela ibunya di hadapan orang Yahudi yang hendak menghukum Maria karena ketahuan punya anak tanpa jelas siapa suaminya. Fatoohi seringkali mengatakan bahwa Al-Quran mengungkapkan juga kisah sejarah. Jika memang demikian terjadi, tentulah ini sebuah peristiwa besar dan langka; dan tak mungkin luput dari perhatian orang. Persoalannya, kenapa peristiwa itu tak terekam dalam Injil atau catatan sejarah lainnya? Hal ini satu bukti kebohongan Al-Quran.

5.    Sebenarnya Al-Quran mengakui adanya inkarnasi, Allah menjadi manusia. Dalam QS Maryam [19]: 17, secara implisit dikatakan bahwa sabda Allah menjadi manusia. Akan tetapi, kenapa umat islam tidak mengakui bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia? Alasannya karena ini tak masuk di akal mereka. Di samping itu, paham ini dapat dinilai sebagai musyrik.

6.    Yusuf, Suami Maria (hlm 214 – 225)

Sudah dikatakan di atas, umat islam menerima Al-Quran sebagai kebenaran mutlak. Yang tidak sesuai Al-Quran berarti salah. Demikian pula pemikiran Fatoohi berkaitan dengan suami Maria. Yusuf tidak ada dalam peristiwa hidup Maria dan Yesus karena Al-Quran tidak menulisnya. Hal ini terlihat dalam QS Maryam: 20 dan 22 (yang bisa dibandingkan dengan Wahyu 12: 6) dan diperkuat dengan QS Ali Imran: 47. Fatoohi menilai bahwa Al-Quran memperbaiki Injil. Sebuah pemikiran yang konyol. Kami menilai tidak adanya Yusuf dalam Al-Quran karena Muhammad mau membela konsep “hamil perawan” atau “kehamilan mujizati”.

7.    Satu penyataan Fatoohi yang menarik adalah bahwa Al-Quran menyiratkan Yesus tidak pernah memiliki seorang pun saudara kandung (hlm 227). Pendapatnya ini sejalan dengan Kitab Suci dan ajaran Gereja. Tapi kenapa umat islam masih sering mempertanyakannya?

8.    # Ada kesalahan fatal Fatoohi pada halaman 236. Fatoohi mengutip 1Kor 15: 5 – 8, lalu menyatakan bahwa penampakan itu terjadi sesudah kenaikan Yesus ke langit. Seharusnya: penampakan itu terjadi sesudah kebangkitan-Nya.

# Juga ada pendapat Fatoohi yang kacau dan terkesan bodoh (hlm 264), dimana dikatakan bahwa Matius dan Lukas menetapkan Betlehem sebagai tempat kelahiran Yesus, sedangkan Markus dan Yohanes menyatakan Yesus dilahirkan di Nazaret. Pendapat ini didasarkan pada Mrk 6: 1, yang menyatakan bahwa Nazaret adalah tempat asal/kampung halaman Yesus, dan Yoh 1: 46, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?”

# Fatoohi juga keliru dalam memahami frase “Seluruh dunia” (hlm 294). Fatoohi memakai konsep sekarang, sementara tidak demikian maksud penulis dulu.

Logika Fatoohi tentang cara Herodes mengidentifikasi Yesus yang akhirnya berdampak pada pembantaian kanak-kanak sangat membingungkan. Karena sudah ngawur, maka kesimpulannya juga ngawur, yaitu pembantaian itu tidak ada. Dan sekali lagi dasarnya adalah Al-Quran yang tidak menulisnya (hlm 308 – 312).

Kesimpulan ngawur juga terlihat dalam konteks Yesus anak Daud (hlm 368 – 370), atau soal Yesus masuk Yerusalem (hlm 385 – 387).

Kesimpulan bodoh kembali terjadi saat Fatoohi membaca Luk 24: 1 – 12 dan 13 – 35 (hlm 616). Pada bagian pertama ada dua orang yang menyampaikan kebangkitan kepada para perempuan. Pada bagian kedua ada dua orang yang disampaikan peristiwa kebangkitan. Dari sini Fatoohi berkesimpulan bahwa Yesus pertama kali menyampaikan kebangkitan-Nya kepada dua orang (pada bagian kedua), lalu kedua orang itu menyampaikannya kepada perempuan.

Pada hlm 733 – 735 muncul secara tiba-tiba masalah Palestina. Hal ini sungguh membingungkan.

Ada kesimpulan lucu yang dibuat oleh Fatoohi tentang kenabian Muhammad (hlm 790). Dikatakan lucu karena kesimpulan ini lahir dari pemikiran seorang DOKTOR. Fatoohi mengatakan bahwa kenabian Muhammad ditandai dengan pengetahuannya akan kisah sejarah Israel. Ada banyak orang dapat tahu sejarah Israel, tapi tak ada yang mau mengaku sebagai nabi. Pada halaman 786 Fatoohi menjelaskan bahwa Al-Quran melewati beberapa detail berkaitan dengan sejarah. Sebenarnya bukan sekedar melewati saja, melainkan memuat kesalahan sejarah. Hal ini bisa dimaklumi mengingat keterbatasan memori Muhammad untuk mengingat semua sejarah Israel.

9.    Soal tempat kelahiran Yesus terjadi logika terbalik (hlm 281 – 290). Fatoohi dan juga umat islam menilai bahwa penulis Injil telah mengubah kisah sebenarnya (lih. Apakah Injil Dipalsukan?). Kisah yang benar ada dalam Al-Quran, dimana dikatakan bahwa Yesus lahir di bawah pohon kurma. Sekedar diketahui, Injil ditulis pada abad I, sementara Al-Quran baru ada pada abad VIII. Perlu diketahui juga, kisah kelahiran di bawah pohon kurma terinspirasi dari kisah kelahiran Buddha. Di sini Fatoohi tidak memahami konsep kandang dan goa dalam sumber Kristen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar