Rabu, 06 Oktober 2021

JIKA PAROKUS BERGAYA SEPERTI JOKOWI

 

Jokowi memang fenomenal. Hadirnya Jokowi dalam kampanye pemilihan Gubernur DKI hingga tampilnya sebagai orang nomor satu di Jakarta itu sungguh menyedot perhatian banyak orang, bukan saja di dalam negeri melainkan juga di luar negeri. Banyak orang senang, simpati dan menaruh harapan perubahan pada wajah ibukota negara ini. Semua rasa dan asa itu diletakkan di pundak Jokowi (plus Ahok), karena kepribadian dan kinerja mereka sungguh mendukung terwujudnya rasa dan asa rakyat itu.

Kehadiran Jokowi juga menyita perhatian saya. Karena begitu kagum pada sosok Jokowi ini, sampai-sampai terbawa ke alam mimpi. Yah, saya pernah bermimpi soal Jokowi ini. Tapi mimpi itu bukan tentang Jokowi dan Jakarta, melainkan sosok Jokowi yang merasuk dalam sanubari pastor paroki. Yang menjadi landasan mimpi saya adalah pertanyaan, bagaimana seandainya Pastor Paroki seperti Jokowi dalam mengelola paroki dan karya pastoral.

Jawaban atas pertanyaan itu menghadirkan 7 adegan dalam mimpiku, mirip dalam tayangan film. Inti dari 7 adegan itu adalah perubahan. Yah, sebagaimana Jokowi membawa asa akan Jakarta Baru, demikian pula pastor paroki dapat menghadirkan perubahan dalam wajah parokinya.  Perubahan apa saja?

1.    Seperti Jokowi yang mau berbagi peran dengan rekannya (Basuki Tjahaya Purnama, selaku wakil gubernur), demikian pastor paroki mau menyerahkan sebagian urusan paroki kepada rekannya (pastor pembantu atau asisten). Bukan tampil sebagai single fighter. Sikap single fighter dapat menimbulkan kebingungan dan frustasi bagi rekan kerjanya dan banyaknya program yang terbengkelai. Jika program terbengkelai, yang menjadi korban adalah umat.

2.    Seperti Jokowi yang mau transparan dalam laporan keuangan dan hal-hal lain terkait dengan uang, demikian pula pastor paroki mau transparan dalam laporan keuangan paroki. Jangan hanya pastor paroki dan bendahara paroki saja yang tahu keuangan paroki, sementara umat bahkan pastor pembantu pun tidak sama sekali. Harus dipegang prinsip ini: Cinta akan uang merupakan akar kejahatan (1Tim 6: 10). Dan setiap manusia (termasuk para imam, bahkan uskup sekalipun) sangat rentan terhadap godaan uang.

3.    Seperti Jokowi yang mau ‘blusukan’ menemui warganya, bahkan yang miskin, demikian juga pastor paroki mau mengunjungi umatnya. Bukan enak-enakan saja di “istana”nya dengan tablet di hadapannya dan Galaxy Note II di telinga. Dan yang dikunjungi itu bukan cuma umat yang kaya, yang selalu mengantar makanan ke pastoran atau mengisikan pulsa, melainkan juga umat miskin sederhana.

4.    Seperti Jokowi yang tanggap akan masalah, demikian pula pastor paroki akan segera menyelesaikan masalah yang ada. Bukan dengan menumpuk masalah dan membiarkan waktu yang menyelesaikannya. Di sini dibutuhkan sikap tegas dan kemauan untuk berbagi dengan orang-orang yang berkompeten.

5.    Seperti Jokowi yang peduli pada rakyat miskin dengan mengeluarkan kebijakan yang pro rakyat (misalnya Kartu Jakarta Sehat dan rumah susun) demikian juga pastor paroki harus memiliki option for the poor lewat karya pastoralnya. Bukan cuma sibuk mengurus misa, misa dan misa dengan menekankan kolekte kepada umat. Jangan hanya menumpuk uang dan kekayaan untuk diri sendiri dan keluarga. Yang harus diingat dan disadari adalah umat bukan sapi perah bagi pastor.

6.    Seperti Jokowi yang ramah kepada siapa saja (orang miskin, biasa atau kaya, pejabat, buruh, pedagang PKL, dll) demikian pula hendaknya pastor paroki kepada umatnya. Jangan pilih kasih dalam bersikap ramah. Jangan hanya ramah dan tersenyum dengan wanita cantik dan orang kaya saja sementara yang lain dipasang wajah bulldog. Senyum itu untuk semua umat. Sama seperti perintah kasih Yesus, hendaknya sikap ramah dan senyum itu ditujukan kepada sesama kita, bahkan orang yang membenci kita.

7.    Seperti Jokowi yang bisa bertindak tegas terhadap bawahannya yang kerja tidak benar, demikian juga pastor paroki hendaknya tegas kepada karyawan yang tidak benar dalam kinerjanya. Bukan dengan diam membiarkan sehingga sebuah kesalahan dan pelanggaran menjadi kebiasaan. Hal ini akan menjadi beban tersendiri bagi calon pastor paroki yang baru.

Demikianlah resensi dari ketujuh adegan mimpi saya. Jika semua itu terwujud, bukan tidak mungkin akan ada perubahan pada wajah paroki dan, seperti Jokowi yang disenangi dan dicintai rakyatnya, demikian pula pastor paroki akan disenangi dan dicintai umatnya.

Dapatkan semua ini terwujud? Maaf, ini hanyalah sebuah mimpi. Saya sadar sebuah mimpi bukanlah realitas. Tapi tak salah jika kita mewujudnyatakan mimpi kita.

diambil dari tulisan 7 tahun lalu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar