Minggu, 26 September 2021

PRIBADI YESUS KRISTUS

 


A. Yesus Pemenuhan Janji Allah

Memahami Arti dan Makna Janji

Tentulah kita pernah membuat janji kepada orang, entah orangtua, saudara, teman atau siapa saja. Janji dimaknai sebagai ucapan yang menyatakan kesediaan atau kesanggupan untuk melakukan atau juga tidak melakukan. Misalnya, janji akan mengerjakan tugas sekolah setelah makan malam atau janji tidak akan menceritakan rahasia teman. Sebuah janji menuntut adanya pelaksanaan. Jika tidak ada pelaksanaan, maka hal tersebut disebut ingkar janji. Ada beberapa dampak dari ingkar janji ini.

1.    Orang yang ingkar janji akan dicap sebagai pembohong.

2.    Orang yang diingkari akan kehilangan kepercayaan. Hilangnya kepercayaan ini bisa saja hanya tertuju kepada orang yang telah ingkar janji, tetapi bisa juga kepada siapa saja.

Janji dalam Pengalaman Iman Kristen

Janji dapat ditemui dalam segala aspek kehidupan, dari ekonomi, sosial hingga agama. Tanpa disadari agama kristen, baik katolik maupun protestan, dibangun atas dasar perjanjian, yaitu perjanjian timbal balik antara Allah dan umat manusia. Agama kristen dipenuhi dengan janji, baik dari pihak Allah maupun pihak manusia. Janji Allah berawal dari kisah kejatuhan manusia ke dalam dosa (Kej 3: 8 – 15).

Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: “Di manakah engkau?” Ia menjawab: “Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi.” Firman-Nya: “Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?” Manusia itu menjawab: “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.” Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu: “Apakah yang telah kauperbuat ini?” Jawab perempuan itu: “Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan.” Lalu berfirmanlah TUHAN Allah kepada ular itu: “Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu. Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.”

Jika membaca kisah sebelumnya, tentulah kita akan mendapatkan gambaran situasi bahagia yang dialami oleh Adam dan Hawa. Kebahagiaan itu bersumber dari Allah, karena memang Allah menghendaki manusia hidup damai dan bahagia. Namun setan tidak ingin manusia bahagia. Setan ingin manusia menderita. Karena itulah setan memasukkan dosa dalam hidup manusia sehingga mereka akhirnya menderita.

Sekalipun dosa telah merusak kebahagiaan hidup manusia, Allah tetap ingin manusia kembali bahagia. Allah tetap mengasihi manusia, meski manusia sendiri yang membuat dosa dan ingkar janji. Karena itu, sejak kejatuhan manusia pertama, Allah telah berjanji akan mendatangkan keselamatan bagi manusia. Keselamatan itu berasal dari keturunan perempuan itu.

Janji keselamatan Allah ini terus diwartakan oleh para nabi. Salah satu tugas para nabi adalah menyampaikan pesan Allah, dan salah satu pesan-Nya adalah janji Allah akan hadirnya penebus yang memberi keselamatan bagi umat manusia. Salah seorang nabi yang menyampaikan warta ini adalah Yesaya. Nabi Yesaya menyampaikan janji Allah akan datangnya juruselamat yang akan disebut Imanuel (Yes 7: 10 – 14).

TUHAN melanjutkan firman-Nya kepada Ahas, kata-Nya: “Mintalah suatu pertanda dari TUHAN, Allahmu, biarlah itu sesuatu dari dunia orang mati yang paling bawah atau sesuatu dari tempat tertinggi yang di atas.” Tetapi Ahas menjawab: “Aku tidak mau meminta, aku tidak mau mencobai TUHAN.” Lalu berkatalah nabi Yesaya: “Baiklah dengarkan, hai keluarga Daud! Belum cukupkah kamu melelahkan orang, sehingga kamu melelahkan Allahku juga? Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.

Kita tahu bahwa Imanuel adalah gelar yang diberikan kepada Yesus. Kata-kata Allah yang disampaikan nabi Yesaya di atas terlihat kembali dalam percakapan antara Yosef dan Malaikat Gabriel (Mat 1: 23). Imanuel berarti Allah menyertai kita. Inilah salah satu identitas Allah kita. Dia tidak akan meninggalkan kita berjalan sendirian. Dia tidak akan jauh dari kita. Dia dekat bahkan hadir dalam kehidupan manusia. Itulah Yesus Kristus.

Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa Yesus merupakan pemenuhan janji Allah yang telah dibuat sejak kejatuhan manusia pertama. Artinya, Allah tidak ingkar janji. Dia setia dengan mewujudkan janji-Nya. Janji Allah terwujud dalam diri Yesus Kristus. Dan keselamatan itu terwujud dalam sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus. Sengsara dan kematian Yesus merupakan wujud dari upaya setan yang “meremukkan tumit” keturunan perempuan, sedangkan kebangkitan Yesus adalah wujud “keturunannya akan meremukkan kepala” setan.

Kehadiran Yesus, sebagai janji Allah, ternyata sudah diramalkan sejak lama. Beberapa nabi telah menubuatkan akan hadirnya sang juruselamat, yang akan menjadi pendamai antara Allah dan manusia. Dengan kehadiran Yesus di dunia, Allah tidak lagi membutuhkan nabi untuk menyampaikan pesan-Nya. Yesus dilihat bukan saja sebagai janji Allah tetapi juga pesan Allah. Penulis Surat kepada Orang Ibrani mengatakan bahwa dulu Allah berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan para nabi, tapi sekarang Allah berfirman dengan perantaraan Anak-Nya, yaitu Yesus Kristus.

Kesimpulan:

a. Tuhan sangat prihatin dengan situasi kedosaan manusia. Allah, yang menciptakan segala sesuatu melalui sabda-Nya, sejak awal mula menginginkan hidup manusia bahagia. Setelah mereka jatuh ke dalam dosa, Allah menjanjikan penebusan, Ia mengangkat mereka untuk mengharapkan keselamatan (Kej 3:15).

b. Janji Allah tersebut diungkapkan kembali oleh Yesaya. “Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel” (Yesaya 7:14).

c. Allah memenuhi janji-Nya. Allah tak ingin manusia hancur dalam kuasa dosa. Janji Allah terwujud dalam pribadi Yesus Kristus, Sang Putera Allah sendiri, yang selama hidup-Nya selalu mewartakan keselamatan bagi semua orang (Ibr 1:1-4).

d. Maka sebagai orang yang telah diselamatkan, kita harus memiliki hidup dengan semangat baru yakni hidup yang sesuai dengan kehendak Allah, meninggalkan perbuatan dosa dan selalu mengarahkan diri pada keselamatan.

B. Kemanusiaan dan Keallahan Yesus

Memahami Ciri-ciri Manusia dan Ciri-ciri Allah

Orang kristiani percaya bahwa Yesus itu adalah Allah yang menjadi manusia. Hal ini, oleh umat islam, dinilai sungguh tak masuk akal. Bagaimana mungkin Allah yang mahakuasa dan mahasuci hadir dalam sosok manusia, apalagi sebagai seorang bayi yang lemah. Karena tak bisa dicerna, orang islam kemudian menuduh orang kristen telah berdosa berat, karena telah menyekutukan Allah. Selain itu, umat islam menyebut orang kristen sebagai kafir. Ini didasarkan pada wahyu Allah dalam QS 5: 72. Bagaimana kita menyikapi penilaian ini?

Jeremy Tailor (1613 – 1667), seorang penulis spiritual berkebangsaan Inggris, pernah berkata, “Agama yang tanpa misteri adalah agama tanpa Allah.” Misteri merupakan suatu syarat mutlak agama, dalam kaitannya dengan relasi dengan Tuhan. Perlu disadari, Tuhan itu mahakuasa. Tak mungkinlah kemahakuasaan Allah itu dapat dimasukkan ke dalam otak manusia yang hanya sekepal tangan. Bagi manusia, Tuhan masih menyisakan misteri. Dan karena misteri itu, sikap yang dibutuhkan adalah iman. Jadi, iman merupakan tanggapan manusia akan misteri keilahan Tuhan. Senada dengan pernyataan Jeremy, Mgr Ignasius Suharyo mengatakan, “Kalau semuanya jelas, itu pasti bukan Allah dan bukan iman.”

Secara sederhana kita dapat memahami penilaian umat islam di atas: tidak mungkin Allah yang mahakuasa jadi manusia. Di balik penilaian ini terlihat bahwa umat islam hendak mengatur-atur Allah. Dan kalau Allah sudah diatur-atur, maka Allah tidak lagi mahakuasa. Kalau benar Allah itu mahakuasa, Allah mau jadi apa saja, yah urusan Allah. kita tentu ingat akan kata-kata Yesus, “Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah.” (Luk 18: 27). Segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah (Mrk 10: 27). Malaikat Gabriel berkata, “Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.”

Sebenarnya keilahian Yesus terlihat juga dalam Al-Qur’an. Misalnya, Yesus diakui sebagai kalam Allah (QS 4: 171). Kata ini sama artinya dengan firman Allah, dan orang kristen percaya bahwa Yesus itu adalah firman Allah. Dasar kepercayaan ini dapat ditemui dalam Yohanes 1: 1 – 3, 14. Firman itu adalah Allah dan firman itu telah menjadi manusia. Selain sebagai kalam Allah, surah an-Nisa tadi juga menyebut Yesus itu Roh Allah. Artinya, Yesus itu tidak hanya sebatas manusia biasa, tapi Roh Allah. Orang kristen memaknai kata ini dengan Roh Kudus, karena Roh Kudus itu adalah juga Allah. Dalam kita kelahiran Yesus terlihat kalau memang Yesus itu adalah Roh Allah. Malaikat Gabriel mengatakan kepada Yosef, “Anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus” (Mat 1: 20), dan kepada Maria dikatakan, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau.” (Luk 1: 35). Masih banyak lagi bukti wahyu Allah yang menyatakan bahwa memang Yesus itu ilahi atau Allah. Lantas, kenapa umat islam tetap menolak keilahian Yesus? Mungkin disebabkan karena konsep tauhid: tiada tuhan selain Allah, dan bahwa Allah itu esa.

Karena Yesus itu adalah Allah yang menjadi manusia, maka Dia mempunyai ciri manusia dan juga Allah. Ciri kemanusiaan dan keallahan Yesus dapat ditemukan dalam keempat Injil. Sekedar menyebut ciri manusiawinya adalah lapar, sedih, menjadi seperti anak, menangis, dst. Sedangkan ciri keallahan tampak seperti melakukan mukjizat, mengatasi ruang dan waktu, dst.

Mendalami Pribadi Yesus Sungguh Allah dan Sungguh Manusia

Dari uraian di atas, kita mendapatkan satu gambaran tentang Yesus, yaitu sungguh Allah dan sungguh manusia. Ini artinya keallahan-Nya 100% dan kemanusiaan-Nya juga 100%, bukan 50:50. Keallahan dan kemanusiaan dalam Yesus hanya bisa dibedakan, tapi tak bisa dipisahkan. Keduanya menyatu dalam pribadi Yesus. Satu kesalahan yang biasa dilakukan oleh umat islam adalah ketika melihat kemanusiaan Yesus, mereka mengabaikan keallahannya. Bagaimana itu bisa terjadi, itu urusan Allah. Bagi manusia hal itu mustahil, namun tidak bagi Allah. untuk mendalami pribadi Yesus ini, kita coba teks Injil Luk 2:1-20:

Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia. Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria. Maka, pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing di kotanya sendiri. Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, -- karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud. Supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya, yang sedang mengandung. Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan. Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.” Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” Setelah malaikat-malaikat itu meninggalkan mereka dan kembali ke sorga, gembala-gembala itu berkata seorang kepada yang lain: “Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita.” Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan.  Dan ketika mereka melihat-Nya, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu. Dan semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka. Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya. Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka.

Bertolak dari kutipan di atas, kita dapat menemukan beberapa hal yang menunjukkan bahwa Yesus adalah manusia. Pertama-tama terlihat bahwa Yesus dikandung dan dilahirkan oleh manusia sebagai manusia, yang dapat dilihat. Dia mempunyai jenis kelamin seperti manusia. Selain itu, Dia mempunyai silsilah leluhur, yakni Daud. Kutipan di atas juga menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah. Hal ini tampak dalam gelar yang dikenakan pada Yesus, yakni Juruselamat, Kristus dan Tuhan.

Apakah dengan menjadi manusia Allah lantas menjadi hina dan tidak sempurna? Apakah dengan menjadi manusia Allah lantas menjadi tidak mahakuat dan mahakuasa lagi? Apakah dengan menjadi manusia Allah lantas menjadi tidak kudus lagi? Masih banyak pertanyaan yang dapat diajukan terkait keputusan Allah menjadi manusia. Bagi kita, menjadi manusia adalah keputusan bebas Allah. Manusia mana pun tak punya hak dan wewenang menggugatnya. Nabi Yesaya pernah berkata, “Siapakah yang dapat mengatur Roh Tuhan atau memberi petunjuk kepada-Nya sebagai penasehat?” (Yes 40: 13). Sikap yang dibutuhkan adalah sikap iman, yakni percaya, sekalipun akal budi kita tak mampu memahami.

Kenapa Allah mau menjadi manusia? Ini merupakan pertanyaan iman, yang sekali lagi tak bisa dipisahkan dari yang namanya misteri. Sebagai misteri, ia tidak memiliki jawaban yang memuaskan. Sebagai perbandingan, pertanyaan itu dapat dijawab dengan sebuah cerita:

Pada suatu ketika, ada suatu keluarga petani di negeri 4 musim. Sang suami tidak percaya kisah tentang Yesus, Allah yang menjadi manusia. Kalau saya adalah Allah, saya tidak akan mau menjadi merendahkan diri menjadi manusia, demikian pikirnya. Menurutnya itu adalah tindakan konyol.

Oleh karena itu, dia tidak mau pergi bersama istri dan anak-anaknya ke gereja untuk merayakan natal. Saat itu musim dinginDia sendirian di rumah, duduk menonton televisi sambil membaca-baca koran dengan ditemani secangkir kopi. Sementara di luar salju turun semakin deras.

Tiba-tiba dia mendengar suatu suara benturan dari arah ruang keluarga. Dan kembali ada suara benturan beberapa kali. Dengan bergegas dia ke ruang depan untuk mencari tahu sumber benturan itu. Ketika ia membuka pintu, ia melihat beberapa ekor burung yang kedinginan dan linglung setelah menabrak kaca jendela. Ternyata mereka tersesat di tengah hujan salju deras dan berusaha masuk ke rumah melalui jendela.

“Burung-burung ini tidak akan selamat di tengah badai salju seperti ini,” demikian pikirnya, “Tetapi ada sesuatu yang bisa aku lakukan.”

Petani itu mempunyai gudang atau lumbung tak jauh dari rumahnya, persisnya di samping rumah. Petani itu berpikir, seandainya burung-burung tersebut bermalam di sana, mereka bisa tetap hangat dan selamat dari badai salju.

Setelah memakai jaket musim dingin, dia keluar rumah, membuka pintu gudang dan menyalakan lampunya. Petani itu berteriak-teriak agar burung-burung itu datang kepadanya. Tetapi ternyata burung-burung tersebut tidak masuk ke dalam lumbung yang hangat seperti harapannya. Lalu muncul ide lainnya. Dia mencoba menarik perhatian burung-burung tersebut dengan menaburkan biji-bijian sampai ke lumbung. “Mungkin dengan umpan makanan, burung-burung tersebut mau berjalan menuju ke lumbung dan tinggal di sana,” pikirnya.

Tetapi burung-burung tersebut tetap saja tidak tahu apa yang sedang diusahakannya. Lalu petani itu berdiri dekat burung-burung itu, mencoba meniru kepak-kepak sayap burung dan meniru suara burung supaya mereka mau mengikutinya. Lagi-lagi usahanya tidak membuahkan hasil. Di tengah rasa frustrasinya, dia bergumam, “Seandainya aku bisa menjadi burung, sebentar saja, pasti aku bisa memimpin dan meyakinkan mereka masuk ke dalam lumbung, dan mereka akan SELAMAT dari badai ini dan tetap HIDUP.”

Tiba-tiba terdengar suara pujian gereja di kejauhan. Sang petani pun terperangah dan dia lalu berlutut. Dia teringat pada cerita Natal dan sekarang cerita tentang Allah yang menjadi manusia menjadi lebih masuk akal baginya. Jelas cara terbaik untuk membawa manusia pada keselamatan yang dijanjikan Allah adalah dengan Allah merendahkan diri-Nya menjadi manusia betapapun mustahil ini bagi banyak orang.

Allah kita menjadi manusia. Sungguh luar biasa. Tidak ada allah lain yang seperti itu. Allah tidak memandang kemegahan sebagai milik-Nya sendiri, tetapi Dia mau merendahkan diri demi keselamatan manusia. Semua itu karena kasih. Allah begitu mengasihi manusia. Hal ini menuntut kita untuk senantiasa menghargai dan meneladani kasih-Nya. Selain itu, kita diminta untuk tidak suka menyombongkan diri atau apa yang ada pada kita. Lewat peristiwa Allah menjadi manusia, kita diajak untuk membangun sikap rendah hati dan bersedia untuk bela rasa dengan sesala.

Kesimpulan.

a. Allah menjelma menjadi manusia karena Dia solider dengan kehidupan manusia. Allah yang mengambil kodrat manusia sama seperti kita kecuali dalam hal dosa, ingin menunjukkan pada kita bahwa Allah itu pengasih. Dia mau turun ke bumi ingin merasakan suka duka yang dialami manusia dan bergaul dengan manusia. Sebagai Allah yang menjelma menjadi manusia, Yesus tidak pura-pura jadi manusia, Dia manusia sejati. Dalam Luk 2:1-7, kita tahu ciri-ciri kemanusiaan Yesus, ayah ibu-Nya mengikuti sensus penduduk, Ia dilahirkan dari rahim Maria, ibu-Nya, Ia lahir di Betlehem tempat yang juga biasa dikunjungi manusia pada umumnya, dan Ia berjenis kelamin laki-laki. Di dalam teks lain dapat kita temukan, Ia bekerja menjadi tukang kayu (Mrk 6:3), bisa marah (Luk 19:45), merasa sedih (14: 34), merasa lapar (Mat 21:18), Haus (Mat 25:35), ketakutan (Mrk 22:44), kemanusiaan Yesus sangat nampak nyata ketika dia harus mengalami nasib yang dialami oleh semua manusia yaitu mengalami kematian (Luk 23: 44-49, Mrk 15: 33-41, Mat 27: 45-56, Yoh 19:28-30). Dari berbagai peristiwa tersebut hendak menegaskan bahwa Yesus hidup dalam sejarah manusia dan menjalani hidup sebagaimana manusia pada umumnya.

b. Yesus adalah manusia, tetapi sekaligus Allah. Keallahan Yesus juga tampak dalam hal-hal berikut: warta malaikat tentang kelahiran Yesus kepada para gembala “Hari ini telah lahir bagimu Juru Selamat, yaitu Kristus, Tuhan di kota Daud” (Luk 2:11). Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (ayat 13-14). Keillahian Yesus juga tampak dalam beberapa peristiwa mukjizat yang dilakukan Yesus, misalnya: Peristiwa penggandaan roti (Yoh 6:1-15), Yesus menyembuhkan orang lumpuh (Luk 5:27-32), Yesus membangkitkan anak muda di Nain (Luk 7:11-17), Yesus mengusir roh jahat (Luk 8:26-39), Yesus meredakan angin ribut (Luk 8:22-25), Yesus berjalan di atas air (Mat 14:22-33), Keilahian Yesus juga tampak ketika Yesus bangkit dari alam maut (Mat 28:1-10), dan ketika Ia naik ke Surga (Luk 24:50-53). Berbagai macam peristiwa tersebut menunjukkan bahwa Yesus sungguh-sungguh Allah.

c. Dengan memahami Yesus sungguh Allah dan sungguh manusia, kita diajak untuk meneladani cinta-Nya. Walau Ia Allah, Ia tidak meninggikan diri-Nya. Ia mau turun ke bumi untuk menyelamatkan manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar