Minggu, 26 September 2021

MENGENAL SAKRAMEN INISIASI

 


Sakramen inisiasi merupakan dasar hidup kristen. Ada tiga sakramen inisiasi, yakni Baptis, Krisma dan Ekaristi. Kita dilahirkan kembali menjadi manusia baru dalam Sakramen Baptis, dikuatkan dengan Sakramen Krisma dan diberi makanan dengan Sakramen Ekaristi. Dari tiga sakramen inisiasi ini hanya Sakramen Baptis dan Krisma saja yang penerimaannya cuma sekali.

A.   Sakramen Baptis

Sakramen Baptis merupakan pintu gerbang bagi sakramen-sakramen lainnya (bdk. Kan 849). Karena itu, “Orang yang belum dibaptis tidak dapat diizinkan menerima sakramen-sakramen lain dengan sah” (Kan. 842,§1). Melalui Sakramen Baptis orang menerima keselamatan, karena ia dibebaskan dari dosa, dilahirkan kembali sebagai anak-anak Allah serta digabungkan dengan Gereja dan menjadi serupa dengan Kristus. Membaptis artinya “menenggelamkan” ke dalam air. Seseorang yang dibaptis ditenggelamkan ke dalam kematian Kristus dan bangkit bersama-Nya sebagai “ciptaan baru” (2Kor 5: 17). Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa Sakramen Baptis adalah tawaran keselamatan Allah kepada manusia, yang melaluinya kita mendapatkan penebusan dosa, menjadi anak Allah dan anggota Gereja serta bersatu dalam Kristus Yesus.

Apa efek atau buah dari Sakramen Baptis? Kompendium Katekismus Gereja Katolik (no. 263) menyebut beberapa buah dari Sakramen Baptis, di antaranya adalah: penghapusan dosa, baik dosa asal, dosa pribadi maupun hukuman karena dosa; ikut ambil bagian dalam kehidupan ilahi Tritunggal melalui rahmat pengudusan, rahmat pembenaran yang mempersatukan seseorang dengan Kristus dan Gereja-Nya; ikut ambil bagian dalam imamat Kristus dan menjadi anggota Gereja; menerima keutamaan teologal dan anugerah-anugerah Roh Kudus; menjadi milik Kristus selamanya.

Dari uraian efek atau buah Sakramen Baptis di atas, kita dapat melihat dua sifat efek tersebut, yaitu pasif dan aktif. Penghapusan dosa dan menjadi milik Kristus merupakan kategori pasif, karena kita menerimanya secara otomatis setelah baptisan, meski kita tetap dituntut untuk tetap menjaga kesucian diri kita, hidup sesuai dengan rahmat yang telah kita terima. Untuk kategori aktif dapat terlihat seperti ambil bagian dalam imamat Kristus dan menjadi anggota Gereja. Tentu kita masih ingat akan materi pertemuan yang ketiga, tugas-tugas Gereja. Itu merupakan perwujudan dari buah Sakramen Baptis. Keutamaan teologal dan juga anugerah Roh Kudus yang diterima harus dihidupi. Jika tidak dihidupi, kita tak beda seperti hamba yang menerima satu telenta dalam perumpamaan tentang talenta (Mat 25: 14 – 30).

Yang dimaksud dengan keutamaan teologal adalah iman, harapan dan kasih (1Kor 13: 13). Iman adalah keutamaan yang dengannya kita percaya kepada Allah dan semua yang sudah diwahyukan dan disampaikan oleh Gereja. Rasul Paulus berkata, “Iman bekerja melalui kasih” (Gal 5: 6). Harapan adalah keutamaan yang dengannya kita merindukan dan menantikan kehidupan abadi yang berasal dari Allah sebagai kebahagiaan kita, mempercayakan diri kita kepada janji Kristus, dan bersandar pada bantuan rahmat Roh Kudus agar pantas menerimanya dan tetap bertahan sampai akhir hidup kita. Kasih adalah keutamaan yang dengannya kita mengasihi Allah dan sesama kita. (Lih. Kompendium KGK no. 386 – 388).

Ada 7 anugerah Roh Kudus, yang biasa dikenal dengan tujuh karunia Roh Kudus. Ketujuh anugerah ini harus kita hidupkan dalam keseharian kita. Ketujuh karunia Roh Kudus itu adalah,

a. Karunia takut akan Allah

Pemazmur berkata, “Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik.” (Maz 111: 10). Takut akan Tuhan adalah takut akan penghukuman Tuhan, takut bahwa dirinya akan terpisah dari kasih Tuhan untuk selamnya di neraka. Karena itu, St. Teresa mengatakan bahwa takut akan Tuhan merupakan obat bagi manusia untuk menghindari dosa. Ketakutan ini membuat kita berusaha menghindari dosa dan mengajak kita kepada pertobatan.

b. Karunia keperkasaan

Karunia ini menuntun kita untuk berani mengejar yang baik dan tidak takut dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghalangi tercapainya kebaikan tersebut. Misalnya, ketika hendak hidup jujur, menolak narkoba dan pornografi, dll, orang menemukan tantangan karena malu diejek orang lain, takut rugi, dll. Orang yang dipenuhi karunia ini bukannya tidak pernah merasa takut, tetapi mereka dapat mengatasi ketakutannya karena percaya Allah dapat melakukan segalanya.

c. Karunia Kesalehan

Karunia ini membentuk relasi kita dengan Allah seperti relasi anak dengan bapanya, dan pada saat yang sama membentuk relasi persaudaraan yang baik dengan sesama. Dengan menerima karunia ini kita akan selalu memberi penghormatan kepada Bunda Maria, para kudus dan malaikat, Gereja, sakramen, rajin membaca Kitab Suci karena semuanya berkaitan dengan Allah. Dalam relasi dengan sesama, orang yang menerima karunia ini akan lebih bermurah hati dan menempatkan sesama sebagai saudara.

d. Karunia Nasehat

Karunia ini membantu kita untuk mengetahui mana yang baik, yang harus dijalankan dalam hidup.

e. Karunia Pengenalan

Karunia ini memberi kemampuan kepada kita untuk menilai ciptaan dengan semestinya dan melihat kaitannya dengan Sang Pencipta. Dengan kata lain, kita dapat memberi makna akan hal-hal sederhana yang dilakukan setiap hari, dengan mengangkatnya ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu sebagai jalan pengudusan.

f. Karunia Pengertian

Dengan karunia ini kita mampu mengerti kedalaman misteri iman. Karunia ini memberikan kedalaman pengertian akan Kitab Suci, kehidupan rahmat, pertumbuhan dalam sakramen-sakramen dan juga kejelasan akan tujuan akhir kita, yakni surga.

g. Karunia Kebijaksanaan

Karunia ini memungkinkan kita untuk mengalami pengetahuan akan Allah dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Dengan kata lain, kita bisa melihat segala sesuatu dari kacamata Allah, sehingga kita akan menimbang setiap perkara dengan tepat, memiliki perspektif yang jelas akan kehidupan, melihat segala yang terjadi dengan baik tanpa adanya kepahitan, dan bisa bersukacita dalam penderitaan.

1.    Beberapa Hal Penting dalam Sakramen Baptis

Pertama-tama perlu diketahui bahwa setiap orang yang belum dibaptis bisa dibaptis. Yang penting dia percaya akan Allah Tritunggal Mahakudus, akan Yesus yang adalah Allah yang menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia melalui sengsara, wafat dan kebangkitan, akan rahmat keselamatan dalam Sakramen Baptis itu sendiri. Kepercayaan itu diungkapkan dengan mengucapkan pengakuan iman. Demi sahnya Sakramen Baptis, orang ini akan dibenamkan ke dalam air atau dituangkan air ke atas kepalanya sambil pelayan mengucapkan, “aku membaptis engkau, dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus.”

Yang dimaksud dengan “pelayan” di atas adalah uskup, imam dan juga diakon. Ini untuk pembaptisan biasa. Untuk situasi darurat, setiap orang dapat membaptis asalkan dia memiliki intensi melakukan apa yang dilakukan Gereja. Jadi, sebagai contoh, saat melahirkan bayi dalam kondisi sekarat. Menghubungi imam sulit dan belum tentu bisa datang tepat waktu. Dalam situasi ini, siapa pun yang ada di sana, termasuk orangtua bayi itu, bisa membaptis bayi tersebut.

Setiap orang yang dibaptis, entah itu baptis bayi/anak maupun baptis dewasa, berhak mendapatkan wali baptis. Wali baptis adalah orangtua iman bagi yang dibaptis. Dia bertanggung jawab atas perkembangan dan penjaga iman dan rahmat yang diberikan saat penerimaan Sakramen Baptis. Wali baptis tidak harus dua dan/atau sepasang. Satu orang saja bisa menjadi wali baptis (bdk. Kan. 873), yang penting dia katolik yang sudah genap 16 tahun dan telah menerima komuni dan krisma serta tidak dikenai hukuman Gereja.

Ada 3 jenis baptisan, yaitu baptisan air, darah dan baptisan kerinduan. Jenis pertama adalah baptisan yang biasa kita lihat. Dua jenis lainnya hendak menunjukkan bahwa setiap orang masih berpeluang mendapatkan keselamatan sekalipun mereka belum menerima Sakramen Baptis (baptisan air). Mereka keburu meninggal sebelum dibaptis.

Setiap orang yang dibaptis akan menerima “nama baptis”. Hukum Gereja menetapkan bahwa yang dimaksud dengan “nama baptis” ini adalah nama yang tak asing dari citarasa kristiani (bdk. Kan. 855). Ada 3 kategori dari citarasa kristiani ini. Pertama, menggunakan nama tokoh atau tempat yang ada dalam Alkitab. Misalnya seperti Abraham, Yeremia, Musa, Sadrakh, Tesalonika, Bethania, dll. Kedua, memakai nama orang kudus, seperti Yohanes, Paulus, Agnes, Monika, dll. Ketiga, memakai istilah yang populer dalam Gereja. Misalnya seperti Imanuel, Adven, Natal, Angelus, Gloria, dll.

2.    Kasus Baptis Bayi

Baik orang katolik maupun protestan sama-sama mengakui adanya Sakramen Baptis. Namun orang protestan membaptis jemaatnya saat mereka sudah dewasa. Orang protestan mengkritik Gereja Katolik yang membaptis bayi atau anak-anak. Mereka mengatakan bahwa baptis bayi tidak punya dasar kitab suci, bayi belum bisa berdosa dan lagi bayi belum paham soal peristiwa dan makna dari Sakramen Baptis. Benarkah kritikan tersebut?

Tradisi membaptis bayi/anak dalam Gereja Katolik sudah ada sejak jaman Gereja awal. Memang bayi belum bisa berbuat dosa, namun seorang bayi sudah memiliki dosa asal. Dosa inilah yang dihapus lewat Sakramen Baptis, bukan dosa melanggar 10 perintah Allah. Selain itu Gereja Katolik melihat Sakramen Baptis itu penting untuk keselamatan. Karena itu, Gereja menghimbau dan orangtua menyerahkan bayinya untuk dibaptis. Hal ini bisa dibandingkan dengan imunisasi. Bayi beberapa minggu sudah diberi imunisasi sekalipun bayi tidak paham soal imunisasi dan bisa juga dia tidak ada penyakit. Namun karena imunisasi itu penting untuk kesehatan, maka pemerintah menghimbau dan orangtua menyerahkan anaknya untuk dimunisasi. Dasar Alkitab untuk Sakramen Baptis dapat ditemui dalam Kis 16: 15, 33; 18: 8 dan 1Kor 1: 16. Dalam kutipan-kutipan ini dikatakan adanya peristiwa pembaptisan terhadap seisi rumah/keluarga. Jika di dalam rumah itu ada bayi, maka ia juga pasti dibaptis. Scott Hahn mengatakan bahwa kunci ke arah pengertian Alkitab adalah gagasan perjanjian dengan Allah. Sejak jaman Abraham hingga Kristus, Allah menunjukkan bahwa Ia menghendaki bayi-bayi berada dalam ikatan perjanjian dengan-Nya. Caranya sederhana saja: beri mereka tanda perjanjian. Dalam Perjanjian Lama, tanda perjanjian itu adalah sunat, sedangkan Kristus mengubahnya menjadi baptis dalam Perjanjian Baru. Tidak ada dalam Alkitab bahwa Kristus mengumumkan bayi-bayi dikecualikan dari ikatan perjanjian.

B.   Sakramen Krisma

Dalam Perjanjian Lama, para nabi mewartakan bahwa Roh Allah akan turun ke atas Mesias yang dinantikan dan ke seluruh umat mesianis. Seluruh hidup Yesus dijalani dalam persatuan total dengan Roh Kudus. Para Rasul menerima Roh Kudus pada hari Pentakosta dan mewartakan karya agung Allah (Kis 2: 1 – 13). Mereka memberikan anugerah Roh yang sama kepada orang yang baru dibaptis dengan penumpangan tangan. Selama berabad-abad Gereja terus menjalani hidup dalam Roh dan menurunkan-Nya kepada kita.

Ada 2 istilah untuk sakramen ini, yaitu krisma dan penguatan. Disebut krisma karena ritus pokok sakramen ini adalah pengurapan dengan minyak suci (krisma). Disebut penguatan karena sakramen ini bertujuan untuk menguatkan dan memperkokoh rahmat Sakramen Baptis (Lih. Kompendium KGK no. 266).

Sama seperti Sakramen Baptis, sakramen ini juga memiliki buah atau efek. Buah Sakramen Krisma adalah pencurahan Roh Kudus secara khusus seperti pada hari Pentakosta. Pencurahan ini memberi meterai yang tak terhapuskan dan menumbuh-kembangkan rahmat Sakramen Baptis. Orang yang menerima sakramen ini masuk lebih dalam menjadi anak-anak Allah, mempererat relasinya dengan Kristus dan Gereja, serta memperkuat anugerah Roh Kudus di dalam jiwanya. Sakramen ini memberikan kekuatan khusus dalam memberikan kesaksian iman kristen.

Untuk lebih mengetahui efek dari sakramen ini, kita dapat berkaca pada peristiwa Pentakosta. Sebelumnya para murid diliputi ketakutan. Namun setelah menerima Roh Kudus, mereka berani tampil memberi kesaksian tentang Yesus. Mereka juga menjadi kuat sehingga mampu menerima penderitaan akibat dari pewartaan dan kesaksian mereka.

C.   Sakramen Ekaristi

Sakramen Ekaristi adalah kurban Tubuh dan Darah Yesus yang ditetapkan-Nya untuk mengabadikan kurban salib selama perjalanan waktu sampai Yesus kembali dalam kemuliaan. Sakramen Ekaristi merupakan tanda kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan paskah, saat Kristus diterima sehingga jiwa dipenuhi rahmat dan jaminan kemuliaan yang akan datang diberikan kepada kita. Melalui Sakramen Ekaristi kita dipersatukan dengan liturgi surgawi dan dapat mencicipi kehidupan kekal.

Sakramen Ekaristi terkait erat dengan peristiwa perjamuan malam terakhir bersama para rasul. Kita mengenalnya sebagai Kamis Putih. Saat itulah Yesus menetapkan Sakramen Ekaristi. Perjamuan malam terakhir sendiri merupakan perwujudan awal dari kurban salib (Jumat Agung). Dalam Sakramen Ekaristi dan kurban salib terlihat jelas Yesus menyerahkan diri-Nya demi penebusan dosa dunia. Dalam perjamuan malam terakhir Yesus menyerahkan diri-Nya dalam wujud roti dan anggur, karena roti itu adalah Tubuh-Nya dan anggur itu adalah Darah-Nya. Dalam kurban salib, Yesus menyerahkan diri-Nya secara utuh dengan tergantung di atas salib.

Ekaristi sudah dipralambangkan dalam Perjanjian Lama, terutama dalam Perjamuan Paskah yang dirayakan setiap tahun oleh orang Yahudi dengan roti tak beragi dan juga anak domba untuk mengenang pembebasan dari Mesir. Jadi, ekaristi tak bisa dipisahkan dari tradisi perjamuan paskah orang Yahudi. Hanya Yesus membawa perubahan dan pembaharuan. Kalau perjamuan paskah orang Yahudi dipakai daging anak domba, dalam ekaristi dipakai tubuh Yesus sendiri, karena Dia adalah Anakdomba Allah. Jadi, dalam ekaristi Kristus sendiri dihadirkan, dikurbankan dan disantap, dan melaluinya Gereja selalu hidup dan berkembang.

Pelayan perayaan ekaristi adalah imam tertahbis (uskup atau pastor), yang bertindak dalam pribadi Kristus dan atas nama Gereja. Dalam Sakramen Ekaristi, kurban Kristus juga menjadi kurban kita sebagai anggota tubuh-Nya. Kehidupan kita, pujian, doa-doa, pekerjaan kita dipersatukan dengan kehidupan Kristus. Sebagai kurban, Sakramen Ekaristi juga dipersembahkan untuk semua umat beriman, yang hidup dan yang mati, untuk pengampunan dosa-dosa semua orang dan untuk mendapatkan anugerah rohani dan jasmani dari Allah.

Jika Sakramen Baptis dan Krisma diterima sekali saja, Ekaristi bisa diterima berkali-kali. Sekedar berpartisipasi, Gereja mengharuskan umatnya untuk terlibat dalam perayaan ekaristi setiap hari Minggu dan pada hari-hari raya yang diwajibkan serta menganjurkan pada hari-hari lainnya. Untuk menyambutnya, Gereja menganjurkan agar kita, jika memiliki sikap hati dan budi yang baik, menerima komuni kudus setiap kali berpartisipasi dalam ekaristi. Syarat agar bisa menyambut komuni kudus adalah orang harus tergabung penuh dalam Gereja Katolik (sudah dibaptis secara katolik) dan dalam keadaan rahmat, yaitu tanpa kesadaran akan dosa yang mendatangkan maut. Orang yang sadar melakukan dosa berat harus menerima Sakramen Tobat lebih dahulu. Selain itu, orang harus menciptakan suasana hening dan doa sebelum menyambut komuni kudus serta memperhatikan sikap tubuh (tata gerak dan pakaian) yang pantas sebagai tanda penghormatan di hadapan Kristus.

Apa buah-buah komuni kudus? Komuni kudus mempererat kesatuan kita dengan Kristus dan dengan Gereja-Nya. Komuni juga menjaga dan memperbaharui hidup rahmat yang diperoleh pada saat menerima Sakramen Baptis dan Krisma, serta membuat kita berkembang dalam cinta kepada sesama, memperkuat kita dalam cinta kasih, menghapus dosa-dosa ringan dan menjaga kita dari bahaya dosa berat di masa depan.

Gereja mengajarkan bahwa hosti dan anggur yang dipersembahkan dalam perayaan ekaristi adalah sungguh Tubuh dan Darah Kristus. Memang, saat dipersembahkan benda itu hanyalah roti dan anggur, namun setelah dikonsekrasi mereka berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Secara manusiawi kita merasa itu adalah roti dan anggur, tapi secara iman itu sungguh Tubuh dan Darah Kristus. Bagaimana hal itu bisa terjadi, inilah misteri iman. Karena itu, dengan sikap iman juga hendaklah kita menaruh rasa hormat terhadap ekaristi mahakudus dengan menyembahnya.

Bagaimana kita menghayati Sakramen Ekaristi? Pertama-tama perlu disadari bahwa dengan mengikuti perayaan ekaristi kita telah memenuhi permintaan Yesus pada perjamuan malam terakhir. Selain itu, kita juga disadarkan akan kurban penebusan dosa. Karena itu, hendaklah kita menghaturkan rasa syukur dan terima kasih. Penghayatan Sakramen Ekaristi memiliki 3 dimensi sekaligus, yaitu sebelum, saat dan sesudah ekaristi. Sebelum ekaristi kita hendaknya mempersiapkan diri dengan membersihkan hati dari noda dosa dan dengan menjalankan puasa, minimal 1 jam sebelum ekaristi. Saat ekaristi hendaknya kita mengikuti dengan sikap tenang dan penuh hikmat. Sesudah ekaristi kita dituntut untuk mengamalkan buah-buah ekaristi, seperti cinta pada sesama, selalu hidup dalam rahmat, peduli kepada sesama, berani berkorban untuk sesama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar