Jumat, 11 September 2020

MENGKRITISI SURAH AL-MAIDAH AYAT 64

Umat islam yakin bahwa Al-Qur’an merupakan firman Allah yang disampaikan langsung kepada nabi Muhammad SAW (570 – 632 M). Keyakinan ini didasarkan pada firman Allah sendiri dalam surah as-Sajdah: 2 dan az-Zumar: 1 – 2, 41. Al-Qur’an diturunkan agar menjadi petunjuk bagi umat islam. Setiap umat islam wajib mengikuti apa yang dikatakan dalam Al-Qur’an. Untuk kemudahan ini maka sengaja Allah mudahkan Al-Qur’an untuk peringatan (QS al-Qamar: 17). Dengan kata lain, Al-Qur’an adalah kitab yang sudah jelas dan mudah dipahami.
Tak bisa dipungkiri, umat islam dimana dan kapan pun akan selalu hidup bertetangga dengan umat agama lain, yang disebut dengan orang kafir. Relasi dengan orang kafir sangat dilarang. Malah Allah menghendaki supaya orang kafir itu dimusnahkan. Karena itu, ada perintah Allah kepada umat islam untuk membunuh orang kafir dimana saja dijumpai.
Akan tetapi, hingga kini orang kafir masih ada. Bahkan di negara dengan mayoritas penduduk muslim pun orang kafir merajalela. Malah banyak umat islam menjalin relasi pertemanan dengan orang kafir. Hal ini mengisyaratkan bahwa umat islam tidak melaksanakan perintah Allahnya. Atau Al-Qur’an sudah tidak relevan lagi untuk umat islam masa kini, seperti yang pernah dikatakan oleh Tuah Aulia Fuadli, seorang mahasiswa semester V Jurusan Ahwal Al Syakhshiyah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Salah satu kelompok orang kafir adalah orang Yahudi. Sudah menjadi rahasia umum kalau relasi islam dengan Yahudi sama seperti relasinya dengan Kristen, yaitu tidak harmonis. Umat islam selalu punya kebencian dan kecurigaan terhadap orang Yahudi, dari dulu hingga sekarang. Karena itu, perang Israel – Pelestina, yang di mata orang islam selalu dilihat sebagai perang Yahudi – Islam, tidak akan pernah mencapai titik damai. Relasi keduanya akan selalu diwarnai pertikaian, permusuhan dan perang.

Jika terjadi pertikaian di Palestina (Israel) pasti umat islam di belahan dunia lain (termasuk Indonesia) akan melakukan aksi demo. Kenapa umat islam sekarang selalu menaruh curiga dan dendam kepada orang Yahudi?
Seperti yang telah disampaikan di atas, bagi umat islam Al-Qur’an adalah pedoman atau petunjuk yang langsung berasal dari Allah SWT. Apa yang dikatakan dalam Al-Qur’an merupakan suatu kebenaran yang harus diikuti. Terkait relasi dengan orang Yahudi, sangat menarik kalau kita membaca dan merenungkan wahyu Allah yang terdapat dalam surah al-Maidah. Allah SWT berfirman: “Kami timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari Kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya.” (QS al-Maidah: 64). Yang dimaksud “mereka” di sini adalah orang Yahudi. Jika dikaitkan dengan ayat 67, maka ayat di atas akan senantiasa diwartakan terus menerus.
Wahyu Allah dalam ayat 64 ini, apalagi ada penekanan frase “hari kiamat”, akan berlaku sepanjang masa. Umat islam memahami bahwa setiap ada kekacauan di Palestina, pastilah sumbernya Israel. Api permusuhan dan masalah selalu berasal dari Israel, sedangkan umat islam menjadi korban; atau dalam arti tertentu umat islam membantu Allah memadamkannya. Dengan kata lain, wahyu Allah ini dibaca oleh umat islam sebagai tanda bahwa tidak ada kedamaian pada orang Yahudi (bangsa Israel). Hal ini akan terus diwartakan dari generasi ke generasi sesuai dengan perintah Allah dalam ayat 67.
Sangat disayangkan bahwa umat islam lupa kalau permusuhan dan kebencian yang ada dalam diri orang Yahudi (bangsa Israel) berasal dari Allah SWT sendiri. Artinya, Allah SWT yang membuat orang Israel melakukan kekacauan, pertikaian bahkan perang. Menjadi pertanyaan, kenapa Allah SWT tidak menumbuhkan semangat persaudaraan dan perdamaian dalam diri orang Yahudi? Kenapa Allah malah menimbulkan permusuhan dan kebencian?
Dari uraian di atas, kita dapat memetik beberapa kesimpulan terkait wahyu Allah dalam QS al-Maidah: 64.
1.    Orang Yahudi buruk sepanjang masa. Hingga saat ini umat islam selalu menaruh curiga kepada orang Yahudi. Sekalipun wahyu Allah disampaikan pada abad VII, namun kecurigaan itu tetap berlaku hingga kini dan seterusnya. Dengan wahyu ini, umat islam selalu akan menilai buruk terhadap orang Yahudi. Tidak ada orang Yahudi yang baik. Kebaikan mereka akan selalu dicurigai punya itikad buruk.
2.    Allah SWT biang utamanya. Jika wahyu Allah tersebut dibaca utuh, maka orang akan menyadari bahwa Allah-lah yang menimbulkan permusuhan dan kebencian dalam diri orang Yahudi. Namun sayangnya, umat islam tidak melihat hal ini. Mereka lebih fokus kepada orang Yahudinya. Bagi umat islam, orang Yahudi-lah yang menyebabkan kekacauan sehingga menjadi masalah. Karena itu, jika ada kekacauan atau masalah dalam islam, pastilah orang Yahudi di baliknya, sekalipun bisa saja umat islam sendiri penyebabnya.
3.    Allah SWT doyan kekacauan. Membaca surah al-maidah ini, kita dapat menyimpulkan bahwa Allah orang islam tidak menyukai kedamaian, tetapi permusuhan dan kebencian. Jika memang benar Allah SWT cinta damai, tentulah Dia tidak akan menimbulkan permusuhan dan kebencian dalam diri orang Yahudi; sebaliknya Allah akan menumbuhkan benih pengampunan dan kedamaian. Jadi, jika Allah-nya saja suka permusuhan dan kebencian, apalagi umatnya.
4.    Allah SWT seperti pahlawan kesiangan. Dalam surah tersebut dikatakan bahwa Allah selalu memadamkan api peperangan setiap kali orang Yahudi menyalakannya. Hal ini tentu membuat orang selalu mengatakan bahwa orang Yahudi merepotkan Allah umat islam. Bisa juga dikatakan bahwa orang Yahudi penyebab kekacauan dan peperangan. Padahal, bila dibaca kalimat awalnya, sangat jelas dikatakan bahwa Allah-lah yang menyebabkan semuanya itu. Ada kesan Allah SWT sok tampil sebagai pahlawan atas kekacauan yang Dia sendiri buat.
DEMIKIANLAH empat kesimpulan sebagai pelajaran yang dapat diambil dari surah al-Maidah ayat 64. Sebagaimana telah dikatakan, Al-Qur’an merupakan wahyu Allah secara langsung. Karena Allah yang mewahyukannya adalah mahabenar, maka benar juga setiap kata yang tertulis dalam Al-Qur’an. Dan umat islam percaya saja, karena sudah dikatakan demikian. Sekalipun telaah atas wahyu tersebut, terdapat nilai negatif, namun tidak lantas menghilangkan kebenaran. Sepertinya umat islam lebih memegang “kebenaran” daripada kesan negatif yang ditimbulkannya.
Dabo Singkep, 12 Agustus 2020
by: adrian

2 komentar: