Gerakan
radikalisme, fanatisme dan/atau bahkan ekstremisme seringkali diidentikkan
dengan intoleransi. Tidak ada semangat toleransi dalam setiap gerakan
radikalisme (ekstremisme). Gerakan ini selalu melihat kelompoknya yang baik dan
benar sedangkan kelompok lain salah dan tidak baik sehingga harus disingkirkan
bahkan dimusnahkan. Dengan kata lain, semangat yang diusung oleh gerakan
radikal adalah semangat menghapus keragaman sehingga muncul keseragaman.
Hingga
saat ini islam selalu dikaitkan dengan kelompok radikal. Ada begitu banyak
kelompok islam yang terkenal fanatik, radikal dan ekstrem bahkan cenderung
menjadi teroris. Dan semua itu dilandaskan pada ajaran agamanya, yang terdapat
dalam Al-Qur’an dan Hadis. Karena dikaitkan dengan kelompok atau gerakan ini
maka islam dikatakan juga sebagai agama yang intoleran. Tidak ada semangat
toleransi dalam islam.
Tidak
sedikit umat islam menolak klaim tersebut. Mereka selalu mengatakan bahwa islam
adalah agama toleran, yang menghargai perbedaan. Sering islam moderat
menyangkal kalau Allah SWT hanya menghendaki islam saja. Biasanya mereka
mendasarkan argumennya pada surah an-Nahl:
93, yang sayangnya hanya dikutip sebagian saja, alias tidak utuh. Mereka
mengatakan, “Jika Allah menghendaki niscaya Dia menjadikan kamu satu umat
(saja).” Dengan dasar ini umat islam menyatakan bahwa mereka mengakui adanya
perbedaan, dan terhadap perbedaan itu islam selalu mengedepankan toleransi.
Argumentasi
di atas sangatlah lemah. Setidaknya ada 2 alasan. Pertama, seperti yang telah dikatakan tadi, kalimat di atas tidak
utuh dikutip. Kalimat tersebut belum diakhiri dengan titik, tetapi masih koma.
Artinya, masih ada kelanjutannya. Kalimat utuhnya, sebagai wahyu Allah SWT,
adalah sebagai berikut: “Jika Allah menghendaki niscaya Dia menjadikan kamu
satu umat (saja), tetapi Dia menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi
petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.” Dalam kalimat utuh ini terlihat
jelas bahwa Allah memang menghendaki perbedaan, akan tetapi Allah juga yang
menentukan mana yang disesatkan dan mana yang diselamatkan. Hal ini kemudian
ditafsirkan bahwa yang disesatkan adalah golongan kafir, dan yang diberi
petunjuk adalah umat islam. Karena itulah, sejalan dengan surah al-Anfal, orang kafir akan dimusnahkan sampai ke
akar-akarnya, dan tempat mereka adalah neraka (bdk. QS al-Baqarah: 24 dan QS al-Maidah:
10).
Alasan
kedua adalah prinsip pembatalan yang
berlaku. Beberapa ahli Al-Qur’an mengatakan bahwa ada prinsip pembatalan wahyu
Allah jika terjadi perbedaan atau pertentangan. Ayat yang turun kemudian
membatalkan ayat terdahulu. Berdasarkan prinsip ini, kita dapat menilai nasib surah an-Nahl di atas, yang biasa
dijadikan dasar argumentasi islam moderat. Sebagaimana diketahui, Al-Qur’an
dapat dibagi ke dalam 2 bagian, yaitu surah
Makkiyah dan surah Madaniah. Yang
pertama adalah wahyu yang turun lebih dahulu. Surah an-Nahl masuk ke dalam
kelompok surah Makkiyah.
Tak
bisa disangkal lagi kalau umat islam memang selalu memandang hitam – putih
kehidupan ini. Mereka putih, sedangkan lainnya adalah hitam. Putih selalu
dikonotasikan dengan baik, dan hitam dimaknai dengan buruk. Karena itu, hitam
harus disingkirkan, atau bila perlu dimusnahkan. Putih tidak bisa bercampur
dengan hitam. Al-Qur’an sudah mengatakan bahwa orang kafir adalah musuh yang
nyata bagi umat islam, yang membawa umat islam ke neraka. Dengan kata lain,
umat islam sudah diajarkan untuk tidak bisa menerima perbedaan. Karena itu,
tidak ada sikap toleransi, sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan.
Surah
an-Nahl yang biasa dikutip untuk menunjukkan semangat toleransi dalam islam
ternyata hanyalah kamuflase belaka. Teks yang dikutip hanya sebagian,
sebenarnya berfungsi menutupi bagian lain, yang justru menampilkan identitas
islam sebenarnya. Karena itu, gelar-gelar seperti radikalisme, fanatisme,
ekstremisme dan intoleran yang disematkan kepada agama islam adalah sebuah
kebenaran. Memang islam adalah agama intoleran.
Ada
banyak ayat Al-Qur’an yang menampilkan semangat intoleransi. Dan semangat itu
juga yang mewarnai kehidupan umat islam. Usaha umat islam dengan menampilkan
surah an-Nahl seakan mengajak orang untuk hanya fokus pada satu titik putih di
tembok hitam dan memaksakan orang untuk mengatakan bahwa tembok itu putih. Sayangnya,
satu titik putih itu sendiri ternyata tidaklah sungguh-sungguh putih, sehingga
bagaimana mungkin orang akan mengatakan bahwa tembok itu benar-benar putih.
Dengan
perkataan lain, surah an-Nahl ini hendak dipakai untuk menutupi begitu banyak ayat
dalam Al-Qur’an yang menampilkan wajah islam yang radikal dan intoleran. Dan
sayangnya, surah an-Nahl yang dipakai ini juga ternyata tidak sepenuhnya
berwajah kontra radika dan intoleran. Justru ia juga mengandung bibit
intoleransi. Sungguh menyedihkan.
Lingga, 05 Agustus 2020
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar