Jumat, 07 Agustus 2020

BAKSO HARAM BAGI UMAT ISLAM, INI PENJELASANNYA


TERKAIT dengan produk makanan, hanya agama islam yang sibuk dengan sertifikasi halal. Semua produk makanan yang bersifat publik harus melalui proses untuk mendapatkan sertifikasi halal. Selalu dikatakan bahwa hal ini bertujuan untuk melindungi umat islam. Secara sederhana dapat dikatakan adalah tugas dan tanggung jawab otoritas islam untuk melihat apakah produk makanan yang ada memenuhi standar islam terkait kehalalannya atau tidak. Kehalalan suatu produk makanan selalu dikaitkan dan dikonfrontasikan dengan keharamannya. Artinya, produk makanan yang tidak mendapat sertifikasi halal bisa dikatakan bahwa produk itu haram bagi umat islam.

Apa yang membuat suatu produk dinyatakan halal atau haram? Setidaknya ada dua hal pokok yang menentukan kehalalan suatu produk, yaitu bahan dan cara pengolahannya. Bahan-bahan yang terkandung dalam produk makanan haruslah bebas dari bahan yang diharamkan dalam agama islam. Misalnya seperti babi. Cara pengolahannya pun harus memenuhi standar islam. Misalnya cara memotong ayam, kambing atau sapi. Sekalipun bahannya halal (misalnya ayam) namun cara memotongnya tidak sesuai standar islam, maka produk itu bisa dinyatakan tidak halal alias haram.
Akan tetapi, ternyata kehalalan suatu produk makanan tidak hanya ditentukan oleh bahan dan cara pengolahannya saja, melainkan juga NAMA-nya. Dalam acara Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, yang dipandu oleh Sofie Sarief, Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, Ikhsan Abdullah, menyatakan bahwa nama suatu produk bisa menentukan kehalalan suatu produk makanan (cuplikan acaranya dapat ditonton di sini). Nama produk makanan yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan dapat menyebabkan produk tersebut tidak akan diberi sertifikasi halal. Dengan kata lain, produk tersebut haram bagi umat muslim.
Bapak Ikhsan Abdullah memberi contoh RAWON SETAN. Dikatakan bahwa rawon setan tidak akan dikeluarkan sertifikasi halal, sekalipun hal tersebut hanya sekedar gimmick marketing. Untuk mendapatkan sertifikasi halal, maka tidak boleh menggunakan nama-nama yang berkaitan dengan rawon setan, tahu kuntilanak. Meski bahan dan cara pengolahannya sudah sesuai dengan ajaran islam, tetap saja tidak akan mendapat sertifikasi halal, alias produk tersebut haram. Bagi Bapak Ikhsan Abdullah kalau mau diberi label halal (atau kalau mau tidak dikatakan haram), haruslah ikut kemauan islam, bukan pasar. Logika Bapak Ikhsan Abdullah ini, memaksakan kehendak atau ajaran agamanya jadi tolok ukur, sudah lazim dalam dunia islam. Terbukti hingga kini tidak ada ralat dari otoritas islam Indonesia, yaitu Mejelis Ulama Indonesia (MUI).
Jadi, kehalalan suatu produk makanan dalam islam tidak lagi hanya ditentukan oleh bahan dan cara pengolahannya saja, tetapi juga namanya. Rawon setan dinyatakan haram bagi umat islam, atau tidak diberi sertifikasi halal, lantaran ada kata “setan”. Meski nama itu hanya sekedar daya tarik konsumen, namun jika nama itu terkait dengan hal-hal yang menimbulkan kekufuran dan kebatilan, maka produk tersebut dianggap haram, khususnya bagi umat islam.
Berangkat dari sini, dan dengan menggunakan logika berpikir Bapak Ikhsan Abdullah, bahwa nama bisa menentukan halal – haramnya sebuah produk, maka BAKSO juga seharusnya tidak boleh diberi sertifikasi halal. Dengan kata lain, bakso harus dinyatakan haram bagi umat islam, sekalipun bahan dan cara pengolahannya sudah memenuhi standar islam. Alasannya karena kata ‘bakso’ aslinya berasal dari bahasa Cina, dari kata Bak, yang berarti daging babi, dan So, yang berarti kuah. Karena itu, arti asli bakso adalah kuah dengan daging babi atau daging babi berkuah. Dalam islam babi merupakan sesuatu yang jelas-jelas haram.
Dabo Singkep, 15 Juli 2020
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar