Jumat, 03 April 2020

DIALOG-DIALOG REFLEKTIF SEPUTAR VIRUS KORONA


Bermula dari Wuhan di Tiongkok, virus korona (covid-19) mewabah ke hampir seluruh belahan dunia. dengan sigap WHO menegaskan bahwa virus ini sudah menjadi pandemi. Karena itu, tidak ada negara yang boleh lengah bahkan menyatakan dirinya bebas dari bahaya virus ini.
Indonesia juga tak ketinggalan. Dalam waktu 1 bulan saja sudah ada sekitar 1000 orang positif virus korona. Melihat daya sebarnya yang begitu cepat dan masif, pemerintah segera mengambil beberapa kebijakan. Kebijakan itu tidak hanya sekedar menangani pasien yang terkena virus korona melainkan juga efek dari wabah virus korona ini, seperti sosial ekonomi.
Berikut ini ada beberapa dialog seputar virus korona. Dialog-dialog ini ada yang bersifat imajinatif ada juga yang real. Semuanya mengandung pesan untuk direnungkan.
***
Untuk mengurangi penyebaran virus covid-19, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengeluarkan himbauan tegas untuk seluruh warga Jakarta, termasuk untuk anak sekolah. Maklum, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan kasus korona paling banyak. Dikatakan bahwa sekolah-sekolah di Jakarta diliburkan. Artinya tidak ada kegiatan belajar di sekolah. Kegiatan belajar tetap jalan, namun di rumah. Karena itu, guru akan memberi tugas kepada murid untuk dikerjakan di rumah.
Akan tetapi, diberitakan bahwa beberapa hari setelah pengumuman libur sekolah itu, Satpol-PP mengadakan razia di sejumlah warung internet (warnet). Dan ternyata, di banyak warnet masih ditemui anak-anak pelajar lagi asyik bermain game online. Sebelum disuruh pulang ke rumah, terjadilah dialog sebagai berikut.
Satpol-PP    : Kalian kan sudah disuruh belajar di rumah, koq malah keluyuran di warnet. Himbauan itu demi kalian dan warga lainnya lho. Kenapa kalian tidak menuruti keputusan Bapak Gubernur kita?
Pelajar         : Maaf, Pak. Gubernur aja tidak menuruti keputusan presiden. Disuruh bikin normalisasi, malah yang dibuat naturalisasi.
***
Jumlah kasus korona di Indonesia kian bertambah. Provinsi yang kena dampaknya juga bertambah. Karena itu, Pemerintah Pusat mengeluarkan kebijakan social distancing untuk mengurangi penyebaran virus covid-19. Dengan kebijakan tersebut masyarakat diminta untuk menjaga kebersihan, menjaga kesehatan diri, jaga jarak dan melakukan kegiatan di rumah saja. Sejak saat itu muncul taggar #Dirumahaja, dan menjadi populer di dunia maya. Lewat kebijakan itu, maka warga diminta untuk bekerja dari rumah, belajar di rumah serta doa dan beribadah di rumah saja.
Banyak keuskupan di Indonesia mengikuti ajakan Presiden Jokowi itu, termasuk Keuskupan Pangkalpinang. Bapa Uskup mengeluarkan anjuran untuk menutup sementara layanan misa di gereja, termasuk perayaan paskah. Karena belum mendengarkan secara langsung anjuran Bapa Uskup tersebut, seorang umat datang dan bertanya kepada pastornya.
Umat  : Romo, misa malam paskah di gereja nanti jam berapa ya?
Romo : Misa diadakan jam 19.00, tapi online. Umat bisa mengikutinya dari rumah aja.
Umat : Kenapa tidak di gereja aja? Tuh umat islam tetap shalat Jumat di masjid, sekalipun sudah ada himbauan.
Romo : Ikutilah contoh yang baik dan benar.
Mendengar jawaban santai pastornya, umat itu segera pamit. Dia jadi ingat akan sabda Yesus, “Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Mat 5: 48). Satu langkah untuk menjadi sempurna adalah menjadi lebih baik dari kemarin. Maka dari itu, berusahalah untuk melakukan yang baik dan benar.
***
Untuk mengurangi penyebaran virus korona, Presiden Jokowi meminta kepada semua warga Indonesia untuk di rumah saja jika memang tidak ada kepentingan mendesak. Presiden mengajak warga melakukan aktivitas di rumah: bekerja dari rumah, belajar di rumah serta doa dan beribadah di rumah saja.
Menindak-lanjuti permintaan Presiden RI itu, gereja-gereja menutup layanan misa di gereja. Bahkan perayaan paskah, yang merupakan pesta iman terbesar dalam Gereja Katolik, tahun ini tidak dirayakan di gereja. Semua kegiatan di gereja dapat diikuti umat secara live streaming dari rumah masing-masing.
Mendengar kebijakan itu, seorang umat tidak bisa menerima. Mungkin karena tak paham soal misa online atau mungkin karena tak punya fasilitas tersebut. Karena itu, ia datang menghadap pastornya.
Umat  : Romo, kenapa kita tak misa di gereja lagi?
Romo : Kita patuh pada pemerintah.
Umat : Bukankah kita harus lebih taat kepada Allah daripada manusia? Rasul Petrus mengatakan itu dalam Kisah Para Rasul (Kis 5: 29).
Romo : Kamu harus pahami konteks perkataan Petrus itu. Saat itu, Petrus berhadapan dengan penguasa yang lalim. Mereka dilarang untuk mewartakan Kabar Sukacita Injil, yang adalah kasih.
Rasul Paulus pernah berkata, “Pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu.” Apa yang dilakukan pemerintah saat ini adalah demi kebaikan kita semua, termasuk dirimu. Lebih lanjut kamu perlu baca Roma 13: 1 – 7. Inilah dasar sikap Gereja terhadap pemerintah.
Dengan agak sedikit malu, umat itu pamit pulang. Sebelum pulang dia kembali bertanya teks bacaan yang dianjurkan pastornya tadi.
***
Virus covid-19 sudah menjadi musuh bersama. Karena itu, harus dilawan secara bersama-sama. Untuk mengurangi penyebaran virus ini, dan mengikuti permintaan dari pemerintah pusat, Bapa Uskup memutuskan untuk menutup layanan misa di gereja. Perayaan paskah, yang merupakan pesta iman terbesar dalam Gereja Katolik, juga tidak bisa dirayakan di gereja seperti biasanya. Semua aktivitas gereja, seperti perayaan ekaristi, diadakan secara online.
Seorang rekan iman mengirim sms. “Kami di sini tetap mengadakan misa hari Minggu, tapi secara sembunyi-sembunyi. Semua motor di parkir di belakang gereja agar tidak kelihatan orang lain. Takut nanti dibilang menentang kebijakan pemerintah.”
Saya segera membalas, “Walau sembunyi-sembunyi sekalipun, dengan mengadakan misa saja kamu sudah menentang pemerintah.” Saya mengingatkan bahwa tanpa diketahui orang lain pun, rekan saya itu sudah menentang kebijakan pemerintah dengan melaksanakan misa hari Minggu.
Sepertinya rekan saya ini tidak menerima pesan sms saya. Dia langsung membalas, “Orang lain masih sembahyang di masjid koq?”
Saya langsung berpikir mungkin dia sudah melihat di masjid yang ada di belakang pastoran. Akan tetapi, bagi saya itu hanya sekedar rasionalisasi. Maka saya membalas, “Kenapa harus memilih mengikuti contoh yang buruk jika ada pilihan mengikuti contoh yang baik?”
Dalam permenungan saya menilai bahwa sikap rekan saya itu tak jauh beda dengan sikap Naaman, panglima Rasa Aram, yang menderita sakit kusta (2Raj 5: 1 – 27). Ketika datang menghadap Elisa, dia disuruh untuk mandi tujuh kali dalam sungai Yordan. Naaman merasa apa yang diminta Elisa terlalu sederhana. Dia ingin yang lebih dahsyat, mengingat penyakitnya pun berat. Namun, pegawainya memberikan nasehat bijak, “Seandainya nabi itu menyuruh perkara yang sukar kepadamu, bukankah bapak akan melakukannya? Apalagi sekarang ia hanya berkata kepadamu: mandilah dan engkau akan menjadi tahir.” Demikian pula halnya dengan situasi saat ini. Presiden Jokowi dan juga Bapa Uskup meminta sesuatu hal yang sederhana: tidak ada misa di gereja; dimana hal itu demi kebaikan kita semua. Apa kita harus menunggu permintaan yang berat baru kita laksanakan?
***
Berhubung penyebaran virus korona kian bertambah, maka dibutuhkan tindakan tegas untuk melawannya. Tindakan tegas itu tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga dari setiap warga masyarakat. Pemerintah sudah menghimbau agar masyarakat berdiam diri di rumah saja selama wabah korona ini masih melanda. Nah, bagaimana sikap masyarakat?
Menindak-lanjuti anjuran Presiden Jokowi dan juga Bapa Uskup, pada misa hari Minggu terakhir di bulan Maret, saya menyampaikan pengumuman kepada umat. Pengumuman tersebut saya teruskan ke umat lainnya di pulau-pulau via sms. Isi pengumuman: “Selama bulan April ini tidak ada kegiatan di gereja dan juga di KBG. Sebagai gantinya, umat berdoa koronka setiap jam 15.00 di rumah masing-masing.”
Setelah misa, seorang umat menghampiri saya dan menyampaikan protes ketidak-setujuannya atas penghentian sementara layanan misa.
Umat : Kenapa misa ditiadakan di gereja? Bukankah daerah kita ini aman dari virus korona? Apakah Romo takut?
Saya  : Ini bukan soal takut, tapi soal ketaatan kita kepada pemerintah. Meniadakan misa di gereja bukan karena kita takut pada virus korona, tetapi karena kita mau menghargai dan menghormati pemerintah.
Lantas saya menyampaikan kutipan Rasul Paulus, “Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik.” (Tit 3: 1). Lalu saya menyampaikan apa yang disuarakan Konsili Vatikan II, dalam dokumen Dignitatis Humanae, bahwa kita harus "mentaati pemerintahan yang sah" (no. 8). Saya juga menyampaikan ajaran Paulus terkait sikap kita terhadap pemerintah yang ada dalam kitab Roma 13: 1 – 7. Saya memintanya untuk membaca.
Dabo Singkep, 2 April 2020

by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar