Jumat, 06 Maret 2020

MELATIH ANAK BEREMPATI


Melihat si kecil gemar bereksplorasi mengenal dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, sebagai orangtua tentu ikut bangga. Namun, jangan cepat puas. Pasalnya, masih ada sejumlah nilai-nilai sosial yang perlu terus menerus diajarkan sejak dini untuk membentuk karakter dan kepribadian positif buah hati di masa depan.
Dari sekian banyak nilai sosial yang ada, salah satu fondasi utama untuk pembentukan karakter adalah mengasah nilai empati. Nilai inilah yang merupakan kualitas yang mendasari rasa cinta, peduli dan belas kasih kepada orang lain.
Peran Orangtua
Para pakar psikologi berpendapat, tanda awal nilai empati sebenarnya sudah tampak jelas saat si kecil baru lahir. Tengok saja, bayi yang baru lahir akan menangis ketika mendengar tangisan bayi lain. Contoh lainnya, bayi dengan cepat meniru dan bereaksi terhadap ekspresi wajah orang lain yang mengajaknya bermain. Di sinilah peran orangtua sangat penting untuk mengambil proses lebih lanjut. Ibu dan ayah bisa menjadi role model mereka.
Saat buah hati masih bayi, ibu dan ayah dapat merespons dengan penuh kasih terhadap kebutuhan bayi, misalnya membelai dan memeluknya ketika mereka menangis. Setiap kali proses tersebut dilakukan, terjadi pembentukan saraf baru pada bayi yang mampu mengasosiasikan perawatan orangtua yang tulus sama dengan membentuk kemampuan dasar untuk mencintai dan berempati.
Memiliki empati akan amat berguna untuk membentuk karakter manusia. Bila nilai tersebut sudah tertanam, seseorang akan lebih peduli, tidak mudah menyakiti dan berusaha tidak berbuat buruk kepada orang lain. Hal positif ini pun sudah dapat dipraktikkan dalam lingkup keluarga dan pertemanan ketika anak terus bertambah usianya, terutama pada rentang usia sekolah dasar.
Etika Pertemanan
Pertemanan merupakan bentuk pertama pengenalan kehidupan sosial bagi anak. Dengan berteman, anak pun akan belajar mengenal beragam situasi yang memerlukan kerja sama dan interaksi.
Setiap orangtua pasti menaruh harapan bahwa anaknya dapat berempati dengan teman-teman, dapat menempatkan diri di tempat mereka dan mengenali mereka sebagai manusia dengan perasaan seperti yang dirasakan si kecil.
Dalam TALKinc Points for Parents, Alexander Sriewijono, dkk (2010) menyebutkan, secara psikologis, anak-anak usia 6 – 12 tahun biasanya belum begitu memahami etika. Mereka sering kali mengungkapkan apa yang ada di pikirannya dengan begitu saja.
Misalnya ketika dia melihat anak berbadan gemuk, dia langsung berkata, “Lihat, dia gemuk sekali. Ih, perutnya gendut banget!” atau ketika dia diberi hadiah oleh temannya, dia langsung mengatakan, “Aku tidak suka hadiah darimu, jelek sekali!”
Oleh sebab itu, orangtua harus mengajari anak agar memahami apa yang disebut etika dan sopan santun, terutama yang terkait dengan dunia pertemanan. Anak harus diberi tahu apa yang semestinya dia ucapkan ketika menemui situasi tertentu agar tidak menyinggung perasaan temannya. Dengan begitu anak tahu apa yang harus dilakukan saat dia bermain bersama teman-temannya.
Berikan juga pengertian pada anak bahwa setiap teman mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ajaklah anak untuk dapat menjadi pendengar yang baik, tulus membantu dan mencoba mengambil sudut pandang dari si teman yang berbeda dengannya.
Jangan lupa setelah si kecil berhasil menunjukkan kepedulian terhadap perasaan anak lain, berikanlah pujian. Ketika suatu saat anak melakukan sesuatu yang salah atau menyakiti temannya tanpa sengaja, sebaiknya orangtua jangan terlalu bereaksi keras dengan langsung menghukum atau menghardiknya di depan umum.
Orangtua dapat menasehati si kecil dengan baik dan menunjukkan cara bagaimana untuk menebus kesalahan. Memperlakukan anak tanpa ucapan kasar dan amarah memberikan tanda bahwa buah hati dicintai dan dihargai orangtuanya. 
diolah kembali dari tulisan 7 tahun lalu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar