Senin, 11 November 2019

MELIHAT TOLERANSI PADA PESTA PERNIKAHAN


Akhirnya Barto menikah dengan Maria. Seusai misa pemberkatan di gereja, mereka langsung mengadakan acara resepsi. Ada banyak tamu undangan yang datang. Dan di antara tamu yang datang itu, tak sedikit juga tamu beragama islam. Maklum, keluarga dari pihak ibu mempelai wanita berasal dari suku melayu, yang tersebar di Kepulauan Lingga.
Untuk menghormati tamu undangan yang beragama islam, maka panitia acara hanya menyajikan hidangan halal. Mereka hanya menyiapkan daging sapi, ayam dan ikan. Sama sekali tidak ada masakan daging babi atau anjing, sekalipun keluarga Yosef dan keluarga ayah Maria berasal dari Flores. Bagi orang Flores, daging babi dan anjing dalam acara pesta merupakan suatu keharusan. Namun untuk menghormati tamu yang beragama islam, mereka hapus keharusan itu.
***
Akhirnya Abdul menikah dengan Molly di hadapan penghulu. Keduanya sudah pacaran sejak kuliah semester akhir. Molly adalah peranakan Menado (ayah) dan Bugis (ibu). Ayahnya sudah mualaf sejak menikahi ibu.

Pesta pernikahan diadakan di tempat kediaman mempelai pria. Semua keluarga Molly diundang, termasuk dari garis keluarga ayah. Semua keluarga dari ayah beragama kristen. Dan sudah menjadi kebiasaan, mereka semua makan daging babi atau anjing (rica-rica). Pesta apapun pasti selalu ada rica-rica babi atau anjing.
Akan tetapi, dapat dipastikan dalam acara pesta itu tidak akan ada masakan daging babi atau anjing untuk menghormati tamu undangan dari keluarga ayah Molly. Artinya, hidangan hanya menjawab kebutuhan umat islam.
***
Dari dua kisah ini, mana yang menunjukkan toleransinya? Memang sangat sederhana, namun dari sini dapat diketahui agama mana yang toleran dan mana yang tidak toleran.
Lingga, 8 November 2019
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar