Jumat, 09 Februari 2018

ISLAM: AGAMA ANTI KRITIK


Islam adalah agama damai, rahmatan lil alamin, agama yang mendatangkan rahmat dan kebaikan bagi umat manusia. Bagi umat islam, agama islam adalah agama yang sempurna. Al Quran menyebutkan bahwa hanya islam sebagai agama di sisi Allah. Jadi, agama islam merupakan satu-satunya agama yang paling benar. Agama lain adalah palsu dan sesat. Inilah yang menjadi spirit umat islam dalam melihat ke dalam dan ke luar; ke dalam (islam) selalu positip, sedangkan ke luar (non muslim) selalu negatif.
Karena sudah dianggap sebagai sempurna dan paling benar, maka agama islam tidak bisa dikritisi dan/atau dikritik. Segala usaha untuk mengkritisi dan/atau mengkritik islam, akan dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap islam secara tidak langsung. Dan kalau islam sudah dihina, maka umat islam wajib untuk membelanya. Buya Hamka pernah berpendapat, dan hingga kini belum ada orang islam yang menentang pendapatnya, bahwa “Jika diam saat agamamu dihina, gantilah bajumu dengan kain kafan.” Salah satu bentuk pembelaan terhadap agamanya adalah dengan membunuh mereka yang mengkritisi atau mengkritik islam.
Yang dimaksud islam di sini merujuk pada 3 pilar, yaitu Al Quran, Hadist dan Nabi Muhammad SAW. Mengkritisi Al Quran adalah bentuk penghinaan, karena Al Quran adalah Kitab Suci yang sempura, yang langsung turun dari Allah. Allah saja sudah sempurna, maka kitab-Nya juga sudah pasti sempurna. Hadist adalah kitab yang menguraikan tentang sabda, perbuatan dan hidup Nabi Muhammad SAW. Sama seperti Al Quran, mengkritisi hadist adalah bentuk pelecehan, karena subyek hadist adalah sempurna. Umat islam yakin bahwa Muhammad adalah utusan Tuhan dan nabi penutup (QS 33: 40). Muhammad sendiri menganggap dirinya sebagai ciptaan paling baik, suri teladan (QS 33: 21).
Sekalipun dalam islam masih ada begitu banyak nabi lain, yang bahkan jauh lebih baik dan lebih hebat dari Muhammad, namun sepertinya hanya Muhammad yang menjadi pilar islam. Ketika orang mengkritisi nabi-nabi lain, tidak ada reaksi umat islam. Tapi jangan coba-coba mengkritisi nabi Muhammad. Tindakan mengkritisi Muhammad sama artinya dengan menghina nabi, dan itu berarti juga menghina islam. Surah Al-Ahzab: 60 - 61 dapat dijadikan dasar membunuh orang yang menghina nabi Muhammad. Karena Al Quran adalah firman Allah, maka dasar tersebut merupakan perintah dari Allah sendiri.
Jadi, jangan pernah coba-coba mengkritisi dan/atau mengkritik salah satu dari pilar islam (Al Quran, hadist dan Muhammad), karena hal ini secara tidak langsung sama artinya dengan menghina islam. Menghina islam secara tidak langsung saja sudah bermasalah, apalagi jelas-jelas menghina secara langsung. Dan kalau sudah menghina islam, itu artinya kita membangunkan harimau lapar. Berikut beberapa contoh.
Dr. Yunis Sheikh, seorang profesor perguruan tinggi di Pakistan, menyatakan bahwa kedua orangtua Muhammad bukanlah muslim. Hal ini masuk akal, karena mereka mati ketika Muhammad masih anak-anak, dan dalam hadist dikatakan Muhammad mengira mereka masuk neraka. Tapi ternyata komentar Dr Sheikh membuat mahasiswa-mahasiswanya marah, dan menuduh dia menghina orangtua nabi junjungan mereka dan melaporkan hal ini kepada imam. Akibatnya, Dr. Sheikh dituntut di pengadilan karena melakukan penghujatan dan menghukumnya dengan hukuman mati. Dia bebas dari penjara setelah beberapa tahun karena banyak protes dari berbagai penjuru dunia.
Di bulan September 2006, Mohammed Taha Mohammed Ahmed, yang adalah ketua editor surat kabar swasta Sudan bernama Al-Wifaq, diculik sekelompok muslim sejati. Dia dihakimi dengan penuh hinaan sebelum akhirnya tenggorokannya disembelih sama seperti orang menyembelih unta, dan lalu tubuhnya dipotong-potong. Dia dituduh menghujat karena korannya menerbitkan artikel dari internet yang mempertanyakan orangtua Muhammad. Yang dilakukan Muhammed Taha hanyalah mengutip beberapa bagian buku dan menulis bantahannya.
Mirip seperti kasus Mohammed Taha dialami juga oleh seorang ibu guru di Pangkalpinang pada pertengahan Januari 2016. Nasib baik ibu tidak dibunuh. Meski demikian, dia tetap mengalami teror dan akhirnya dengan terpaksa menerima keputusan yang ditimpahkan padanya, termasuk kehilangan pekerjaan. Apa yang dilakukan ibu ini tak jauh berbeda dengan yang dilakukan Taha. Dia menemukan tulisan di internet tentang perbandingan Nabi Muhammad dan Rasul Paulus, yang kemudian dia ambil lalu di-posting-kan di facebook-nya dengan tujuan ingin mendapat respon apakah benar atau tidak soal perbandingan tersebut.
Pembuat film dari Belanda yang bernama Theo van Gogh, terlambat menyadari perbuatannya ketika dia terguling jatuh di atas genangan darahnya setelah ditembak dan ditusuk oleh seorang muslim. Dosa van Gogh adalah membantu murtadin Ayan Hirshi Ali membuat film tentang wanita dalam islam. (Lihat filmnya di sini).
Pada tahun 1989, Ayatollah Khomeini mengeluarkan fatwa untuk membunuh Salman Rushdie karena ia menulis novel dengan judul Ayat-ayat Setan (The Satanic Verses). Sekalipun berseberangan dengan islam Syah, islam sunni pun mendukung fatwa tersebut. Novel Salman itu dinilai telah menghina islam. Maka, mulai saat itu korban “Ayat-ayat Setan” mulai berjatuhan. Di bulan Juli 1991, Ettore Caprioli, yang adalah penerjemah buku Satanic Verses ke dalam bahasa Italia, diserang dan terluka berat. Hitoshi Igarishi, profesor sastra dan pengamat budaya islam yang menerjemahkan buku itu ke dalam bahasa Jepang, dibunuh di Tokyo. William Nygaard, penerjemah buku itu ke dalam bahasa Norwegia, juga ditusuk pisau. Pada 14 Februari 2006, kantor berita Pemerintah Iran melaporkan fatwa mati terhadap Salman Rushdie tetap berlaku selamanya.
Pada 10 November 2003, Muslim Public Affair Committee (MPAC) di Inggris mengeluarkan surat amarah pada penerbit Amber Books dengan tuduhan penghujatan. Tuduhan itu ditujukan kepada isi buku yang berjudul The History of Punishment. Buku ini bukan buku tentang islam. Buku ini menyatakan pandangan tentang hukuman-hukuman di berbagai budaya dan masyarakat. Dalam buku ini terdapat satu bab tentang cara-cara kuno dalam menghukum, seperti hukuman dalam Alkitab, hukuman Romawi dan Syariah. Di sana ada terdapat gambar Muhamamd. Karena takut, pihak penerbit menarik kembali buku itu dari peredaran dan meminta maaf kepada pihak muslim.
Kasus yang menimpa penerbit Amber Books ini mirip seperti kasus penerbit Gramedia pada Juni 2012, yang menerbitkan buku “5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia”. Buku ini bukan buku tentang islam, melainkan lebih pada sejarah. Persoalan terletak pada satu halaman, yaitu halaman 24, dimana disinggung soal nabi Muhammad yang diidentikkan dengan perampok. Karena takut, pihak penerbit meminta maaf kepada pihak muslim, menarik kembali buku itu dari peredaran dan membakar buku-buku tersebut. Acara pembakaran itu disaksikan oleh Majelis Ulama Indonesia, yang mau menunjukkan sikap islam.
Ketika di tahun 2002, evangelis Pat Robertson dan Jerry Falwell mengutarakan pendapat mereka tentang islam, para muslim di seluruh dunia murka dan membuat onar. Mullah-mulllah Iran mengancam membalas dan beberapa orang kristen dibunuh, termasuk beberapa anak-anak sekolah di Pakistan. Bonnie Penner Witherall, seorang biarawati tua, ditembak mati di Sidon, Lebanon.
Di bulan September 2006, dalam kunjungannya ke Jerman, Paus Benediktus XVI berkesempatan memberi kuliah umum di Universitas Regensburg. Dalam satu pernyataan pidatonya, yang berjudul “Iman dan Akal”, menyulut kemarahan umat islam sedunia. Bahkan muslim moderat sekalipun tak urung mengecam pernyataan Paus, yang punya nama asli Yoseph Aloysius Ratzinger. Sebenarnya, pernyataan Paus tersebut hanya sekedar mengutip percakapan yang terjadi pada 1391 antara Kaisar Byzantium Manuel II Paleologus dan ilmuwan Persia, yang ada dalam buku Prof. Theodore Khoury. Paus mengutip kata-kata Kaisar Byzantium, ‘tunjukkan padaku apa yang baru yang diajarkan Muhammad, dan yang kau akan temukan hanyalah kejahatan dan kebiadaban, seperti misalnya perintahnya untuk menyebarkan agamanya dengan pedang.’ Pernyataan Paus Benediktius ini menyulut kerusuhan. Gereja-gereja dibakar dan dihancurkan di Gaza dan Basra. Di Mogadishu, seorang biarawati Italia dan juga pembantunya dibunuh. Beberapa muslim bahkan mengajak agar Paus dibunuh.
Di penghujung bulan Juli 2017, kota Tanjung Balai Asahan membara. Sekitar 6 rumah ibadah (vihara dan klenteng) dibakar oleh massa islam. Turut menjadi korban beberapa kendaraan mobil yang kebetulan parkir tak jauh dari lokasi. Akar persoalannya adalah umat islam tak terima permintaan seorang ibu, yang meminta pengurus mesjid Al Maksum untuk mengecilkan volume TOA. Ibu itu merasa terganggu dengan suara yang bersumber dari dalam masjid. Permintaan ibu ini dianggap sebagai kritik terhadap kegiatan keagamaan islam, sehingga dirasakan telah menghina islam. Karena itu, bangkitlah amarah umat islam dan akhirnya mengamuk.
Keganasan umat islam menghadapi kritik dan penghinaan atas agamanya, bukan baru terjadi di jaman modern ini. Ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, tindakan membungkam para pengkritik dan penghina sudah terjadi.
Seorang pria buta punya seorang budak wanita yang sedang hamil (bayi pria buta itu sendiri). Budak itu suka mengolok-olok dan menghina Muhammad. Ia melarang bahkan memarahinya tapi budaknya tidak mau berhenti. Suatu malam, pria buta itu mengambil sebuah pisau lalu menusuk perut wanita itu hingga mati. Janinnya keluar di antara kakinya berlumuran darah. Atas perbuatannya sang Nabi berkata, ”Oh, jadilah saksi ini, tidak ada pembalasan yang perlu dibayar bagi darahnya.” (Sunan Abu Dawud, Buku 38, no. 4348).
Setidaknya ada 3 penyair yang mati dibunuh karena berani mengkritik Muhammad. Abu ‘Afak, yang berusia 100 tahun, mati dibunuh ketika sedang tidur oleh Salim bin Umayr, atas perintah Muhammad. Mendengar kematian Abu ‘Afak, Asma bint Marwan, seorang penyair wanita, menjadi marah, dan melontarkan kritik-kritik pedas terhadap Muhammad dan pengikutnya. Dan akhirnya Marwan menyusul Abu ‘Afak. Dia dibunuh oleh Umayr bin Adiy al-Khatmi, atas permintaan Muhammad. Penyair ketiga adalah Ka’b bin Al-Ashraf. Kritik-kritik Ashraf membuat Muhammad marah, dan dia bertanya kepada para pengikutnya, “Siapakah yang mau membunuh Ka’b bin Al-Ashraf yang telah menyakiti Allah dan rasul-Nya?” Muhammad bin Maslama akhirnya menjawab keinginan sang nabi dan membunuh Ka’b bin Al-Ashraf (Robert Spencer, The Truth about Muhammad, hlm 109 – 111).
Terlihat jelas bahwa islam sangat anti dengan kritik. Siapa pun tidak boleh mengkritisi dan/atau mengkritik salah satu pilar islam. Tindakan mengkritik dinilai sebagai bentuk penghinaan terhadap islam, dan hal ini pastilah akan membangkitkan kemarahan umat islam dimana pun. Mereka bukan hanya demo mengecam pengkritik, tetapi malah berkeinginan untuk membunuh. Sepertinya itulah sifat muslim ketika menghadapi agamanya dikritik. Muhammad pernah berkata, “Allah mungkin mendukung agama melalui orang berhati culas kejam.” (HS Bukhari vol 5, Buku 59, no. 515). Mereka tidak melihat esensi kritik yang mungkin mengandung kebenaran. Mereka hanya melihat bahwa kritik sama dengan menghina islam.
Dasarnya adalah karena islam adalah agama yang sempurna. Kritikan menunjukkan adanya ketidak-sempurnaan, dan itu seperti membuka aib sendiri (inilah yang disebut penghinaan). Karena itu, jangan pernah dikritik. Paham bahwa islam agama sempurna sehingga tak bisa dikritik sudah tertanam dalam benak umat islam, dan paham itu diterima sebagai sebuah kebenaran. Karena itu, tidak ada kebenaran lain lagi selain kebenaran tersebut. Umat islam sendiri tidak akan mau mengkritisi agamanya untuk menemukan kebenaran, sekalipun sebenarnya ada banyak hal dalam agama islam yang bisa dikritisi.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa islam merupakan agama yang anti kritik. Siapa pun tidak diperkanankan mengkritisi dan/atau mengkritik tiga pilar islam (Al Quran, Hadist dan Muahmmad). Kritik terhadap islam merupakan penghinaan terhadap islam secara tidak langsung, dan itu akan membangkitkan amarah umat islam. Sekalipun dalam kritik terdapat kebenaran (misalnya seperti kasus Dr. Yunis atau pernyataan Paus Benediktus XVI), orang tetap tidak bisa menyampaikannya ke publik.
Ada sebuah joke cerdas. Dalam aksi demo menentang pemerintah, seorang mahasiswa berteriak dengan suara lantang, “Dasar Stalin goblok!” Selang beberapa waktu kemudian, mahasiswa tersebut diciduk intel polisi dan langsung dijebloskan ke dalam penjara. Seorang wartawan asing mewawancarai kepala polisi, kenapa mahasiswa itu ditangkap. Dengan santai kepala polisi itu menjawab, “Dia telah membongkar rahasia negara.” Wajah wartawan itu menampilkan raut kebingungan. Dimana letak pembongkaran rahasia negara, demikian batinnya.
Pernyataan “Dasar Stalin goblok!” bukan dilihat sebagai penghinaan, tetapi pembongkaran rahasia. Artinya, ada kebenaran di balik pernyataan itu, yang di sisi lain dilihat sebagai penghinaan. Demikianlah dengan islam. Ketika orang mengungkapkan kebenaran dari 3 pilar islam, di sisi lain akan dilihat sebagai bentuk penghinaan. Hal tersebut tidak disukai oleh umat islam. Dengan kata lain, umat islam menutup mata terhadap sisi kebenaran dari kritik, dan membuka mata lebar-lebar terhadap sisi penghinaan. Dapatlah dikatakan bahwa orang hanya diperbolehkan untuk memuji-muji islam.
Koba, 4 Desember 2017
by: adrian
Baca juga tulisan lainnya:

7 komentar:

  1. Balasan
    1. Terima kasih atas tanggapannya. Memang luar biasa

      Hapus
  2. Ini juga kritik bagi orang Islam, lho. Orang Islam berpikir bahwa agamanya adalah agama paling sempurna, tetapi, bukannya semua pemeluk agama juga berpikir demikian. Kalau Anda ingin Islam dipandang baik oleh dunia luar, tolong hormati kritikan. Dan kalah ada penghinaan, tolong ditanggapi dengan kepala dingin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas tanggapannya. Ditilik dari perjalanan sejarah islam, amat sangat susah untuk menemukan umat islam yang menanggapi kritikan dengan nalar berkepala dingin. Akarnya, ya itu tadi, mereka menganggap agamanya sempurna; dan ini dinyatakan langsung dari Allah. Kritikan tentu membuat agamanya itu jadi tidak sempurna.

      Hapus
  3. Orang Islam berkata, jangan menghina kami. Orang selain Islam berkata, bagaiman kita bisa memberikan masukan kepada kalian kalau setiap masukan kita dianggap penghinaan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas tanggapannya. Di sanalah probematik berhadapan dengan agama islam. Sepertinya tidak ada pembedaan antara kritik, masukan dan penghinaan. Semuanya disatukan sebagai hinaan

      Hapus