Sabtu, 05 Agustus 2017

TETAP JAGA TOLERANSI

Pada suatu pesta, di halaman sebuah gereja, pada tanggal 14 Mei 2017, suara musik menggelegar. Ramai orang bergoyang-ria mengikuti dendang irama. Muda – tua, anak-anak hingga orangtua, pria maupun wanita, bercampur-baur di lantai dansa dalam sukacita. Mereka tertawa dalam suara dentuman musik memekakkan telinga.
Tak terasa hari beranjak senja. Pukul 17.50 ketua panitia meminta pesta dihentikan segera. Musik pun berdiam. Ketua menyampaikan bahwa tak lama lagi azan maghrib akan berkumandang. Suasana pesta dan suara musik harus dijaga untuk menghormati dan menghargai saudara yang akan berdoa. Demi teleransi, kata ketua panitia.
Seorang pemuda agak kecewa dengan keputusan ketua. Dia masih ingin bersukaria bersama irama musik yang dia suka. Dia datang kepada saya, ungkap rasa kecewa. “Kenapa kita yang harus toleransi, sementara mereka tidak? Mereka selalu menggangu kita dengan suara TOA yang membahana.” Itulah yang dia kata. Saya hanya tersenyum saja.
Kupanggil dia duduk di samping saya. Dengan lembut saya sampaikan bahwa jika kita juga menggangu mereka dengan dentuman irama sukaria, apa bedanya kita dengan mereka. Kalau mereka dikenal sebagai teroris, apakah kita juga harus jadi teroris. Apabila mereka jahat, apakah kita juga demikian juga. Maka, saya tegaskan bahwa kita berbeda dengan mereka. Beda itu ada pada ajaran agama kita.
Yesus Kristus telah mengajarkan para murid-Nya untuk menghargai dan menghormati sesama. “Apa yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.” (Lukas 6: 31). Demikian Yesus bersabda. Maka, bila kita ingin dihormati, maka hormatilah orang. Apabila kita mau orang tidak menggangu kita, maka janganlah menganggu orang lain.
Pemuda tadi lantas angkat bicara. Kenapa mereka terus menganggu kita dengan suara TOA, padahal kita tidak pernah menggangu mereka. Itulah yang dia kata. Apa yang dia kata adalah benar adanya. Itulah fakta yang ada. Banyak orang terganggu dengan suara TOA yang ada, tapi mereka diam seribu basa. Mungkin takut menghadapi massa yang marah. Tentu kita pernah dengar tragedi Tanjung Balai Asahan, dimana kelenteng dan vihara dibakar massa yang marah. Semuanya berawal pada suara TOA.
Kembali saya tegaskan bahwa kita beda dengan mereka. Dan beda itu ada pada ajaran agama kita. Yesus pernah berkata, “Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu.” (Matius 5: 39). Selain itu, Yesus juga bersabda, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Sungguh perbedaan yang nyata antara kita dan mereka.
Ajaran Yesus Kristus ini kembali ditegaskan oleh para rasul-Nya. Paulus, dalam suratnya kepada umat di Roma, berkata, “Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!” (Roma 12: 17). Dan dalam suratnya yang pertama kepada umat di Tesalonika, Paulus juga berkata, “Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang.” (1Tesalonika 5: 15). Rasul Petrus juga tak mau ketinggalan. Dalam suratnya yang pertama dia berkata, “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan ..., tetapi sebaliknya hendaklah kamu memberkati.” (1Petrus 3: 9).
Pemuda itu menunduk kepala mendengar yang saya kata. Dalam diam mungkin dia merenung setiap kata yang saya sampaikan. Tak terlihat lagi wajah kecewa pada mukanya. Dengan gembira dia melangkah pulang ke rumah.
Koba, 16 Mei 2017
by: adrian
baca juga tulisan lain:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar