Pada
suatu pesta, di halaman sebuah gereja, pada tanggal 14 Mei 2017, suara musik
menggelegar. Ramai orang bergoyang-ria mengikuti dendang irama. Muda – tua,
anak-anak hingga orangtua, pria maupun wanita, bercampur-baur di lantai dansa dalam sukacita. Mereka
tertawa dalam suara dentuman musik memekakkan telinga.
Tak
terasa hari beranjak senja. Pukul 17.50 ketua panitia meminta pesta dihentikan
segera. Musik pun berdiam. Ketua menyampaikan bahwa tak lama lagi azan maghrib
akan berkumandang. Suasana pesta dan suara musik harus dijaga untuk menghormati dan
menghargai saudara yang akan berdoa. Demi teleransi, kata ketua panitia.
Seorang
pemuda agak kecewa dengan keputusan ketua. Dia masih ingin bersukaria bersama
irama musik yang dia suka. Dia datang kepada saya, ungkap rasa kecewa. “Kenapa
kita yang harus toleransi, sementara mereka tidak? Mereka selalu menggangu kita
dengan suara TOA yang membahana.” Itulah yang dia kata. Saya hanya tersenyum
saja.
Kupanggil
dia duduk di samping saya. Dengan lembut saya sampaikan bahwa jika kita juga
menggangu mereka dengan dentuman irama sukaria, apa bedanya kita dengan mereka.
Kalau mereka dikenal sebagai teroris, apakah kita juga harus jadi teroris. Apabila
mereka jahat, apakah kita juga demikian juga. Maka, saya tegaskan bahwa kita
berbeda dengan mereka. Beda itu ada pada ajaran agama kita.
Yesus
Kristus telah mengajarkan para murid-Nya untuk menghargai dan menghormati
sesama. “Apa yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga
demikian kepada mereka.” (Lukas 6: 31). Demikian Yesus bersabda. Maka, bila
kita ingin dihormati, maka hormatilah orang. Apabila kita mau orang tidak
menggangu kita, maka janganlah menganggu orang lain.
Pemuda
tadi lantas angkat bicara. Kenapa mereka terus menganggu kita dengan suara TOA,
padahal kita tidak pernah menggangu mereka. Itulah yang dia kata. Apa yang dia
kata adalah benar adanya. Itulah fakta yang ada. Banyak orang terganggu dengan
suara TOA yang ada, tapi mereka diam seribu basa. Mungkin takut menghadapi massa
yang marah. Tentu kita pernah dengar tragedi Tanjung Balai Asahan, dimana
kelenteng dan vihara dibakar massa yang marah. Semuanya berawal pada suara TOA.
Kembali
saya tegaskan bahwa kita beda dengan mereka. Dan beda itu ada pada ajaran agama
kita. Yesus pernah berkata, “Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat
kepadamu.” (Matius 5: 39). Selain itu, Yesus juga bersabda, “Kasihilah musuhmu
dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Sungguh perbedaan yang nyata
antara kita dan mereka.
Ajaran
Yesus Kristus ini kembali ditegaskan oleh para rasul-Nya. Paulus, dalam
suratnya kepada umat di Roma, berkata, “Jangan membalas kejahatan dengan
kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!” (Roma 12: 17). Dan dalam
suratnya yang pertama kepada umat di Tesalonika, Paulus juga berkata,
“Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat,
tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan
terhadap semua orang.” (1Tesalonika 5: 15). Rasul Petrus juga tak mau
ketinggalan. Dalam suratnya yang pertama dia berkata, “Janganlah membalas
kejahatan dengan kejahatan ..., tetapi sebaliknya hendaklah kamu memberkati.”
(1Petrus 3: 9).
Pemuda
itu menunduk kepala mendengar yang saya kata. Dalam diam mungkin dia merenung
setiap kata yang saya sampaikan. Tak terlihat lagi wajah kecewa pada mukanya.
Dengan gembira dia melangkah pulang ke rumah.
Koba,
16 Mei 2017
by: adrian
baca juga tulisan
lain:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar