Sabtu, 26 Agustus 2017

MY ADVENTURE TO BROMO

Keinginan untuk bepergian ke Bromo sudah muncul sekitar Desember tahun 2014, namun baru Agustus niat tersebut terwujud. Tepatnya pada 14 Agustus, ditemani dua Srikandi Pamulang, Yuli dan Hesti, kami berangkat pukul 16.30 WIB dari Stasiun Pasar Senen dengan menggunakan KA. Gumarang. Setelah beberapa stasiun disinggahi, akhirnya kami tiba di Stasiun Pasar Turi Surabaya.
Waktu masih menunjukkan sekitar pukul 03.00 WIB. Karena kami baru akan dijemput pada pukul 05.00 WIB, maka kami pun berputar-putar di sekitar stasiun. Bermula kami mencoba menyeruput kopi di luar stasiun. Kehadiran kami di sekitar stasiun langsung diserbu oleh nyamuk. Entah mengapa nyamuk begitu banyak di sekitar stasiun.
Sekitar pukul 05.00 WIB kami dijemput Mas Win. Dengan Suzuki Ertiga-nya kami segera meluncur. Tujuannya adalah Cemara Lawang. Berkat radio yang dipasang di mobil, kami bisa menghindari kemacetan lalu lintas karena ada sebuah truk kontainer terbalik menutup separuh jalan. Mas Win membawa kami ke jalur-jalur alternatif sehingga terhindar dari kemacetan.
Tak lama setelah jarum panjang menyentuh angka 12 dan jarum pendek tepat di angka7, kami tiba di Probolinggo. Kami mampir ke sebuah rumah makan yang terkenal dengan menu rawon-nya. Popularitas rumah makan tersebut bisa dilihat dari beberapa foto Susilo Bambang Yudhoyono, yang ketika masih menjabat presiden pernah mengunjungi dan makan di rumah makan tersebut. Malah ada klipingan koran yang memberitakan bahwa SBY memuji tempe di rumah makan tersebut. Dan setelah saya mencobanya, ternyata pujian itu bukanlah isapan jempol belaka.

Setelah mengisi kampung tengah, kami melanjutkan perjalanan. Pemandangan sepanjang jalan cukup memukau sehingga, walau mata sebenarnya ingin tidur – karena kurang tidur di kereta – rasa kantuk pun hilang. Perjalanan dari Probolinggo menuju Cemara Lawang ditempuh sekitar 2 jam. Itu pun menurutMas Win terhitung lancar.
Sampai di Cemara Lawang, kami dikenakan tiket masuk. Kami tiga dikenakan 20 ribu. Tak lama kemudian kami pun sampai di home stay yang sudah dipesan oleh Hesti. Home stay kami terdiri dari dua kamar tidur (ukuran 2 orang) dengan 1 kamar mandi. Setelah menunjukkan ruangan, Mas Adi, pemilik home stay, memberitahu kami bahwa besok akan dijemput pukul 03.00 WIB. Ternyata Hesti bukan hanya pesan home stay saja, melainkan juga paket wisata. Paket wisata yang diambil adalah menyaksikan sun rise di Penanjakan, menikmati kawah Bromo, jalan ke Padang Savanah dan Pasir Berbisik. Paket ini sudah termasuk mobil Jeep yang akan mengantar kami ke tempat-tempat tadi.
Karena hari masih siang, kami akhirnya memutuskan untuk berjalan-jalan sekeliling daerah Cemara Lawang. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah hotel Cemara Indah, karena dari pinggir hotel kita bisa menyaksikan keindahan pemandangan Gunung Bromo dan Gunung Batok. Dari sini kami mencoba mencari sudut pandang lain. Maka mulailah kami berjalan-jalan.
Masalah perut juga yang akhirnya membatasi gerak kami. Sekitar pukul 13.00 WIB kami mencari warung untuk makan. Setelah makan, kami akhirnya memutuskan untuk pulang. Namun sebelum pulang, dua srikandi sudah keburu masuk ke toko souvenir. Setelah puas dengan pilihan-piihannya, kami pulang dan istirahat.
Karena disarankan untuk menambah ketebalan jeket, maka kami memutuskan untuk menyewa jeket di toko souvenir yang siang tadi disambangi. Sebenarnya tujuan lain adalah mencari makan malam. Karena sama-sama punya keinginan makan bakso, maka kami memesan tukang bakso untuk mampir ke home stay kami.
Karena pagi jam 03.00 harus sudah berangkat, maka kami memutuskan untuk segera istirahat. Pukul 02.20 saya terbangun, dan langsung memutuskan untuk cuci muka dan segera berkemas. Saat sedang berkemas, rekan yang lain pun menyusul. Udara pagi sungguh menusuk tulang. Untung semalam sewa jeket yang agak tebal, sehingga badan terasa hangat.
Tepat pukul 03.00 tanggal 16 Agustus, kami berangkat dengan jeep. Ada beberapa jeep sudah mendahului kami. Setelah membayar restibusi sekitar 75 ribu, mobil kami meluncur di jalanan berlubang dan bergelombang. Setelah melalui daerah “lautan” pasir, kami memasuki daerah Penanjakan. Sepanjang jalan mendaki dengan kemiringan cukup curam. Saya sempat berpikir, gimana jika mesin mati. Tapi pikiran itu tak terwujud. Kami tiba dengan selamat di puncak Penanjakan. Di sini sudah ada begitu banyak pengunjung. Dengan berjalan kami sekitar 200 meter, kami tiba di center point view. Ratusan orang sudah menanti, mengambil posisi nyaman untuk menyaksikan matahari terbit.
Ajang sun rise menjadi ajang uji dan pamer kecanggihan teknologi. Aneka jenis kamera, termasuk HP dengan segala kelebihan dan keunikannya turut ambil bagian dalam menyongsong matahari terbit. Tidak hanya itu. Ada sekitar 3 buah drone melayang di atas kami untuk menangkap momen matahari terbit.
Setelah puas, kami turun menuju jeep, yang langsung membawa kami ke kaki Gunung Bromo. Perjalanan memang mengasyikkan, tapi juga melelahkan. Kelelahan sepertinya begitu mendominan, sehingga tak lama setelah tiba di puncak Bromo, kedua srikandi mengajak untuk turun. Tiba di bawah, kami langsung ke Padang Savanah, lalu ke Pasir Berbisik. Setelah puas melihat-lihat dan berfoto ria, kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke home stay.
Karena sebelum pukul 12.00 harus sudah berada di lokasi bus, maka kami pun bergegas berkemas. Pukul 11.30 kami sudah meninggalkan home stay dengan menyelesaikan urusan pembayarannya. Ternyata, tak lama kami tiba di lokasi bus, kami pun langsung berangkat ke Probolinggo. Kami turun di terminal bus Probolinggo. Dari sini kami langsung naik bus menuju terminal bus Bungur Asih Surabaya.
Dari Bungur Asih, kami naik bus menuju Stasiun Pasar Turi dengan harapan masih ada tiket kereta. Namun ternyata tiket kereta habis. Tiket kereta eksekutif masih ada. Karena selisih harga dengan pesawat tak jauh beda, maka kami memutuskan untuk pulang dengan pesawat.
Beberapa Usul Saran
Menikmati wisata Bromo memang sangat mengasyikkan. Memang membutuhkan dana yang lumayan. Untuk perjalanan kami saja, habisnya sekitar Rp. 1.390.000,- (mobil Surabaya – Cemara Lawang: 450 ribu; home stay 1 malam: 350 ribu; paket wisata: 500 ribu; tiket masuk: 90 ribu), tidak termasuk makan minum.
Ada beberapa cara untuk menghemat. Dari Surabaya ke Cemara lawang bisa pakai angkot biasa, yaitu dari stasiun menuju terminal Bungur Asih, lalu ke terminal Probolinggo, dan dari sini naik bus ke Cemara Lawang. Diperkirakan biayanya tak lebih dari 100 ribu per orang.
Untuk biaya home stay memang sulit dipangkas. Konon, biaya home stay kami termasuk yang paling murah. Ini mungkin berkat kemahiran Hesti. Akan tetapi, biaya paket wisatanya bisa dipangkas, tapi ada konsekuensinya, yaitu mau sedikit lelah. Artinya, tidak menggunakan jeep. Ada dua pilihan, yaitu naik motor. Untuk pilihan ini juga ada dua pilihan, yaitu sewa motor atau boncengan dengan ojek.
Pilihan kedua adalah jalan kaki. Ini benar-benar bagi pencinta alam yang suka tantangan. Memang tidak ada medan yang sulit. Tanpa guide pun bisa menjangkau tempat-tempat wisata tadi. Untuk jalan kaki bisa melalui pinggir hotel Cemara Indah, karena ada jalan setapak. Turun dari situ, sudah sampai ke “lautan” pasir Bromo. Untuk menuju Penanjakan memang harus berangkat jam 00.00 (ini juga usulan). Sedangkan untuk ke Bromo bisa turun kapan saja.
Jadi, jika memutuskan untuk jalan kaki, maka setibanya di Cemara Lawang, bisa saja langsung turun ke bawah untuk menuju puncak Bromo. Jika turun dari Cemara Lawang sekitar pukul 13.00 WIB, maka kita bisa kembali ke home stay sekitar pukul 17.00 WIB. Besok sekitar pukul 00.00 WIB memulai perjalanan ke Penanjakan untuk menyaksikan sun rise. Turun dari Penanjakan bisa berjalan menuju Pasir Berbisik, bisa juga dengan naik ojek, yang ada di parkiran dekat kaki Gunung Batok.
Toboali, 19 Agustus 2017
by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar