Di
sela-sela kampanye Pilgub DKI Jakarta lalu, ada satu peristiwa unik yang
menggelitik nalar dan hati nurani saya. Peristiwa itu adalah penolakan untuk
menshalatkan jenazah orang yang mendukung calon Gubernur Petahana, Basuki
Tjahaya Purnama, atau yang biasa disapa Ahok. Peristiwa ini hadir dalam dua
kejadian, yaitu menolak jenazah Hindun bin Raisan (77 tahun) dan Ulfie Supiati
binti Muhammad Undu (73 tahun), serta munculnya spanduk-spanduk yang berisi
ajakan untuk tidak menshalatkan jenazah orang yang memilih Ahok.
Ketika
mendengar berita tersebut, awalnya saya tidak percaya: masak agama islam, yang terkenal sebagai agama rahmatan lil alamin, mengajarkan hal seperti itu. Saya mencoba
mengikuti perkembangan masalah ini di media dengan satu pertanyaan dasar: apa
dan bagaimana sikap MUI terhadap hal ini. Pertanyaan ini bertujuan untuk
mencari penegasan apakah sikap penolakan yang diambil oleh umat islam itu
sesuai dengan ajaran agama atau tidak. Hingga pilkada selesai, dan dimenangi
oleh pasangan Anies Sandi, saya tidak menemukan adanya pernyataan sikap MUI.
Sama sekali tidak ada reaksi dari MUI. Reaksi justru datang dari kepolisian.
Karena
itu, kesimpulan awal saya adalah penolakan untuk mendoakan jenazah pendukung
Ahok itu sudah sesuai dengan ajaran agama islam. Akan tetapi, akal sehat saya
belum bisa menerima hal tersebut. Saya tidak percaya apa benar agama islam
mengajarkan hal itu. Rasa penasaran membuat saya mencoba mempelajari ajaran
islam. Salah satu inti ajaran agama islam adalah Al Quran. Maka, saya langsung
menelusuri kitab itu untuk mencari apakah memang ada pendasarannya.
Akhirnya
saya menemukan satu ayat yang bisa dijadikan dasar bagi umat islam untuk
menolak menshalatkan jenazah pendukung Ahok. Dalam surah At-Taubah ayat 84
tertulis, “Dan janganlah engkau (Muhammad) melaksanakan salat untuk seseorang
yang mati di antara mereka (orang-orang munafik), selama-lamanya dan janganlah
engkau berdiri (mendoakan) di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka ingkar kepada
Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.”
Memang
bunyi ayat itu ditujukan kepada Muhammad, namun karena umat islam wajib
mengikuti teladan nabi, maka wajar bila sekarang pun umat islam tidak akan
menshalatkan orang yang mati di antara orang-orang munafik. Nabi saja tidak
menshalatkan, kenapa umat islam menshalatkan? Sepertinya lebih baik dan jauh
lebih terhormat menshalatkan seorang teroris (baca: jihadis) daripada
menshalatkan orang yang mendukung kaum kafir.
Ketika
saya meneruskan pencarian saya, akhirnya saya menemukan lagi satu ayat sebagai
dasar lain atau sebagai penunjang surah At-Taubah di atas. Dalam surah
Al-Mumtahanah ayat 9 tertulis, “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu
menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan
agama ..... Barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang
yang zalim.” Bila memperhatikan ayat ini, kata “mereka” mempunyai dua maksud,
yaitu (1) orang yang memerangi umat islam dalam urusan agama, dan (2) orang
yang mendukung orang yang memerangi umat islam.
Jika
surah Al-Mumtahanah ini diterapkan dalam kasus kampanye Pilgub DKI Jakarta,
maka Ahok itu masuk kategori orang yang memerangi umat islam. Hal ini terbukti
dengan fatwa MUI bahwa Ahok telah melakukan penistaan agama dan ulama.
Sedangkan Hindun bin Raisan dan Ulfie Supiati binti Muhammad Undu masuk
kategori kedua. Di mata Allah kedua orang ini masuk golongan orang zalim. Dan
Allah telah berfirman “Sungguh, Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang
yang zalim.” (QS Al-Maidah: 51). Nasib orang-orang zalim adalah neraka (QS
Al-Hasyr: 17). Karena sudah pasti masuk neraka, untuk apa lagi dishalatkan.
Nah,
itulah hasil pencarian saya. Jadi, kenapa hingga kampanye selesai saya sama
sekali tidak membaca di media-media soal tanggapan atau pernyataan sikap MUI
terhadap kejadian penolakan menshalatkan jenazah pendukung Ahok. Sikap menolak
untuk menshalatkan jenazah itu sudah sesuai dengan ajaran agama islam, sehingga
MUI diam saja. Dapat dikatakan bahwa MUI menyetujui sikap tersebut. Hanya pihak
polisi saja yang bersikap, karena aksi tersebut sudah meresahkan warga
masyarakat.
Jadi,
kejadian yang menimpa Ulfie Supiati binti Muhammad Undu dan Hindun bin Raisan serta spanduk-spanduk yang
berisi ajakan untuk tidak mendoakan janazah pendukung Ahok adalah SESUAI DENGAN
AJARAN AGAMA ISLAM. Dengan kata lain, agama islam melarang umatnya untuk
menshalatkan para pendukung Ahok. Bisa juga disimpulkan bahwa agama islam
mengajarkan umatnya untuk tidak menshalatkan atau mendoakan orang islam yang
mendukung orang kafir.
Itulah
ajaran islam yang dikenal dengan agama rahmatan
lil alamin. Menjadi pertanyaan: bila demikian akankah bisa terwujud
toleransi? Dan bisa dipastikan, sampai kapan pun orang non islam (baca: kafir)
tidak akan punya tempat menjadi pemimpin di negeri ini, karena pemimpin islam atau lawan politiknya akan “mengancam” umat islam yang mendukungnya untuk tidak dishalatkan. Sungguh sangat
menyedihkan.
Koba,
8 Juli 2017
by:
adrian
Baca juga tulisan lain:
Dapatkah Allah Salah atau Keliru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar