Jumat, 11 Agustus 2017

INI DASAR PENOLAKAN JENAZAH PENDUKUNG AHOK

Di sela-sela kampanye Pilgub DKI Jakarta lalu, ada satu peristiwa unik yang menggelitik nalar dan hati nurani saya. Peristiwa itu adalah penolakan untuk menshalatkan jenazah orang yang mendukung calon Gubernur Petahana, Basuki Tjahaya Purnama, atau yang biasa disapa Ahok. Peristiwa ini hadir dalam dua kejadian, yaitu menolak jenazah Hindun bin Raisan (77 tahun) dan Ulfie Supiati binti Muhammad Undu (73 tahun), serta munculnya spanduk-spanduk yang berisi ajakan untuk tidak menshalatkan jenazah orang yang memilih Ahok.
Ketika mendengar berita tersebut, awalnya saya tidak percaya: masak agama islam, yang terkenal sebagai agama rahmatan lil alamin, mengajarkan hal seperti itu. Saya mencoba mengikuti perkembangan masalah ini di media dengan satu pertanyaan dasar: apa dan bagaimana sikap MUI terhadap hal ini. Pertanyaan ini bertujuan untuk mencari penegasan apakah sikap penolakan yang diambil oleh umat islam itu sesuai dengan ajaran agama atau tidak. Hingga pilkada selesai, dan dimenangi oleh pasangan Anies Sandi, saya tidak menemukan adanya pernyataan sikap MUI. Sama sekali tidak ada reaksi dari MUI. Reaksi justru datang dari kepolisian.
Karena itu, kesimpulan awal saya adalah penolakan untuk mendoakan jenazah pendukung Ahok itu sudah sesuai dengan ajaran agama islam. Akan tetapi, akal sehat saya belum bisa menerima hal tersebut. Saya tidak percaya apa benar agama islam mengajarkan hal itu. Rasa penasaran membuat saya mencoba mempelajari ajaran islam. Salah satu inti ajaran agama islam adalah Al Quran. Maka, saya langsung menelusuri kitab itu untuk mencari apakah memang ada pendasarannya.
Akhirnya saya menemukan satu ayat yang bisa dijadikan dasar bagi umat islam untuk menolak menshalatkan jenazah pendukung Ahok. Dalam surah At-Taubah ayat 84 tertulis, “Dan janganlah engkau (Muhammad) melaksanakan salat untuk seseorang yang mati di antara mereka (orang-orang munafik), selama-lamanya dan janganlah engkau berdiri (mendoakan) di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.”
Memang bunyi ayat itu ditujukan kepada Muhammad, namun karena umat islam wajib mengikuti teladan nabi, maka wajar bila sekarang pun umat islam tidak akan menshalatkan orang yang mati di antara orang-orang munafik. Nabi saja tidak menshalatkan, kenapa umat islam menshalatkan? Sepertinya lebih baik dan jauh lebih terhormat menshalatkan seorang teroris (baca: jihadis) daripada menshalatkan orang yang mendukung kaum kafir.
Ketika saya meneruskan pencarian saya, akhirnya saya menemukan lagi satu ayat sebagai dasar lain atau sebagai penunjang surah At-Taubah di atas. Dalam surah Al-Mumtahanah ayat 9 tertulis, “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama ..... Barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang yang zalim.” Bila memperhatikan ayat ini, kata “mereka” mempunyai dua maksud, yaitu (1) orang yang memerangi umat islam dalam urusan agama, dan (2) orang yang mendukung orang yang memerangi umat islam.
Jika surah Al-Mumtahanah ini diterapkan dalam kasus kampanye Pilgub DKI Jakarta, maka Ahok itu masuk kategori orang yang memerangi umat islam. Hal ini terbukti dengan fatwa MUI bahwa Ahok telah melakukan penistaan agama dan ulama. Sedangkan Hindun bin Raisan dan Ulfie Supiati binti Muhammad Undu masuk kategori kedua. Di mata Allah kedua orang ini masuk golongan orang zalim. Dan Allah telah berfirman “Sungguh, Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al-Maidah: 51). Nasib orang-orang zalim adalah neraka (QS Al-Hasyr: 17). Karena sudah pasti masuk neraka, untuk apa lagi dishalatkan.
Nah, itulah hasil pencarian saya. Jadi, kenapa hingga kampanye selesai saya sama sekali tidak membaca di media-media soal tanggapan atau pernyataan sikap MUI terhadap kejadian penolakan menshalatkan jenazah pendukung Ahok. Sikap menolak untuk menshalatkan jenazah itu sudah sesuai dengan ajaran agama islam, sehingga MUI diam saja. Dapat dikatakan bahwa MUI menyetujui sikap tersebut. Hanya pihak polisi saja yang bersikap, karena aksi tersebut sudah meresahkan warga masyarakat.
Jadi, kejadian yang menimpa Ulfie Supiati binti Muhammad Undu dan  Hindun bin Raisan serta spanduk-spanduk yang berisi ajakan untuk tidak mendoakan janazah pendukung Ahok adalah SESUAI DENGAN AJARAN AGAMA ISLAM. Dengan kata lain, agama islam melarang umatnya untuk menshalatkan para pendukung Ahok. Bisa juga disimpulkan bahwa agama islam mengajarkan umatnya untuk tidak menshalatkan atau mendoakan orang islam yang mendukung orang kafir.
Itulah ajaran islam yang dikenal dengan agama rahmatan lil alamin. Menjadi pertanyaan: bila demikian akankah bisa terwujud toleransi? Dan bisa dipastikan, sampai kapan pun orang non islam (baca: kafir) tidak akan punya tempat menjadi pemimpin di negeri ini, karena pemimpin islam atau lawan politiknya akan “mengancam” umat islam yang mendukungnya untuk tidak dishalatkan. Sungguh sangat menyedihkan.
Koba, 8 Juli 2017
by: adrian
Baca juga tulisan lain:
Dapatkah Allah Salah atau Keliru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar