Yesus dari
Nazareth selama 30 tahun hidup sederhana, bekerja sebagai tukang kayu di desa
kecil Palestina. Namun 3 tahun
sesudahnya, Dia melontarkan kata-kata yang mengagetkan semua yang mendengarnya,
kata-kata yang pada akhirnya mengubah dunia kita. Dia juga melakukan hal-hal
yang belum pernah dilakukan orang lain, menenangkan badai, menyembuhkan
penyakit, mencelikkan mata yang buta, dan bahkan membangkitkan orang dari
kematian.
Tapi
perbedaan terbesar Yesus Kristus dengan semua pemimpin agama lain adalah,
menurut orang Kristen, Dia mengklaim diri-Nya adalah
Allah. Jika klaim ini salah, maka pesan-pesan Injil kehilangan semua
kredibilitasnya. Pesan itu adalah Allah demikian mengasihi kita sehingga Dia
menjadi manusia untuk mati menanggung dosa-dosa kita, menyediakan bagi kita
hidup selama-lamanya bersama-Nya. Jadi,
jika Yesus bukan Allah, maka manusia telah
dibohongi.
Beberapa
agama mengajarkan, Yesus adalah makhluk ciptaan
belaka. Dan buku-buku, seperti The Da Vinci Code, menjadi buku paling
laris dengan mengatakan baik Yesus maupun para rasul tidak mengajarkan bahwa
Dia adalah Allah.
Serangan-serangan
terhadap ke-Tuhan-an Yesus menimbulkan pertanyaan apa yang terjadi hampir 200
tahun lalu sehingga menyebabkan kekristenan mengklaim pendirinya, Yesus Kristus, adalah Allah. Ada bukti-bukti dari Perjanjian Baru yang dengan kuat menunjuk fakta-fakta
Yesus memang mengklaim diri-Nya Allah.
Tapi apakah para saksimata, yang mendengar kata-kata Yesus dan melihat
mujizat-mujizat-Nya yakin
bahwa Dia sama dalam segala hal dengan Bapa? Atau apakah mereka berpikir bahwa
Yesus hanyalah makhluk ciptaan
yang lebih tinggi atau seperti nabi besar Musa?
Untuk
memisahkan kebenaran dari fiksi, kita perlu melihat ke belakang ke perkataan para rasul, yang bersama-sama Yesus berjalan di bumi
ini, dan menulis testimoni-testimoni atas apa yang mereka lihat dan dengar.
Para Saksimata
Yesus memilih orang-orang
biasa menjadi pengikut-Nya.
Dia selama 3
tahun bersama-sama mereka, mengajar mereka tentang diri-Nya dan menjelaskan
kebenaran mendalam firman Allah. Selama 3
tahun itu, Yesus melakukan sejumlah mujizat, membuat klaim-klaim mengejutkan,
dan hidup penuh dalam kebenaran. Belakangan, para rasul ini menulis banyak
perkataan dan tindakan Yesus. Tulisan Perjanjian Baru telah dipandang sebagai
yang paling handal dari semua dokumen historis kuno dari sisi keotentikannya.
Para ahli telah mencatat
bahwa Perjanjian Baru mengungkapkan obyektivitas yang membuat catatan para
rasul tentang Yesus sangat bisa dipercaya. Mereka dengan jujur melaporkan apa
yang mereka lihat dan dengar. Sejarahwan Will Durant menyatakan, “Orang-orang ini bukanlah
tipe yang akan dipilih untuk mengubah dunia“ Injil secara realistik mencatat
perbedaan-perbedaan karakter mereka dan secara jujur mengungkapkan
kesalahan-kesalahan mereka.[1]
Ketika pertama kali bertemu
dengan Yesus, para rasul tidak tahu siapa Dia sebenarnya. Namun, ketika mereka
mendengar perkataan-perkataan kuat-Nya
dan melihat Dia memulihkan penglihatan mata orang buta dan membangkitkan orang mati, mereka mungkin mulai mengingat-ingat nubuat-nubuat
tentang Mesias yang merupakan Allah sendiri. (Yesaya 9:6; Mikah 5:2). Tapi
ketika melihat Dia sekarat di atas
kayu salib, Yesus terlihat kalah dan tanpa kekuatan (kuasa) apapun. Semua
pikiran yang mungkin mereka punya bahwa Yesus
adalah Allah langsung lenyap di kayu salib itu.
Kendati begitu, 3 hari setelah kejadian
traumatis itu, orang, yang kelihatan tidak berdaya tergantung di kayu salib, secara ajaib tampil hidup di hadapan para
pengikut-Nya. Dan Dia bangkit seutuh tubuh-Nya. Mereka melihat Dia,
menyentuh, makan bersama, dan mendengar Dia berkata-kata tentang kebesaran
posisi-Nya sebagai penguasa
tertinggi alam semesta. Simon Petrus, salah satu murid terdekat Yesus, dan
saksi mata, menulis,
“Sebab kami tidak mengikuti
dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu
kuasa dan kedatangan
Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari
kebesaran-Nya.
Kami menyaksikan, bagaimana Ia menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika
datang kepada-Nya
suara dari Yang Mahamulia, yang mengatakan: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (2
Petrus 1: 16, 17)
Tapi apakah fakta bahwa para
rasul melihat kebesaran Allah dan mendengar suara Allah melalui Yesus berarti
mereka memandang Dia sebagai Allah? Pakar Perjanjian Baru A.H. McNeile memberi
kita jawaban, “….
tidak menunggu lama untuk melihat kehidupan Yesus kelihatan seperti kegagalan
dan sumber rasa malu dibandingkan dengan kebesaran orang Kristen — tidak
satupun individu di sini
dan di sana, tapi seluruh massa Gereja — mewarisi keyakinan penuh bahwa Dia
adalah Allah.”[2]
Jadi, apakah para rasul yang
menulis Perjanjian Baru benar-benar percaya bahwa Yesus adalah Allah, atau
mereka memandang Dia sebagai makhluk
ciptaan. Jika mereka memandang Yesus sebagai Allah, apakah mereka juga melihat
Dia sebagai Pencipta alam semesta, atau sesuatu yang lebih kecil atau kurang?
Mereka yang menolak ke-Tuhan-an Yesus mengatakan para rasul berpendapat Yesus
adalah ciptaan tertinggi Allah, dan hanya Bapa sendiri adalah Allah yang kekal.
Jadi, untuk memperjelas apa yang mereka percayai terhadap Yesus, kita akan
meneliti perkataan-perkataan mereka, dengan melontarkan tiga pertanyaan:
1. Apakah para rasul
dan orang Kristen mula-mula menyembah dan berdoa kepada Yesus sebagai Tuhan?
2. Apakah para rasul
mengajarkan Yesus adalah Pencipta yang ditulis di buku Kejadian (Perjanjian
Lama)?
3. Apakah para rasul
menyembah Yesus sebagai yang tertinggi di alam semesta?
Tuhan
Setelah Yesus naik ke sorga,
para rasul mengejutkan orang Yahudi dan Romawi dengan memproklamirkan Yesus
sebagai “Tuhan”.[3] Dan para rasul melakukan,
yang tak terpikirkan sebelumnya dan menyembah Yesus, bahkan bersembahyang
kepada-Nya seperti kepada Allah.
Stefanus berdoa,”Tuhan Yesus, terimalah nyawaku,” pada saat dia dilempari batu
sampai mati. (Kisah Para Rasul 7:59).
Orang percaya lain bergabung
bersama Stefanus, yang bahkan menghadapi kematian, “tidak pernah seharipun ….
untuk mengajar dan menyebarkan Injil Yesus (Kisah Para Rasul 5:42). Para rasul,
sebagian besar martir, mewarisi pengetahuan mereka akan Yesus kepada bapa-bapa
gereja yang membawa pesan mereka kepada generasi berikutnya.
Ignatius, murid Rasul
Yohanes yang menulis kedatangan kedua Yesus, mengatakan, “Lihat Dia yang
mengatasi waktu, Dia yang tidak terikat waktu, Dia yang tak terkalahkan.” Dalam
sebuah surat kepada Polycarpus
dia menyatakan, “Yesus adalah Allah”, dan kepada orang Efesus dia menulis, “…
Allah sendiri datang dalam bentuk manusia, untuk memperbaharui kehidupan kekal.
(Efesus 4:13)
Clement dari Roma (tahun
92), juga mengajarkan ke-Tuhan-an Yesus, mengatakan, “Kita berpikir Yesus
Kristus adalah Allah.” (Korintus 1:1)
Polycarpus, juga murid Yohanes,
diadili di hadapan
proconsul Romawi karena menyembah Yesus sebagai Tuhan. Pada saat kerumunan
orang meminta dia dihukum mati, hakim Romawi meminta dia menyatakan Kaisar sebagai
Tuhan. Tapi Polycarpus tetap bertahan, daripada
mencabut pernyataannya bahwa Yesus adalah Tuhannya, menjawab: “Delapan puluh enam tahun
saya telah melayani Kristus, dan Dia tidak pernah memperlakukan saya dengan
buruk. Bagaimana saya bisa menghujat raja saya yang telah menyelamatkan saya?”[4]
Pada saat Gereja mula-mula berkembang,
Gnostik dan sekte-sekte lain mulai mengajarkan bahwa Yesus adalah makhluk ciptaan, lebih rendah
daripada Bapa. Hal ini memuncak pada abad keempat, ketika Arius, pengkhotbah
populer dari Libya, mendesak banyak pemimpin bahwa Yesus bukanlah sepenuhnya
Allah. Kemudian di tahun
325 di Dewan Nicaea (Council of Nicaea), para pemimpin gereja berkumpul untuk
menyelesaikan isu apakah Yesus adalah Pencipta atau ciptaan belaka.[5] Para pemimpin Gereja ini dengan suara
hampir bulat (dari 318 uskup hanya 2 menolak) menegaskan kembali keyakinan lama
orang Kristen dan ajaran Perjanjian Baru bahwa Yesus benar-benar sepenuhnya
Allah.[6]
Pencipta
Dalam Kitab Kejadian, Allah
diungkapkan sebagai Pencipta segala sesuatu mulai dari atom yang kecil sampai
ruang angkasa dengan miliaran galaksinya. Jadi, bagi orang Yahudi akan jadi
penghujatan jika berpikir malaikat atau ciptaan lainnya adalah Pencipta. Yesaya
mengkonfirmasi bahwa Allah (Yahweh) adalah Pencipta.
“Beginilah firman TUHAN,
Yang Maha Kudus, Allah dan Pembentuk Israel …. Akulah yang menjadikan Bumi dan
yang menciptakan manusia di atasnya: tanganKulah yang membentangkan langit dan
Akulah yang memberi perintah kepada seluruh tentaranya. …. firman TUHAN semesta
alam.”(Yesaya 45:11a, 12, 13b)
Jadi, apakah para rasul
berpendapat Yesus sebagai bagian dari ciptaan atau sebagai Pencipta.
Testimoni Yohanes
Ketika para murid Yesus
memandang ke bintang-bintang di langit, mereka sama sekali tidak menyadari atau
memimpikan Pencipta bintang-bintang itu ada bersama-sama mereka. Tapi setelah
kebangkitan-Nya,
mereka melihat Yesus dengan pandangan baru. Dan sebelum meninggalkan bumi, Yesus mulai membuka
misteri-misteri identitas-Nya
kepada mereka.
Sambil mengingat-ingat
kata-kata Tuhan, Yohanes memulai Injilnya dengan mengungkapkan siapa Yesus itu: “Pada mulanya adalah Firman
(logos); Firman itu bersama-sama dengan Allah….. Segala sesuatu dijadikan oleh
Dia dan tanpa Dia tidak ada
suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup
dan hidup itu adalah terang manusia.” (Yoh 1:1, 3-4)
Meski para ilmuwan sekarang
percaya alam semesta dimulai dari kekosongan (ruang hampa), tapi mereka tidak
bisa menjelaskan kepada kita siapa di sana yang memulai semuanya ini. Yohanes
mengungkapkan sebelum penciptaan, “Firman itu sudah ada”, dan “bersama-sama
Allah.”
Jadi siapa atau apa kondisi
sebelum eksistensi Firman. Kalimat Yohanes menjelaskan siapa yang dia bahas:
“Firman itu adalah Allah”.[7]
Sebagai orang Yahudi,
Yohanes percaya pada Allah yang
Esa. Namun Yohanes membicarakan dua entitas di sini, Allah dan Firman.
Saksi Yehova, yang mengajarkan bahwa Yesus adalah makhluk ciptaan, salah
menterjemahkan kalimat ini dengan mengartikan Firman itu adalah tuhan (yang
diciptakan) dan bukan Allah sendiri. Tapi ahli Perjanjian Baru F.F Bruce
menulis bahwa, “menterjemahkan frasa itu sebagai ‘tuhan’ adalah kesalahan
terjemahan yang menakutkan karena kelalaian itu sering terjadi dengan kata
benda dalam konstruksi predikatif.”[8]
Jadi, Yohanes, atas ilham
Roh Kudus, mengatakan kepada kita:
1.
Firman itu sudah ada sebelum penciptaan.
2.
Firman adalah Pencipta yang menciptakan segala sesuatu.
3. Firman itu adalah
Allah.
Sejauh ini, Yohanes telah
mengatakan kepada kita bahwa Firman
itu kekal. Menciptakan segala sesuatu, dan Dia adalah Allah. Namun dia tidak
menjelaskan kepada kita apakah Firman itu sebuah kuasa (kekuatan) atau seorang
pribadi sampai pada ayat ke 14.
“Firman itu telah menjadi
manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemulian-Nya, yaitu
kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih
karunia dan kebenaran.” (Yoh 1:14)
Di sini, Yohanes jelas merujuk
kepada Yesus. Lebih jauh, dalam surat pengembalaan dia mengkonfirmasikannya: “Apa yang telah ada sejak
semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah
kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup
— itulah yang kami tuliskan kepada kamu.” (1Yoh 1:1).
Yohanes menyatakan kepada
kita “tidak ada sesuatu yang dijadikan yang tidak dijadikan-Nya”. Jika ketiadaan berada
di luar
diri-Nya, maka Yesus bukanlah makhluk ciptaan. Dan menurut
Yohanes, Firman (Yesus) itu adalah Allah.
Testimoni Paulus
Tidak seperti Yohanes, Rasul
Paulus (sebelumnya bernama Saulus) adalah musuh besar dan penganiaya
orang-orang Kristen, sampai akhirnya Yesus menampakkan diri-Nya dalam sebuah
penglihatan. Bertahun-tahun kemudian, Paulus dalam surat kepada jemaat Kolose
mengungkapkan apa yang dipelajari tentang identitas Yesus: “Ia adalah gambar Allah yang
tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena
di dalam
Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di
bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan…..” (Kol1:15-17)
Paulus mengungkapkan
beberapa hal penting dalam ayat-ayat itu:
1.
Yesus adalah gambar Allah.
2.
Yesus adalah “yang sulung” dari segala ciptaan.
3.
Yesus menciptakan segala sesuatu.
4.
Yesus adalah alasan penciptaan itu.
5.
Yesus sudah ada sebelum segala sesuatu ada.
6. Yesus menciptakan
segala sesuatu.
Apa maksud sebenarnya
“gambar Allah” itu?
Bruce mencatat, Untuk menyebut Yesus gambar Allah adalah untuk mengatakan di
dalam Dia kehadiran dan sifat dasar Allah secara sempurna bermanifestasi — di dalam Dia yang tidak
kelihatan telah menjadi kelihatan.”[9] Jadi, Allah menjadi
kelihatan di dalam
Kristus sama dengan perkatan Yesus kepada Filipus, “Setiap orang yang telah
melihat-Ku melihat Bapa.” (Yoh 14:9)
Dalam ayat 15, kata Yunani
bagi “lahir-pertama” (protokos) berarti “terutama (tertinggi)” dan bukan
berarti “lahir kemudian”.[10] Menurut Bruce, Paulus
merujuk kepada “Keberadaan Kristus sebelum-eksistensi dan aktifitas kosmis
penciptaan[11] Hal ini dijelaskan dalam
ayat 16 yang mengatakan kepada kita bahwa segala sesuatu di alam semesta
diciptakan melalui Yesus Kristus dan juga untuk Dia.
Dalam ayat 17 kita melihat
Kristus yang kekal terus memelihara ciptaan. Menurut Paulus, setiap atom, tiap
helai DNA, dan seluruh miliaran galaksi diatur oleh kekuasaan Yesus Kristus.
Jadi, Yesus adalah Yang Satu darimana semua hal berasal, diciptakan untuk Yang
Satu, dan Yang Satu memelihara semuanya.
Testimoni Ibrani
(Yahudi)
Buku Ibrani di Perjanjian
Baru[12] juga mengungkapkan Yesus
sebagai Pencipta segala sesuatu. Kalimat pembukaannya merefleksikan perkataan
Paulus kepada jemaat di Kolose,
“Setelah pada zaman dahulu
Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita
dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara
kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya yang telah Ia tetapkan sebagai yang
berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.
Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala
yang ada dengan firman-Nya
yang penuh kekuasaan.”(Ibrani 1:1-3a)
Sama seperti ungkapan Yohanes
dan Paulus, penulis Ibrani menyatakan kepada kita bahwa sebelum Yesus menjadi
manusia, Allah menciptakan alam semesta melalui Dia. Dan Ibrani juga menyatakan
Yesus Kristus memelihara itu semua.
Ayat 3 membicarakan Yesus
sebagai “cetakan sempurna dan
gambaran penuh sifat Allah.”[13] Kata Yunani di sini berarti bahwa “Anak
adalah kilau cahaya, larikan cahaya kemuliaan yang keluar dari kemuliaan Allah.[14] Dalam pernyataan ini,
Yesus adalah “cetakan sempurna” dari Allah yang tak terhingga, mengkonfirmasikan
bahwa para rasul percaya Yesus adalah sepenuhnya Allah.
Penulis Ibrani kemudian
menyatakan kepada kita bahwa Yesus tidak saja lebih tinggi dari para nabi, tapi
Dia juga jauh lebih tinggi dari para malaikat. “Jauh lebih tinggi dari pada
malaikat-malaikat, sama seperti nama yang dikaruniakan kepada-Nya jauh lebih
indah dari pada nama mereka.” (Ibrani 1:4)
John Piper menjelaskan
kenapa Yesus
sangat superior di atas
malaikat: “Tidak
ada malaikat di sorga yang menerima penghormatan dan kasih sayang seperti itu,
yang diterima Anak dari Bapa yang kekal. Kendati malaikat begitu agung dan
indah, mereka bukanlah pesaing Anak….. Anak Allah bukanlah malaikat …. bahkan
bukan malaikat tertinggi. Malah Allah berkata,”Malaikat Allah menyembah Dia!”
(Ibrani 1:6). Anak Allah pantas mendapat semua penyembahan yang bisa diberikan
oleh sorga — dan juga dari kita.”[15]
Penulis Ibrani kemudian
mengungkapkan ke-Tuhan-an Yesus: “Tetapi
tentang Anak Ia berkata, “Tahta-Mu,
ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya,….. (Ibrani 1:8).
Belakangan di Kitab Ibrani
kita mempelajari Yesus Kristus, “sama kemarin, hari ini, dan selamanya,”
pernyataan jelas atas ketuhanan
kekal-Nya. (Ibrani 13:8). Makhluk ciptaan tidak akan sama
sekarang seperti kemarin, karena ada waktu dimana dia tidak ada. Akan sukar
untuk memahami pernyataan-pernyataan dalam Ibrani diluar selain fakta bahwa
Yesus adalah Allah yang dibicarakan di Perjanjian Lama, yang bersama-sama Bapa-Nya dan Roh Kudus,
menciptakan dunia.
Para rasul pasti tertarik
untuk mengetahui bahwa mereka telah melihat Dia berdarah-darah tergantung di
kayu salib Romawi adalah Dia yang menciptakan pohon yang dijadikan balok kayu
untuk digunakan memaku-Nya.
Yang Esa
Orang Kristen mula-mula
dituduh orang Romawi mencuri kemuliaan dari Kaisar, dan oleh pemuka Yahudi merampok kemuliaan
dari Allah (Yahweh). kekristenan juga dikritik oleh
sebagian orang karena “terlalu berfokus pada Yesus”. Tapi apakah itu yang
dipikirkan oleh para rasul? Mari kita dengar lagi apa yang dikatakan Paulus
dalam surat kepada jemaat Kolose mengenai Yesus.
“…..Ialah yang sulung, yang
pertama bangkit dari antara
orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.” Karena seluruh
kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia. (Kolose 1:18 – 19).
Paulus menulis Allah
berkenan menempatkan Yesus sebagai pribadi tertinggi di alam semesta. Namun di
Perjanjian Lama dengan jelas diajarkan Allah tidak akan pernah menyerahkan
posisi tertinggi-Nya kepada makhluk
ciptaan (Deut. 6:4, 5; Ps. 83:18; Prov. 16:4; Is. 42:11). Yesaya berbicara
dengan jelas akan ke-maha-tinggian Allah (Yahweh).
“Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu
diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang lain.
Demi Aku sendiri Aku telah bersumpah, dari mulut-Ku telah keluar kebenaran,
suatu firman yang tidak dapat ditarik lagi: dan semua orang akan bertekuk lutut
di hadapan-Ku,
dan akan bersumpah setia dalam segala bahasa …..(Yesaya 45:22, 23)
Tapi bagaimana Yesus dan
Yahweh bisa sama-sama jadi Maha Tinggi (tertinggi). Mungkin ada petunjuk di
Kitab Kejadian, dimana kata Ibrani yang digunakan untuk Allah Pencipta adalah
majemuk (Elohim). Dan ketika Yesaya menegaskan Allah sendiri menciptakan segala
sesuatu, kata Ibrani yang dipakai untuk Allah (Yahweh) juga sama majemuk. Dr.
Norman Geisler menyimpulkan, “Berdasarkan Alkitabiah, ada lebih dari cukup
bukti untuk menyimpulkan bahwa sifat dasar Allah yang digambarkan oleh
firman-firman sebagai ke-esa-an dalam ke-majemuk-an.[16]
Paulus menggunakan kata yang
sama kepada Yesus seperti yang Yesaya gunakan untuk Yahweh: “Yang walaupun dalam rupa
Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang
hamba, dan menjadi sama dengan manusia, Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia
telah merendahkan diri-Nya
dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”
Itulah sebabnya Allah sangat
meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya
nama di atas
segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit
dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah akan
mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah Bapa. (Filipi
2:6-11)
Firman di atas mengungkapkan
bahwa sebelum Yesus menjadi manusia, Dia punya hak penuh akan ke-Allah-an.
Paulus juga mengatakan kepada kita, “setiap lutut akan bertelut dan setiap
lidah akan menyebut bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan.”
Lebih dari tujuh ratus tahun
sebelum Kristus, Allah menyatakan, melalui Yesaya, bahwa hanya Dia saja adalah
Allah, Tuhan,
dan Penyelamat.
……Sebelum Aku tidak ada
Allah dibentuk, dan sesudah Aku tidak akan ada lagi. Aku, Akulah TUHAN dan
tidak ada juruselamat selain dari pada-Ku. (Yesaya 43:10,11).
Kita juga diberitahu dalam
Perjanjian Lama bahwa hanya Allah sendiri menciptakan alam semesta. Bahwa,
“setiap lutut
akan bertekuk di hadapan Dia.” Bahwa Dia
adalah “Tuhan, Raja Israel.” “Penebus”. “Yang Pertama dan yang Akhir.” Daniel
menyebutNya ” Hari-hari zaman dulu.” Zakariah membahasakan Allah sebagai,
“Raja, Tuhan yang akan menghakimi bumi.”
Namun di Perjanjian Baru
kita mendengar Yohanes menyebut Yesus sebagai “Juruselamat”, “Alfa dan Omega,”
“Yang Pertama dan Yang Akhir,” “Raja di atas segala raja”, dan “Tuhan di atas segala tuhan.” Paulus
mengatakan kepada kita “setiap lutut akan bertekuk
kepada Yesus”. Hanya kepada Yesus saja para rasul mengatakan kepada kita yang
akan menghakimi akhir kekekalan kita. Yesus adalah Tuhan Maha Tinggi di alam
semesta.
Packer berpendapat
Kekristenan hanya akan masuk akal jika Yesus sepenuhnya Allah: “Jika Yesus tidak lebih dari
manusia sangat hebat dan baik, kesukaran-kesukaran untuk mempercayai apa yang dikatakan Perjanjian Baru
kepada kita tentang kehidupan dan pekerjaan-Nya
akan benar-benar menggunung.
Tapi jika Yesus adalah
pribadi yang sama dengan Firman yang kekal, pengantara Bapa dalam penciptaan (Ibrani 1:2 ), tidak mengherankan jika tindakan-tindakan kuasa kreatif menandai
kedatangan-Nya
di dunia, dan kehidupan-Nya,
dan ketika Dia meninggalkan dunia. Tidak mengherankan bahwa Dia, Penulis
kehidupan, akan bangkit dari kematian …. Inkarnasi itu sendiri merupakan
misteri tak terduga, tapi membuat semuanya masuk akal di Perjanjian Baru.”[17]
Kesimpulan
Jika Yesus adalah Yahweh,
maka pesan Kristen adalah Allah sendiri datang ke dunia, membiarkan orang
meludahi, mengejek, dan memaku-Nya di kayu salib sebagai pengorbanan tertinggi bagi
dosa-dosa kita. Keadilan sempurna Allah hanya bisa dipenuhi oleh Allah sendiri
sebagai bayaran bagi dosa kita dan ketidak-benaran kita. Bukan malaikat atau makhluk ciptaan yang bisa
memenuhinya. Tindakan pemberian perlindungan semacam itu memperlihatkan kasih
luar biasa besar Bapa dan juga betapa bernilainya kita bagi-Nya. Dan inilah yang persis
diajarkan oleh para rasul dan dengan tekun dikhotbahkan.
Dalam kata-kata perpisahan
dengan para tetua Efesus, Paulus mendorong mereka untuk “mengembalakan Gereja Allah, yang sudah
dibeli-Nya dengan darah-Nya sendiri. (Kis 20:28). Paulus mengaungkan kembali nubuatan Nabi Zakharia ketika Allah
(Yahweh) berkata: “Pada
waktu itu TUHAN akan melindungi penduduk Yerusalem, …… dan mereka akan
memandang kepada dia yang telah mereka tikam dan akan meratapi dia seperti
orang meratapi anak tunggal, dan akan menangisi dia dengan pedi seperti orang
menangisi anak sulung.” (Zakharia 12:8a, 10b).
Zakharia mengungkapkan yang
ditikam di kayu salib bukan yang lain selain Allah sendiri. Jadi kita lihat
Yesus Kristus menyatukan Perjanjian Lama dan Baru seperti instrumen musik
berbeda yang berharmoni untuk menciptakan simfoni yang indah. Untuk itu, kalau
Yesus itu bukan Allah maka Kekristenan kehilangan tema sentralnya. Tapi jika
Yesus adalah Allah, semua doktrin utama Kristen cocok satu dengan yang lain
seperti potongan-potongan teka-teki. Kreeft dan Tacelli menjelaskan,[18]
•
“Jika Kristus adalah Tuhan, maka inkarnasi, atau ‘mendagingnya’
Allah, adalah peristiwa paling penting dalam sejarah. Itu titik balik sejarah.
Itu mengubah segalanya.”
•
“Jika Yesus adalah Allah, maka ketika Dia mati di kayu salib,
Tidak ada peristiwa dalam sejarah yang lebih penting bagi setiap orang di bumi
daripada kejadian itu.
·
“Jika Kristus adalah Allah,
maka, karena Dia mahakuasa dan hadir sekarang ini, Dia bisa mengubah anda dan
hidup anda sekarang juga dan bukan apapun atau siapapun bisa melakukannya.”
·
“Jika Kristus adalah Tuhan,
Dia punya hak atas seluruh hidup kita, termasuk jiwa dan pikiran kita.”
Para rasul menjadikan Yesus
sebagai Tuhan bagi hidup mereka, menulis Dia sebagai Pencipta, dan menyembah
Dia sebagai Yang Maha Tinggi. Para saksi mata sangat yakin bahwa Allah telah
mengunjungi planet bumi dalam Manusia Yesus Kristus, yang akan kembali sebagai
Raja di atas
segala raja dan Tuhan di atas
segala tuhan, juga jadi hakim kehidupan kekal kita. Dalam surat kepada Titus,
Paulus mengungkap identitas Yesus dan tujuan Allah bagi hidup kita,
“Karena kasih karunia Allah
yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita
meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup
bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini dengan menantikan
penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah
yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus.” [19] (Titus 2:11-13 ).
ENDNOTES
1. Will Durant, Caesar and
Christ, vol 3 of The Story of Civilization
(New York: Simon & Schuster, 1972), 563.
2. A. H. McNeile, Introduction
to the New Testament (Oxford: Clarendon Press,
1955), 463, 464
3. The title Lord is freely
used in both Testaments to refer to God and Jesus. In the Old Testament the
Hebrew word for Lord was Adonai. In the Septuagint and the New Testament the
word translated “Lord” is Kurios. Both Adonai and Kurios were used for God by
the Jews.” Josh McDowell & Bart Larson,
Jesus: A Biblical Defense of His Deity
(San Bernardino: Here’s Life, 1983), 33.
4. Paul L. Maier, Ed,
Eusebius, The Church History
(Grand Rapids, MI: Kregel, 1999), 149.
5. Although most early
Christians believed in Jesus’ divinity, the church didn’t clarify what that
meant until the Council of Nicaea in 325 A. D., when the Roman emperor
Constantine convened church leaders together to deal with Arius’s view that
Jesus was a created being. However, after an intense debate over the meaning of
the apostles’ words about Jesus in the New Testament, all but two of 318 church
leaders reaffirmed the majority Christian belief that he is fully God,
co-eternal, co-equal and with the Father and Holy Spirit (See “Mona Lisa’s
Smirk”).
6. See “Jesus.doc” to
discover the reliability of the New Testament
7. Martin writes, “Contrary
to the translations of The Emphatic Diaglott and the New World Translation (of
the Jehovah’s Witnesses) the Greek grammatical construction leaves no doubt
whatsoever that this is the only possible rendering of the text….Jehovah’s
Witnesses in their New World Translation Appendix 773-777 attempt to discredit
the Greek text on this point, for they realize that if Jesus and Jehovah are
“One” in nature their theology cannot stand….” Walter Martin, The
Kingdom of the Cults (Minneapolis, Minn:
Bethany, 1974), 75.
8. F. F. Bruce, The
Deity of Christ (Manchester, England: Wright’s
[Sandbach] Ltd., 1964
9. F. F. Bruce, “The ‘Christ
Hymn’ of Colossians 1:15-20,” Bibliotheca Sacra
(April-June 1984): 101.
10. D. Guthrie & J. A.
Motyer, The New Bible Commentary: Revised
(Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1973), 1144.
11. Bruce, ‘Hymn’, 101-102.
12. Although the author of
Hebrews is unknown, some scholars believe it was written by Paul.
13. The Amplified Bible,
Zondervan
14. Kenneth S. Wuest, Word
Studies in the Greek New Testament, Vol. II (Grand
Rapids, MI:, Eerdmans, 1986), 41.
15. John Piper, The
Pleasures of God (Sisters, OR: Multnomah, 2000), 33.
16. Norman Geisler &
Peter Bocchino, Unshakable Foundations
(Minneapolis, MN: Bethany House, 2001), 297.
17. J. I. Packer, Knowing
God (Downers Grove, IL: InterVarsity Press), 54.
18. Peter Kreeft &
Ronald K. Tacelli, Handbook of Christian Apologetics
(Downers Grove IL: InterVarsity Press, 1994), 152.
19. “The Granville Sharpe
rule of Greek grammar states that when two nouns are join by kai (and) and the
first noun has the article and the second does not, then the two nouns refer to
the same thing, Hence, great God and Savior’ both refer to Christ Jesus.” (The
Moody Handbook of Theology, p. 225).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar