Sabtu, 27 Agustus 2016

APAKAH PARA RASUL PERCAYA YESUS ADALAH ALLAH?

Yesus dari Nazareth selama 30 tahun hidup sederhana, bekerja sebagai tukang kayu di desa kecil Palestina. Namun 3 tahun sesudahnya, Dia melontarkan kata-kata yang mengagetkan semua yang mendengarnya, kata-kata yang pada akhirnya mengubah dunia kita. Dia juga melakukan hal-hal yang belum pernah dilakukan orang lain, menenangkan badai, menyembuhkan penyakit, mencelikkan mata yang buta, dan bahkan membangkitkan orang dari kematian.
Tapi perbedaan terbesar Yesus Kristus dengan semua pemimpin agama lain adalah, menurut orang Kristen, Dia mengklaim diri-Nya adalah Allah. Jika klaim ini salah, maka pesan-pesan Injil kehilangan semua kredibilitasnya. Pesan itu adalah Allah demikian mengasihi kita sehingga Dia menjadi manusia untuk mati menanggung dosa-dosa kita, menyediakan bagi kita hidup selama-lamanya bersama-Nya. Jadi, jika Yesus bukan Allah, maka manusia telah dibohongi.
Beberapa agama mengajarkan, Yesus adalah makhluk ciptaan belaka. Dan buku-buku, seperti The Da Vinci Code, menjadi buku paling laris dengan mengatakan baik Yesus maupun para rasul tidak mengajarkan bahwa Dia adalah Allah.
Serangan-serangan terhadap ke-Tuhan-an Yesus menimbulkan pertanyaan apa yang terjadi hampir 200 tahun lalu sehingga menyebabkan kekristenan mengklaim pendirinya, Yesus Kristus, adalah Allah. Ada bukti-bukti dari Perjanjian Baru yang dengan kuat menunjuk fakta-fakta Yesus memang mengklaim diri-Nya Allah. Tapi apakah para saksimata, yang mendengar kata-kata Yesus dan melihat mujizat-mujizat-Nya yakin bahwa Dia sama dalam segala hal dengan Bapa? Atau apakah mereka berpikir bahwa Yesus hanyalah makhluk ciptaan yang lebih tinggi atau seperti nabi besar Musa?
Untuk memisahkan kebenaran dari fiksi, kita perlu melihat ke belakang ke perkataan para rasul, yang bersama-sama Yesus berjalan di bumi ini, dan menulis testimoni-testimoni atas apa yang mereka lihat dan dengar.

Para Saksimata

Yesus memilih orang-orang biasa menjadi pengikut-Nya. Dia selama 3 tahun bersama-sama mereka, mengajar mereka tentang diri-Nya dan menjelaskan kebenaran mendalam firman Allah. Selama 3 tahun itu, Yesus melakukan sejumlah mujizat, membuat klaim-klaim mengejutkan, dan hidup penuh dalam kebenaran. Belakangan, para rasul ini menulis banyak perkataan dan tindakan Yesus. Tulisan Perjanjian Baru telah dipandang sebagai yang paling handal dari semua dokumen historis kuno dari sisi keotentikannya.
Para ahli telah mencatat bahwa Perjanjian Baru mengungkapkan obyektivitas yang membuat catatan para rasul tentang Yesus sangat bisa dipercaya. Mereka dengan jujur melaporkan apa yang mereka lihat dan dengar. Sejarahwan Will Durant menyatakan, “Orang-orang ini bukanlah tipe yang akan dipilih untuk mengubah dunia“ Injil secara realistik mencatat perbedaan-perbedaan karakter mereka dan secara jujur mengungkapkan kesalahan-kesalahan mereka.[1]
Ketika pertama kali bertemu dengan Yesus, para rasul tidak tahu siapa Dia sebenarnya. Namun, ketika mereka mendengar perkataan-perkataan kuat-Nya dan melihat Dia memulihkan penglihatan mata orang buta dan membangkitkan orang mati, mereka mungkin mulai mengingat-ingat nubuat-nubuat tentang Mesias yang merupakan Allah sendiri. (Yesaya 9:6; Mikah 5:2). Tapi ketika melihat Dia sekarat di atas kayu salib, Yesus terlihat kalah dan tanpa kekuatan (kuasa) apapun. Semua pikiran yang mungkin mereka punya bahwa Yesus adalah Allah langsung lenyap di kayu salib itu.
Kendati begitu, 3 hari setelah kejadian traumatis itu, orang, yang kelihatan tidak berdaya tergantung di kayu salib, secara ajaib tampil hidup di hadapan para pengikut-Nya. Dan Dia bangkit seutuh tubuh-Nya. Mereka melihat Dia, menyentuh, makan bersama, dan mendengar Dia berkata-kata tentang kebesaran posisi-Nya sebagai penguasa tertinggi alam semesta. Simon Petrus, salah satu murid terdekat Yesus, dan saksi mata, menulis,
“Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya. Kami menyaksikan, bagaimana Ia menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika datang kepada-Nya suara dari Yang Mahamulia, yang mengatakan: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (2 Petrus 1: 16, 17)
Tapi apakah fakta bahwa para rasul melihat kebesaran Allah dan mendengar suara Allah melalui Yesus berarti mereka memandang Dia sebagai Allah? Pakar Perjanjian Baru A.H. McNeile memberi kita jawaban, “…. tidak menunggu lama untuk melihat kehidupan Yesus kelihatan seperti kegagalan dan sumber rasa malu dibandingkan dengan kebesaran orang Kristen — tidak satupun individu di sini dan di sana, tapi seluruh massa Gereja — mewarisi keyakinan penuh bahwa Dia adalah Allah.”[2]
Jadi, apakah para rasul yang menulis Perjanjian Baru benar-benar percaya bahwa Yesus adalah Allah, atau mereka memandang Dia sebagai makhluk ciptaan. Jika mereka memandang Yesus sebagai Allah, apakah mereka juga melihat Dia sebagai Pencipta alam semesta, atau sesuatu yang lebih kecil atau kurang? Mereka yang menolak ke-Tuhan-an Yesus mengatakan para rasul berpendapat Yesus adalah ciptaan tertinggi Allah, dan hanya Bapa sendiri adalah Allah yang kekal. Jadi, untuk memperjelas apa yang mereka percayai terhadap Yesus, kita akan meneliti perkataan-perkataan mereka, dengan melontarkan tiga pertanyaan:
1.  Apakah para rasul dan orang Kristen mula-mula menyembah dan berdoa kepada Yesus sebagai Tuhan?
2.  Apakah para rasul mengajarkan Yesus adalah Pencipta yang ditulis di buku Kejadian (Perjanjian Lama)?
3.  Apakah para rasul menyembah Yesus sebagai yang tertinggi di alam semesta?

Tuhan

Setelah Yesus naik ke sorga, para rasul mengejutkan orang Yahudi dan Romawi dengan memproklamirkan Yesus sebagai “Tuhan”.[3] Dan para rasul melakukan, yang tak terpikirkan sebelumnya dan menyembah Yesus, bahkan bersembahyang kepada-Nya seperti kepada Allah. Stefanus berdoa,”Tuhan Yesus, terimalah nyawaku,” pada saat dia dilempari batu sampai mati. (Kisah Para Rasul 7:59).
Orang percaya lain bergabung bersama Stefanus, yang bahkan menghadapi kematian, “tidak pernah seharipun …. untuk mengajar dan menyebarkan Injil Yesus (Kisah Para Rasul 5:42). Para rasul, sebagian besar martir, mewarisi pengetahuan mereka akan Yesus kepada bapa-bapa gereja yang membawa pesan mereka kepada generasi berikutnya.
Ignatius, murid Rasul Yohanes yang menulis kedatangan kedua Yesus, mengatakan, “Lihat Dia yang mengatasi waktu, Dia yang tidak terikat waktu, Dia yang tak terkalahkan.” Dalam sebuah surat kepada Polycarpus dia menyatakan, “Yesus adalah Allah”, dan kepada orang Efesus dia menulis, “… Allah sendiri datang dalam bentuk manusia, untuk memperbaharui kehidupan kekal. (Efesus 4:13)
Clement dari Roma (tahun 92), juga mengajarkan ke-Tuhan-an Yesus, mengatakan, “Kita berpikir Yesus Kristus adalah Allah.” (Korintus 1:1)
Polycarpus, juga murid Yohanes, diadili di hadapan proconsul Romawi karena menyembah Yesus sebagai Tuhan. Pada saat kerumunan orang meminta dia dihukum mati, hakim Romawi meminta dia menyatakan Kaisar sebagai Tuhan. Tapi Polycarpus tetap bertahan, daripada mencabut pernyataannya bahwa Yesus adalah Tuhannya, menjawab: “Delapan puluh enam tahun saya telah melayani Kristus, dan Dia tidak pernah memperlakukan saya dengan buruk. Bagaimana saya bisa menghujat raja saya yang telah menyelamatkan saya?”[4]
Pada saat Gereja mula-mula berkembang, Gnostik dan sekte-sekte lain mulai mengajarkan bahwa Yesus adalah makhluk ciptaan, lebih rendah daripada Bapa. Hal ini memuncak pada abad keempat, ketika Arius, pengkhotbah populer dari Libya, mendesak banyak pemimpin bahwa Yesus bukanlah sepenuhnya Allah. Kemudian di tahun 325 di Dewan Nicaea (Council of Nicaea), para pemimpin gereja berkumpul untuk menyelesaikan isu apakah Yesus adalah Pencipta atau ciptaan belaka.[5] Para pemimpin Gereja ini dengan suara hampir bulat (dari 318 uskup hanya 2 menolak) menegaskan kembali keyakinan lama orang Kristen dan ajaran Perjanjian Baru bahwa Yesus benar-benar sepenuhnya Allah.[6]

Pencipta

Dalam Kitab Kejadian, Allah diungkapkan sebagai Pencipta segala sesuatu mulai dari atom yang kecil sampai ruang angkasa dengan miliaran galaksinya. Jadi, bagi orang Yahudi akan jadi penghujatan jika berpikir malaikat atau ciptaan lainnya adalah Pencipta. Yesaya mengkonfirmasi bahwa Allah (Yahweh) adalah Pencipta.
“Beginilah firman TUHAN, Yang Maha Kudus, Allah dan Pembentuk Israel …. Akulah yang menjadikan Bumi dan yang menciptakan manusia di atasnya: tanganKulah yang membentangkan langit dan Akulah yang memberi perintah kepada seluruh tentaranya. …. firman TUHAN semesta alam.”(Yesaya 45:11a, 12, 13b)
Jadi, apakah para rasul berpendapat Yesus sebagai bagian dari ciptaan atau sebagai Pencipta.

Testimoni Yohanes

Ketika para murid Yesus memandang ke bintang-bintang di langit, mereka sama sekali tidak menyadari atau memimpikan Pencipta bintang-bintang itu ada bersama-sama mereka. Tapi setelah kebangkitan-Nya, mereka melihat Yesus dengan pandangan baru. Dan sebelum meninggalkan bumi, Yesus mulai membuka misteri-misteri identitas-Nya kepada mereka.
Sambil mengingat-ingat kata-kata Tuhan, Yohanes memulai Injilnya dengan mengungkapkan siapa Yesus itu: “Pada mulanya adalah Firman (logos); Firman itu bersama-sama dengan Allah….. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.” (Yoh 1:1, 3-4)
Meski para ilmuwan sekarang percaya alam semesta dimulai dari kekosongan (ruang hampa), tapi mereka tidak bisa menjelaskan kepada kita siapa di sana yang memulai semuanya ini. Yohanes mengungkapkan sebelum penciptaan, “Firman itu sudah ada”, dan “bersama-sama Allah.”
Jadi siapa atau apa kondisi sebelum eksistensi Firman. Kalimat Yohanes menjelaskan siapa yang dia bahas: “Firman itu adalah Allah”.[7]
Sebagai orang Yahudi, Yohanes percaya pada Allah yang Esa. Namun Yohanes membicarakan dua entitas di sini, Allah dan Firman. Saksi Yehova, yang mengajarkan bahwa Yesus adalah makhluk ciptaan, salah menterjemahkan kalimat ini dengan mengartikan Firman itu adalah tuhan (yang diciptakan) dan bukan Allah sendiri. Tapi ahli Perjanjian Baru F.F Bruce menulis bahwa, “menterjemahkan frasa itu sebagai ‘tuhan’ adalah kesalahan terjemahan yang menakutkan karena kelalaian itu sering terjadi dengan kata benda dalam konstruksi predikatif.”[8]
Jadi, Yohanes, atas ilham Roh Kudus, mengatakan kepada kita:
1.  Firman itu sudah ada sebelum penciptaan.
2.  Firman adalah Pencipta yang menciptakan segala sesuatu.
3.  Firman itu adalah Allah.
Sejauh ini, Yohanes telah mengatakan kepada kita bahwa Firman itu kekal. Menciptakan segala sesuatu, dan Dia adalah Allah. Namun dia tidak menjelaskan kepada kita apakah Firman itu sebuah kuasa (kekuatan) atau seorang pribadi sampai pada ayat ke 14.
“Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemulian-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” (Yoh 1:14)
Di sini, Yohanes jelas merujuk kepada Yesus. Lebih jauh, dalam surat pengembalaan dia mengkonfirmasikannya: “Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup — itulah yang kami tuliskan kepada kamu.” (1Yoh 1:1).
Yohanes menyatakan kepada kita “tidak ada sesuatu yang dijadikan yang tidak dijadikan-Nya”. Jika ketiadaan berada di luar diri-Nya, maka Yesus bukanlah makhluk ciptaan. Dan menurut Yohanes, Firman (Yesus) itu adalah Allah.

Testimoni Paulus

Tidak seperti Yohanes, Rasul Paulus (sebelumnya bernama Saulus) adalah musuh besar dan penganiaya orang-orang Kristen, sampai akhirnya Yesus menampakkan diri-Nya dalam sebuah penglihatan. Bertahun-tahun kemudian, Paulus dalam surat kepada jemaat Kolose mengungkapkan apa yang dipelajari tentang identitas Yesus: “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan…..” (Kol1:15-17)
Paulus mengungkapkan beberapa hal penting dalam ayat-ayat itu:
1.  Yesus adalah gambar Allah.
2.  Yesus adalah “yang sulung” dari segala ciptaan.
3.  Yesus menciptakan segala sesuatu.
4.  Yesus adalah alasan penciptaan itu.
5.  Yesus sudah ada sebelum segala sesuatu ada.
6.  Yesus menciptakan segala sesuatu.
Apa maksud sebenarnya “gambar Allah” itu? Bruce mencatat, Untuk menyebut Yesus gambar Allah adalah untuk mengatakan di dalam Dia kehadiran dan sifat dasar Allah secara sempurna bermanifestasi — di dalam Dia yang tidak kelihatan telah menjadi kelihatan.”[9] Jadi, Allah menjadi kelihatan di dalam Kristus sama dengan perkatan Yesus kepada Filipus, “Setiap orang yang telah melihat-Ku melihat Bapa.” (Yoh 14:9)
Dalam ayat 15, kata Yunani bagi “lahir-pertama” (protokos) berarti “terutama (tertinggi)” dan bukan berarti “lahir kemudian”.[10] Menurut Bruce, Paulus merujuk kepada “Keberadaan Kristus sebelum-eksistensi dan aktifitas kosmis penciptaan[11] Hal ini dijelaskan dalam ayat 16 yang mengatakan kepada kita bahwa segala sesuatu di alam semesta diciptakan melalui Yesus Kristus dan juga untuk Dia.
Dalam ayat 17 kita melihat Kristus yang kekal terus memelihara ciptaan. Menurut Paulus, setiap atom, tiap helai DNA, dan seluruh miliaran galaksi diatur oleh kekuasaan Yesus Kristus. Jadi, Yesus adalah Yang Satu darimana semua hal berasal, diciptakan untuk Yang Satu, dan Yang Satu memelihara semuanya.

Testimoni Ibrani (Yahudi)

Buku Ibrani di Perjanjian Baru[12] juga mengungkapkan Yesus sebagai Pencipta segala sesuatu. Kalimat pembukaannya merefleksikan perkataan Paulus kepada jemaat di Kolose,
“Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan.”(Ibrani 1:1-3a)
Sama seperti ungkapan Yohanes dan Paulus, penulis Ibrani menyatakan kepada kita bahwa sebelum Yesus menjadi manusia, Allah menciptakan alam semesta melalui Dia. Dan Ibrani juga menyatakan Yesus Kristus memelihara itu semua.
Ayat 3 membicarakan Yesus sebagai “cetakan sempurna dan gambaran penuh sifat Allah.”[13] Kata Yunani di sini berarti bahwa “Anak adalah kilau cahaya, larikan cahaya kemuliaan yang keluar dari kemuliaan Allah.[14] Dalam pernyataan ini, Yesus adalah “cetakan sempurna” dari Allah yang tak terhingga, mengkonfirmasikan bahwa para rasul percaya Yesus adalah sepenuhnya Allah.
Penulis Ibrani kemudian menyatakan kepada kita bahwa Yesus tidak saja lebih tinggi dari para nabi, tapi Dia juga jauh lebih tinggi dari para malaikat. “Jauh lebih tinggi dari pada malaikat-malaikat, sama seperti nama yang dikaruniakan kepada-Nya jauh lebih indah dari pada nama mereka.” (Ibrani 1:4)
John Piper menjelaskan kenapa Yesus sangat superior di atas malaikat: “Tidak ada malaikat di sorga yang menerima penghormatan dan kasih sayang seperti itu, yang diterima Anak dari Bapa yang kekal. Kendati malaikat begitu agung dan indah, mereka bukanlah pesaing Anak….. Anak Allah bukanlah malaikat …. bahkan bukan malaikat tertinggi. Malah Allah berkata,”Malaikat Allah menyembah Dia!” (Ibrani 1:6). Anak Allah pantas mendapat semua penyembahan yang bisa diberikan oleh sorga — dan juga dari kita.”[15]
Penulis Ibrani kemudian mengungkapkan ke-Tuhan-an Yesus: “Tetapi tentang Anak Ia berkata, “Tahta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya,….. (Ibrani 1:8).
Belakangan di Kitab Ibrani kita mempelajari Yesus Kristus, “sama kemarin, hari ini, dan selamanya,” pernyataan jelas atas ketuhanan kekal-Nya. (Ibrani 13:8). Makhluk ciptaan tidak akan sama sekarang seperti kemarin, karena ada waktu dimana dia tidak ada. Akan sukar untuk memahami pernyataan-pernyataan dalam Ibrani diluar selain fakta bahwa Yesus adalah Allah yang dibicarakan di Perjanjian Lama, yang bersama-sama Bapa-Nya dan Roh Kudus, menciptakan dunia.
Para rasul pasti tertarik untuk mengetahui bahwa mereka telah melihat Dia berdarah-darah tergantung di kayu salib Romawi adalah Dia yang menciptakan pohon yang dijadikan balok kayu untuk digunakan memaku-Nya.

Yang Esa

Orang Kristen mula-mula dituduh orang Romawi mencuri kemuliaan dari Kaisar, dan oleh pemuka Yahudi merampok kemuliaan dari Allah (Yahweh). kekristenan juga dikritik oleh sebagian orang karena “terlalu berfokus pada Yesus”. Tapi apakah itu yang dipikirkan oleh para rasul? Mari kita dengar lagi apa yang dikatakan Paulus dalam surat kepada jemaat Kolose mengenai Yesus.
“…..Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.” Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia. (Kolose 1:18 – 19).
Paulus menulis Allah berkenan menempatkan Yesus sebagai pribadi tertinggi di alam semesta. Namun di Perjanjian Lama dengan jelas diajarkan Allah tidak akan pernah menyerahkan posisi tertinggi-Nya kepada makhluk ciptaan (Deut. 6:4, 5; Ps. 83:18; Prov. 16:4; Is. 42:11). Yesaya berbicara dengan jelas akan ke-maha-tinggian Allah (Yahweh).
“Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang lain. Demi Aku sendiri Aku telah bersumpah, dari mulut-Ku telah keluar kebenaran, suatu firman yang tidak dapat ditarik lagi: dan semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku, dan akan bersumpah setia dalam segala bahasa …..(Yesaya 45:22, 23)
Tapi bagaimana Yesus dan Yahweh bisa sama-sama jadi Maha Tinggi (tertinggi). Mungkin ada petunjuk di Kitab Kejadian, dimana kata Ibrani yang digunakan untuk Allah Pencipta adalah majemuk (Elohim). Dan ketika Yesaya menegaskan Allah sendiri menciptakan segala sesuatu, kata Ibrani yang dipakai untuk Allah (Yahweh) juga sama majemuk. Dr. Norman Geisler menyimpulkan, “Berdasarkan Alkitabiah, ada lebih dari cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa sifat dasar Allah yang digambarkan oleh firman-firman sebagai ke-esa-an dalam ke-majemuk-an.[16]
Paulus menggunakan kata yang sama kepada Yesus seperti yang Yesaya gunakan untuk Yahweh: “Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia, Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”
Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah akan mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah Bapa. (Filipi 2:6-11)
Firman di atas mengungkapkan bahwa sebelum Yesus menjadi manusia, Dia punya hak penuh akan ke-Allah-an. Paulus juga mengatakan kepada kita, “setiap lutut akan bertelut dan setiap lidah akan menyebut bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan.”
Lebih dari tujuh ratus tahun sebelum Kristus, Allah menyatakan, melalui Yesaya, bahwa hanya Dia saja adalah Allah, Tuhan, dan Penyelamat.
……Sebelum Aku tidak ada Allah dibentuk, dan sesudah Aku tidak akan ada lagi. Aku, Akulah TUHAN dan tidak ada juruselamat selain dari pada-Ku. (Yesaya 43:10,11).
Kita juga diberitahu dalam Perjanjian Lama bahwa hanya Allah sendiri menciptakan alam semesta. Bahwa, “setiap lutut akan bertekuk di hadapan Dia.” Bahwa Dia adalah “Tuhan, Raja Israel.” “Penebus”. “Yang Pertama dan yang Akhir.” Daniel menyebutNya ” Hari-hari zaman dulu.” Zakariah membahasakan Allah sebagai, “Raja, Tuhan yang akan menghakimi bumi.”
Namun di Perjanjian Baru kita mendengar Yohanes menyebut Yesus sebagai “Juruselamat”, “Alfa dan Omega,” “Yang Pertama dan Yang Akhir,” “Raja di atas segala raja”, dan “Tuhan di atas segala tuhan.” Paulus mengatakan kepada kita “setiap lutut akan bertekuk kepada Yesus”. Hanya kepada Yesus saja para rasul mengatakan kepada kita yang akan menghakimi akhir kekekalan kita. Yesus adalah Tuhan Maha Tinggi di alam semesta.
Packer berpendapat Kekristenan hanya akan masuk akal jika Yesus sepenuhnya Allah: “Jika Yesus tidak lebih dari manusia sangat hebat dan baik, kesukaran-kesukaran untuk mempercayai apa yang dikatakan Perjanjian Baru kepada kita tentang kehidupan dan pekerjaan-Nya akan benar-benar menggunung.
Tapi jika Yesus adalah pribadi yang sama dengan Firman yang kekal, pengantara Bapa dalam penciptaan (Ibrani 1:2 ), tidak mengherankan jika tindakan-tindakan kuasa kreatif menandai kedatangan-Nya di dunia, dan kehidupan-Nya, dan ketika Dia meninggalkan dunia. Tidak mengherankan bahwa Dia, Penulis kehidupan, akan bangkit dari kematian …. Inkarnasi itu sendiri merupakan misteri tak terduga, tapi membuat semuanya masuk akal di Perjanjian Baru.”[17]

Kesimpulan

Jika Yesus adalah Yahweh, maka pesan Kristen adalah Allah sendiri datang ke dunia, membiarkan orang meludahi, mengejek, dan memaku-Nya di kayu salib sebagai pengorbanan tertinggi bagi dosa-dosa kita. Keadilan sempurna Allah hanya bisa dipenuhi oleh Allah sendiri sebagai bayaran bagi dosa kita dan ketidak-benaran kita. Bukan malaikat atau makhluk ciptaan yang bisa memenuhinya. Tindakan pemberian perlindungan semacam itu memperlihatkan kasih luar biasa besar Bapa dan juga betapa bernilainya kita bagi-Nya. Dan inilah yang persis diajarkan oleh para rasul dan dengan tekun dikhotbahkan.
Dalam kata-kata perpisahan dengan para tetua Efesus, Paulus mendorong mereka untuk “mengembalakan Gereja Allah, yang sudah dibeli-Nya dengan darah-Nya sendiri. (Kis 20:28). Paulus mengaungkan kembali nubuatan Nabi Zakharia ketika Allah (Yahweh) berkata: “Pada waktu itu TUHAN akan melindungi penduduk Yerusalem, …… dan mereka akan memandang kepada dia yang telah mereka tikam dan akan meratapi dia seperti orang meratapi anak tunggal, dan akan menangisi dia dengan pedi seperti orang menangisi anak sulung.” (Zakharia 12:8a, 10b).
Zakharia mengungkapkan yang ditikam di kayu salib bukan yang lain selain Allah sendiri. Jadi kita lihat Yesus Kristus menyatukan Perjanjian Lama dan Baru seperti instrumen musik berbeda yang berharmoni untuk menciptakan simfoni yang indah. Untuk itu, kalau Yesus itu bukan Allah maka Kekristenan kehilangan tema sentralnya. Tapi jika Yesus adalah Allah, semua doktrin utama Kristen cocok satu dengan yang lain seperti potongan-potongan teka-teki. Kreeft dan Tacelli menjelaskan,[18]
•    “Jika Kristus adalah Tuhan, maka inkarnasi, atau ‘mendagingnya’ Allah, adalah peristiwa paling penting dalam sejarah. Itu titik balik sejarah. Itu mengubah segalanya.”
•    “Jika Yesus adalah Allah, maka ketika Dia mati di kayu salib, Tidak ada peristiwa dalam sejarah yang lebih penting bagi setiap orang di bumi daripada kejadian itu.
·         “Jika Kristus adalah Allah, maka, karena Dia mahakuasa dan hadir sekarang ini, Dia bisa mengubah anda dan hidup anda sekarang juga dan bukan apapun atau siapapun bisa melakukannya.”
·         “Jika Kristus adalah Tuhan, Dia punya hak atas seluruh hidup kita, termasuk jiwa dan pikiran kita.”
Para rasul menjadikan Yesus sebagai Tuhan bagi hidup mereka, menulis Dia sebagai Pencipta, dan menyembah Dia sebagai Yang Maha Tinggi. Para saksi mata sangat yakin bahwa Allah telah mengunjungi planet bumi dalam Manusia Yesus Kristus, yang akan kembali sebagai Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan, juga jadi hakim kehidupan kekal kita. Dalam surat kepada Titus, Paulus mengungkap identitas Yesus dan tujuan Allah bagi hidup kita,
“Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus.” [19] (Titus 2:11-13 ).
ENDNOTES
1. Will Durant, Caesar and Christ, vol 3 of The Story of Civilization (New York: Simon & Schuster, 1972), 563.
2. A. H. McNeile, Introduction to the New Testament (Oxford: Clarendon Press, 1955), 463, 464
3. The title Lord is freely used in both Testaments to refer to God and Jesus. In the Old Testament the Hebrew word for Lord was Adonai. In the Septuagint and the New Testament the word translated “Lord” is Kurios. Both Adonai and Kurios were used for God by the Jews.” Josh McDowell & Bart Larson, Jesus: A Biblical Defense of His Deity (San Bernardino: Here’s Life, 1983), 33.
4. Paul L. Maier, Ed, Eusebius, The Church History (Grand Rapids, MI: Kregel, 1999), 149.
5. Although most early Christians believed in Jesus’ divinity, the church didn’t clarify what that meant until the Council of Nicaea in 325 A. D., when the Roman emperor Constantine convened church leaders together to deal with Arius’s view that Jesus was a created being. However, after an intense debate over the meaning of the apostles’ words about Jesus in the New Testament, all but two of 318 church leaders reaffirmed the majority Christian belief that he is fully God, co-eternal, co-equal and with the Father and Holy Spirit (See “Mona Lisa’s Smirk”).
6. See “Jesus.doc” to discover the reliability of the New Testament
7. Martin writes, “Contrary to the translations of The Emphatic Diaglott and the New World Translation (of the Jehovah’s Witnesses) the Greek grammatical construction leaves no doubt whatsoever that this is the only possible rendering of the text….Jehovah’s Witnesses in their New World Translation Appendix 773-777 attempt to discredit the Greek text on this point, for they realize that if Jesus and Jehovah are “One” in nature their theology cannot stand….” Walter Martin, The Kingdom of the Cults (Minneapolis, Minn: Bethany, 1974), 75.
8. F. F. Bruce, The Deity of Christ (Manchester, England: Wright’s [Sandbach] Ltd., 1964
9. F. F. Bruce, “The ‘Christ Hymn’ of Colossians 1:15-20,” Bibliotheca Sacra (April-June 1984): 101.
10. D. Guthrie & J. A. Motyer, The New Bible Commentary: Revised (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1973), 1144.
11. Bruce, ‘Hymn’, 101-102.
12. Although the author of Hebrews is unknown, some scholars believe it was written by Paul.
13. The Amplified Bible, Zondervan
14. Kenneth S. Wuest, Word Studies in the Greek New Testament, Vol. II (Grand Rapids, MI:, Eerdmans, 1986), 41.
15. John Piper, The Pleasures of God (Sisters, OR: Multnomah, 2000), 33.
16. Norman Geisler & Peter Bocchino, Unshakable Foundations (Minneapolis, MN: Bethany House, 2001), 297.
17. J. I. Packer, Knowing God (Downers Grove, IL: InterVarsity Press), 54.
18. Peter Kreeft & Ronald K. Tacelli, Handbook of Christian Apologetics (Downers Grove IL: InterVarsity Press, 1994), 152.
19. “The Granville Sharpe rule of Greek grammar states that when two nouns are join by kai (and) and the first noun has the article and the second does not, then the two nouns refer to the same thing, Hence, great God and Savior’ both refer to Christ Jesus.” (The Moody Handbook of Theology, p. 225).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar