Senin, 22 Februari 2016

Apa Motivasi Lawan-lawan Ahok di Pilgub 2017?

MENCERMATI LAWAN-LAWAN AHOK DI PILKADA DKI
Pemilihan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta masih setahun lagi (diadakan pada Februari 2017). Akan tetapi aroma persaingan mulai terasa. Berawal dari Basuki Tjahaya Purnama, yang biasa disapa Ahok, menyatakan siap memimpin Jakarta untuk periode kedua, saat ini bermunculan nama-nama yang menyatakan siap melawan Ahok. Ditilik dari nama-namanya, para lawan Ahok ini memiliki latar belakang yang beragam, mulai artis hingga politisi.
Di antara nama-nama yang sudah menyatakan siap “tempur” melawan Ahok ada Ahmad Dhani, yang diusung oleh PKB dan segelintir ulama NU. Ada pengusaha muda Sandiaga Uno, yang diusung oleh Partai Gerindra. Selain dua nama ini, masih ada nama Yusril Ihza Mahendra, Eko Patrio yang berpasangan dengan Desi Ratnasari diusung oleh PAN, dan Adhyaksa Dault, yang diusung oleh para ulama islam, dan masih banyak nama lagi.
Memang mereka mau mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta. Berbagai cara sudah ditunjuki. Adalah hak setiap orang mencalonkan diri menjadi gubernur, kecuali dilarang hukum. Akan tetapi, warga Jakarta perlu mencermati niat dan motivasi para penantang Ahok ini untuk menjadi pemimpin. Benarkah mereka sungguh-sungguh ingin menjadi Gubernur DKI Jakarta? Menjadi gubernur berarti siap melayani warga Jakarta dengan permasalahannya, bukan hanya sekedar berkuasa. Nah, apakah mereka siap?
Secara pribadi saya meragukan motivasi mereka. Mulai dari Ahmad Dhani, Yusril Adhyaksa Dault hingga yang lainnya tidaklah memiliki motivasi murni untuk menjadi Gubernur Ibukota Negara Indonesia. Terlihat jelas bahwa motivasi dasar mereka adalah untuk mengalahkan Ahok. Mengapa mereka begitu bernafsu mengalahkan Ahok? Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan di sini.
Pertama, birahi kekuasaan. Ini dapat dilihat pada diri Yusril Ihza Mahendra. Bayangkan, tahun 2014 lalu Yusril mencalonkan dirinya sebagai presiden pada pilpres 2014, namun sayang suara partainya tidak memenuhi standar. Gagal menjadi presiden, kini Yusril turun derajat mengincar gubernur. Sangat menyedihkan. Nafsu kekuasaan juga dapat dilihat pada beberapa calon penantang, seperti Dhani, Nachrowi Ramli, dll. Karena nafsu kekuasaan ini mereka tidak melihat prestasi yang sudah dikerjakan Ahok untuk warga DKI. Nafsu itu hanya bertujuan pada kekuasaan.
Kedua, kebencian. Ada rasa benci atau tidak suka dengan Ahok, entah itu pada gaya kepemimpinan Ahok atau keberhasilannya. Ketidak-sukaan dan kebencian itu begitu mendalam sehingga melahirkan nafsu menyingkirkan Ahok. Pemilihan Gubernur merupakan momen yang pas untuk menyingkirkan Ahok. Rasa benci dan sikap tidak suka ini dapat dilihat pada diri Ahmad Dhani, Abraham ‘Lulung’ Lunggana, Mischa Hasnaeni Moein. Kebencian membuat mereka buta akan apa yang sudah dilakukan Ahok untuk warga Jakarta. Di mata mereka Ahok adalah kegagalan sehingga harus diganti.
Ketiga, ajaran agama (baca: agama islam). Agama islam mengajarkan untuk mencari pemimpin yang seagama (hal ini sudah banyak ditegaskan oleh para ulama, kyai dan tokoh islam). Umat islam tidak boleh dipimpin oleh pemimpin kafir. Nah, Ahok adalah pemimpin kafir, karena itu harus disingkirkan. Warga Jakarta musti dipimpin oleh pemimpin muslim. Dari sinilah muncul nama-nama seperti Ahmad Dhani, Yusril Ihza Mahendra, Adhyaksa Dault, dll, yang di belakang mereka ada ulama, kyai dan tokoh-tokoh islam. Mereka tentu akan melontarkan isu agama. Jadi, tujuan langsungnya bukan untuk mensejahterakan warga Jakarta, tetapi agar warga dipimpin oleh pemimpin islam. Fanatisme agama ini membuat mereka tidak dapat melihat kebaikan-kebaikan yang dilakukan Ahok yang menurut islam adalah kafir.
Selain tiga alasan di atas, kita masih dapat menemukan alasan keempat, keempat, yang terlihat pada Partai Gerindra. Sebagaimana diketahaui public, dulu Ahok maju dalam pilgub sebagai wakil Jokowi karena diusung Partai Gerindra. Ahok saat itu adalah kader Gerindra. Namun dalam perjalanan waktu, karena ketidak-sepahaman politik, Ahok keluar dari Gerindra. Peristiwa ini menimbulkan luka batin pada tubuh Gerindra. Karena itu, terlihat jelas bagaimana anggota DPRD fraksi Gerindra selalu mengusik kebijakan-kebijakan Ahok. Dan dalam pilgub 2017, Gerindra mengusung Sandiaga Uno, yang cukup popular, sebagai lawan tanding bagi Ahok. Di sini tampak jelas kalau Sandiaga hanyalah alat untuk melampiaskan luka batin Gerindra.
Demikianlah keempat alasan yang membuat saya meragukan motivasi para lawan politik Ahok. Terlihat jelas bahwa bagi mereka ada asas ABA (Asal Bukan Ahok). Orientasi mereka untuk menjadi Gubernur DKI pertama-tama adalah untuk menyingkirkan Ahok. Setelah menyingkirkan Ahok, barulah mereka akan memikirkan warga DKI. Jadi, kepentingan warga Jakarta bukan yang pertama dan utama, melainkan kepentingan pribadi dan partai, yaitu untuk mengalahkan Ahok.
Memang dalam kampanye nanti mereka akan mengumbar janji mensejahterakan rakyat (lagu lama masa kampanye). Pada masa kampanye akan terlihat bahwa warga menjadi prioritas. Semua itu hanyalah permukaan saja. Di dalam lubuk hati terdalam mereka tidaklah demikian. Keempat alasan di atas sudah menjawabnya.
Karena itu, akankah warga DKI Jakarta memilih mereka? Ataukah warga siap kembali dipimpin oleh Ahok? Semua itu berpulang pada warga sendiri. Wargalah yang lebih tahu siapa yang pantas menjadi pemimpinnya.
Pangkalpinang, 18 Februari 2016
by: adrian
Baca juga tulisan lainnya:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar