Renungan
Hari Minggu Biasa XVIII, Thn B/I
Bac
I Kel 16: 2 – 4, 12 – 15; Bac II Ef 4: 17, 20 – 24;
Injil Yoh 6: 24 – 35;
Membaca Injil hari ini, ingatan kita langsung terarah pada peristiwa Tuhan Yesus memberi makan lima ribu orang lebih dengan bermodalkan lima roti dan dua ikan. Peristiwa itu merupakan bacaan Injil minggu lalu. Melihat peristiwa itu, umat langsung merasa tertarik dengan Tuhan Yesus. Mereka selalu mencari Tuhan Yesus. Karena itulah, Tuhan Yesus sedikit menyindir karena mereka mencari Dia hanya karena keinginan mereka saja, bukannya mencari kehendak Tuhan Yesus.
Sabda Tuhan hari ini mau
berbicara soal makanan. Bacaan pertama dan Injil dengan jelas berbicara soal
makanan itu (roti). Ada korelasi antara bacaan pertama dengan Injil. Dalam
bacaan pertama, yang diungkapkan Tuhan Yesus juga dalam Injil, dikisahkan soal
roti dari surga atau manna. Akan tetapi manna Perjanjian Lama hanya bertahan
untuk menangani kelaparan yang melanda bangsa Israel setelah mereka keluar dari
Mesir. Manna itu tidak bersifat kekal.
Dalam Injil ditampilkan manna baru, yaitu roti hidup. Roti ini
memberikan hidup kekal. Dan roti itu adalah Tuhan Yesus sendiri. Jadi, dengan
menyambut atau menyantap Tuhan Yesus, berarti kita memperoleh hidup kekal.
Secara akal sehat manusia tentu hal ini tidak akan mungkin. Oleh karena itulah Tuhan
Yesus berkata, “Barangsiapa percaya kepada-Ku, ...” (ay. 35). Dibutuhkan iman kepercayaan.
Bacaan kedua merupakan
rangkuman atau kesimpulan dari bacaan pertama dan Injil. Paulus dalam suratnya
kepada jemaat di Efesus memberikan pemahaman baru soal menyantap roti hidup,
yang adalah Tuhan Yesus sendiri. Bagi Paulus, dengan menyantap roti hidup
berarti kita membiarkan Tuhan Yesus masuk dalam hidup dan diri kita. Hal ini
mengandung konsekuensi kita menjadi manusia baru. Menyantap roti hidup berarti
kita menanggalkan manusia lama kita dan beralih kepada manusia baru.
Manusia lama merupakan
simbol hal-hal negatif yang ada dalam kehidupan kita. Misalnya, malas, suka
menyontek atau mencuri, suka memfitnah orang, suami suka memukul istri dan
anak, mabuk, korupsi, serakah, dll. Sedangkan manusia baru adalah lambang
hal-hal positif, yang dapat diringkas dengan kasih, harapan, damai dan sukacita. Sabda Tuhan hari ini mau menyadarkan kita bahwa setiap kali kita ikut
perayaan ekaristi dan menyambut Tubuh Kristus, yang adalah roti hidup, kita
hendaknya berani menanggalkan manusia lama kita dan beralih kepada manusia
baru. Dengan menjadi manusia baru inilah kita beroleh hidup kekal.
Persoalannya, beranikah kita?.***
by:
adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar