Sabtu, 21 Maret 2015

Makna Di Balik Mundurnya PNS DKI Jakarta



DKI Jakarta seakan tak pernah dirundung masalah. Belum selesai masalah perseteruan Gubernur dan DPRD tentang dana siluman RAPBD, kini muncul lagi masalah baru. Diberitakan bahwa puluhan PNS eselon IV dan lurah mengundurkan diri. Dan sekali lagi mata semua orang terarah pada Sang Gubernur, Basuki Tjahaya Purnama, atau yang biasa disapa Ahok. Seakan semua orang menimpakan semua kesalahan ini pada Ahok.
Kalangan DPRD menilai fenomena mundur ramai-ramai ini disebabkan karena Ahok. Karena Ahok-lah mereka mundur. Sama seperti, karena Ahok, maka muncul perseteruan DPRD vs Gubernur. Semua masalah ini tak akan muncul jika gubernurnya bukan Ahok; atau minimal jika Ahok mengikuti gaya kepemimpinan gubernur lainnya.
Benarkah Ahok yang salah pada fenomena mundurnya puluhan PNS dan lurah di DKI Jakarta?
Saya tidak akan mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Saya hanya mau melihat dan mencermati fenomena ini. Pertanyaan mendasar saya adalah kenapa mereka mundur? Bukankah beberapa bulan lalu mereka sudah “disuap” dengan gaji yang fantastis? Lantas apa arti semuanya ini?
Ada beberapa kemungkinan makna dari peristiwa ini. Pertama, mundurnya para pegawai negeri ini seakan membenarkan apa yang pernah dikatakan oleh Mochtar Lubis dalam bukunya “Manusia Indonesia”. Mochtar Lubis, pada tahun 1977, menyebut salah satu mental orang Indonesia, yang secara umum identik dengan pegawai negeri. Mereka hanya ingin enak, tak mau kerja keras. Sebelum Ahok masuk menjadi orang no 1 di DKI (atau minimal no 2), para gubernur selalu bersikap kompromi sehingga melahirkan mental santai pada para pegawai. Mereka tidak tahan dengan gaya kepemimpinan Ahok yang tidak ada kompromi pada kebenaran dan kebaikan bagi rakyat.
Kedua, ada kemungkinan mereka yang mundur ini terlibat dalam kasus dana siluman. Beberapa hari sebelumnya Ahok mengungkapkan masih ada dana siluman, yang nilainya jauh lebih besar dari dana siluman sebelumnya. Sebagaimana diketahui, dana siluman itu bukanlah permainan oknum DPRD saja, melainkan oknum PNS juga.
Akan tetapi, peristiwa mundur ini harus dilihat dari dua sisi. Jika mereka yang mundur itu benar-benar ada kaitannya dengan dugaan dana siluman, maka ini merupakan wujud tanggung jawab moral. Hal ini patut diapresiasi. Namun, apa benar demikian, mengingat orang Indonesia belum memiliki budaya mundur sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.

Di sisi lain, mundurnya para pegawai negeri dari jajaran tinggi ini bisa jadi sebagai bentuk tekanan kepada pimpinannya, yaitu Ahok. Bila banyak yang mundur, pasti akan menggangu pelayanan publik; dan ini akan berdampak juga pada tekanan publik kepada Ahok. Mungkin dengan tekanan ini Ahok akan melunak, bukan saja pada sikapnya, tetapi juga pada kejeliannya terhadap kasus dana siluman.
Ketiga, mungkin mereka mundur karena dengan gaya kepemimpinan Ahok, mereka tidak punya peluang untuk mendapat “komisi” dari setiap layanannya; atau juga tidak bisa lagi “bermain mata” dengan DPRD. Maklum, ada yang mengatakan bahwa dana siluman ini bukan baru ada pada RAPBD 2015, melainkan sudah terjadi tahun-tahun sebelumnya. Jadi, selama ini, para pegawai ini, selain mendapat uang dari gaji bulanan, juga mendapat uang dari “dana siluman” itu. Gaya kepemimpinan Ahok membuat mereka tidak lagi mendapat kesempatan itu. Selagi Ahok menjadi gubernur, mereka hanya mendapat uang dari gaji bulanan serta tunjangan-tunjangannya.
Demikianlah tiga kemungkinan makna mundurnya puluhan PNS dan lurah di jantung ibukota. Kita bisa mengatakan bahwa mundurnya puluhan PNS dan lurah ini merupakan bentuk tekanan terhadap Ahok. Secara tidak langsung mereka mau menggulingkan Ahok dan menggantikannya dengan orang yang bisa diajak kompromi. Bukan tidak mungkin, tekanan ini akan menyebar ke tengah masyarakat.
Semuanya berpulang kepada rakyat Jakarta. Apakah rakyat tega membiarkan uang rakyat diambil untuk kepentingan segelintir orang, atau benar-benar untuk kepentingan rakyat?
Pangkalpinang, 18 Maret 2015

by: adrian
Baca juga tulisan lainnya:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar