DILEMA HUKUM NENEK TUA
Baru-baru ini, publik
Indonesia sedikit dihebohkan dengan kasus seorang nenek tua di Jombang yang
berhadapan dengan hukum atas tuduhan illegal
logging. Tuntutan bebas yang disuarakan oleh keluarga, pengacara, bahkan
mahasiswa Jombang, tidak digubris oleh hakim. Hakim tetap meneruskan proses
hukumnya. Keputusan hakim ini sontak menuai kritikan dan kecaman di berbagai
media, termasuk kompasiana (lihat tulisan Ngesti Setyo Moerni di sini).
Kasus nenek Asiani (70 thn)
ini bukanlah baru pertama kali terjadi di Indonesia. Sebelum-belumnya juga ada
kasus serupa, baik itu menyentuh nenek maupun kakek. Ada kasus pencurian
kemiri, batang bambu, coklat (kakao), dan lain-lainnya. Terhadap kasus ini,
suara orang umumnya membela mereka dengan mengatas-namakan keadilan dan suara
hati.
Saya bukan mau menentang
mereka yang membela nenek Asiani (dan beberapa tokoh lainnya), juga bukan
membela hakim. Bukan maksud saya membela Asiani atau juga menentang hakim. Saya
hanya mau melihat masalah ini dari akal sehat saya.
Nilai sebuah hukum adalah
keadilan. Karena keadilan, semua orang sama di hadapan hukum. Karena itu, simbol
pengadilan adalah seorang dewi yang memegang timbangan dengan mata tertutup. Dia
tidak mau melihat siapa yang dihadapinya. Dia hanya mendengarkan kasusnya. Dari
sanalah dia mengambil keputusan.
Saya pribadi setuju dengan
keputusan hakim untuk meneruskan proses hukum nenek Asiani. Si nenek tetap
harus menjalani proses hukum. Soal keputusan hakim, itu lain persoalan. Keadilan
hukum dapat dinilai dari keputusan hakim, bukan pada proses hukumnya.
Rasa belas kasihan tidak
boleh dijadikan alasan untuk meniadakan proses hukum. Apabila karena usia renta
atau alasan lain yang bersifat menimbulkan belas kasihan dijadikan alasan untuk
bebas dari proses hukum, ini bisa merusak hukum kita. Hal ini dapat menjadi
patokan orang untuk melakukan tindak kejahatan lainnya.
Misalnya, Bandar narkoba
akan menggunakan nenek atau kakek tua renta untuk mengedarkan narkoba. Bukan
tidak mungkin, seorang kakek akan menjadi gembong narkoba. Bukankah dia akan
bebas? Atau setelah melakukan tindak pidana korupsi, pelecehan seksual,
terorisme atau tindak kriminal lainnya, seseorang yang sudah berusia tua
memilih jatuh sakit sehingga menimbulkan efek belas kasihan. Bukankah orang
akan bersimpati dengannya karena ia sudah renta?
Bayangkan bagaimana Negara
kita bila terjadi demikian. Dapat dipastikan akan terjadi kekacauan. Kejahatan
akan terjadi dimana-mana dengan pelakunya orang tua renta tanpa ada hukum yang
bisa menjeratnya karena alasan belas kasihan.
Pangkalpinang, 13
Maret 2015
by:
adrian
Baca
juga tulisan lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar