Senin, 16 Maret 2015

Dilema Hukum: Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

DILEMA HUKUM NENEK TUA
Baru-baru ini, publik Indonesia sedikit dihebohkan dengan kasus seorang nenek tua di Jombang yang berhadapan dengan hukum atas tuduhan illegal logging. Tuntutan bebas yang disuarakan oleh keluarga, pengacara, bahkan mahasiswa Jombang, tidak digubris oleh hakim. Hakim tetap meneruskan proses hukumnya. Keputusan hakim ini sontak menuai kritikan dan kecaman di berbagai media, termasuk kompasiana (lihat tulisan Ngesti Setyo Moerni di sini).

Kasus nenek Asiani (70 thn) ini bukanlah baru pertama kali terjadi di Indonesia. Sebelum-belumnya juga ada kasus serupa, baik itu menyentuh nenek maupun kakek. Ada kasus pencurian kemiri, batang bambu, coklat (kakao), dan lain-lainnya. Terhadap kasus ini, suara orang umumnya membela mereka dengan mengatas-namakan keadilan dan suara hati.

Saya bukan mau menentang mereka yang membela nenek Asiani (dan beberapa tokoh lainnya), juga bukan membela hakim. Bukan maksud saya membela Asiani atau juga menentang hakim. Saya hanya mau melihat masalah ini dari akal sehat saya.

Nilai sebuah hukum adalah keadilan. Karena keadilan, semua orang sama di hadapan hukum. Karena itu, simbol pengadilan adalah seorang dewi yang memegang timbangan dengan mata tertutup. Dia tidak mau melihat siapa yang dihadapinya. Dia hanya mendengarkan kasusnya. Dari sanalah dia mengambil keputusan.

Saya pribadi setuju dengan keputusan hakim untuk meneruskan proses hukum nenek Asiani. Si nenek tetap harus menjalani proses hukum. Soal keputusan hakim, itu lain persoalan. Keadilan hukum dapat dinilai dari keputusan hakim, bukan pada proses hukumnya.

Rasa belas kasihan tidak boleh dijadikan alasan untuk meniadakan proses hukum. Apabila karena usia renta atau alasan lain yang bersifat menimbulkan belas kasihan dijadikan alasan untuk bebas dari proses hukum, ini bisa merusak hukum kita. Hal ini dapat menjadi patokan orang untuk melakukan tindak kejahatan lainnya.

Misalnya, Bandar narkoba akan menggunakan nenek atau kakek tua renta untuk mengedarkan narkoba. Bukan tidak mungkin, seorang kakek akan menjadi gembong narkoba. Bukankah dia akan bebas? Atau setelah melakukan tindak pidana korupsi, pelecehan seksual, terorisme atau tindak kriminal lainnya, seseorang yang sudah berusia tua memilih jatuh sakit sehingga menimbulkan efek belas kasihan. Bukankah orang akan bersimpati dengannya karena ia sudah renta?

Bayangkan bagaimana Negara kita bila terjadi demikian. Dapat dipastikan akan terjadi kekacauan. Kejahatan akan terjadi dimana-mana dengan pelakunya orang tua renta tanpa ada hukum yang bisa menjeratnya karena alasan belas kasihan.
Pangkalpinang, 13 Maret 2015
by: adrian
Baca juga tulisan lainnya:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar