Semua kita tentu sudah mengetahui tragedi yang menimpa Dahlan
Iskan, Menteri BUMN. Yah, pada 5 Januari mobil TUCUXI yang dikendarinya
mengalami naas di Plaosan, Magetan. Sontak peristiwa itu menjadi heboh.
Kehebohan itu bukan dalam arti positip, melainkan negatif.
Ramai-ramai orang “mengadili” Pak Dahlan, tak terkecuali para
wartawan, baik media cetak maupun elektronik. Sekalipun Pak Dahlan sudah
mengadakan jumpa pers dan membeberkan semuanya, masih saja ada media yang belum
puas sehingga mengadakan wawancara, yang sebenarnya pengadilan, khusus. Adalah
Metro TV dengan program PRIMETIME NEWS. Dan di bagian lain TV One juga
melakukan hal yang sama dengan HUMAS BUMN.
Hari Selasa, 8 Januari, PRIMETIME NEWS Metro TV mengambil
topik “Di balik ‘Ferari’ Meteri Dahlan”.
Pewawancaranya adalah termasuk wartawan senior di Metro TV itu, yaitu (kalau tidak salah) Zelda Savitri.
Dengan sadisnya wanita ini menguliti Pak Dahlan. Sekalipun Pak Dahlan sudah
mengaku salah dan siap bertanggung jawab, tetap saja masih dipojoki
sampai-sampai Pak Dahlan berkomentar, “Apakah saya harus mencium kaki Mbak!”
Pertanyaan besar yang muncul, mengapa media begitu bernafsu
“menghakimi” Pak Dahlan yang dengan jujur sudah mengaku salah? Apa yang
dilakukan wartawan Metro TV itu memang sungguh amat sangat memalukan dan
memuakkan. Saya jadi tidak bersimpati dengan Metro TV (juga media lain). Apakah
kita ingin salah satu putera terbaik bangsa ini mundur dari jabatannya? Lantas,
apa gunanya kejujuran jika masih terlihat ketidakpuasan di wajah kita?
Cukup menarik untuk merenungkan pernyataan Pak Dahlan. Dengan
jujur Pak Dahlan mengakui bahwa dia telah melakukan pelanggaran, tapi bukan
kejahatan. Saya sangat setuju dengan pernyataan itu. Tidak semua pelanggaran
itu adalah kejahatan, tapi setiap kejahatan adalah pelanggaran. Memang,
kesalahan yang terjadi pada diri Pak Dahlan adalah kategori pelanggaran, bukan
kejahatan. Dan pelanggaran yang dilakukannya pun masih terbilang sangat kecil.
Kenapa media (seperti Metro TV dan TV One) begitu getol menghakimi dan
mengadili Pak Dahlan?
Sebuah ironisme ditampilkan oleh media ini. Di sisi lain
media ini begitu getol membela pelanggaran kecil yang menimpa kaum kecil.
Misalnya, kasus buah kakao atau bambu. Di sisi lain media juga sangat getol menghakimi
dan “menguliti” pelanggaran kecil hanya karena dilakukan oleh pejabat publik.
Palanggaran yang dibuat Pak Dahlan adalah pelanggaran administrasi-birokrasi.
Bukankah sudah beberapa kali Pak Dahlan melakukan aksi “melanggar” birokrasi,
tapi media memujinya. Kenapa kali ini justru sebaliknya? Apakah ingin Pak
Dahlan mundur?
Saya sangat tidak setuju jika Pak Dahlan mundur, sekalipun
nanti ada sanksi hukum atas dirinya. Apalagi perjuangan Pak Dahlan dengan mobil
listriknya demi negeri dan bangsa Indonesia ini. Pelanggaran yang dilakukan
oleh Pak Dahlan hanya mengenai dirinya sendiri; tidak kena atau melibatkan
orang lain, apalagi merugikan pihak lain.
Mungkin orang berpikir, bahwa Pak Dahlan sebagai public figure harus memberi contoh yang
baik. Pertama-tama harus diingat bahwa Pak Dahlan bukanlah seorang malaikat.
Beliau masih sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan. Berangkat dari
peristiwa ini justru saya mendapat pelajaran berharga, yaitu kejujuran.
Bukankah kejujuran ini merupakan barang langka di negeri ini? Akan tetapi Pak
Dahlan sudah menampilkannya. Dengan jujur beliau mengaku salah dan siap
menanggung segala resikonya. Sudah sewajarnya kejujuran ini kita hormati,
bukannya malah dimatikan.
Pelajaran lain adalah untuk para birokrat. Sudahkah birokrasi
di negeri ini mulus dan semudah yang diharapkan rakyat?
Oleh karena itu, tidak ada masalah serius dengan Pak Dahlan.
Kita justru tetap harus mendukung beliau. Maju terus Pak Dahlan!
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar