Kamis, 17 Januari 2013

Tragedi Dahlan & Media



Semua kita tentu sudah mengetahui tragedi yang menimpa Dahlan Iskan, Menteri BUMN. Yah, pada 5 Januari mobil TUCUXI yang dikendarinya mengalami naas di Plaosan, Magetan. Sontak peristiwa itu menjadi heboh. Kehebohan itu bukan dalam arti positip, melainkan negatif.

Ramai-ramai orang “mengadili” Pak Dahlan, tak terkecuali para wartawan, baik media cetak maupun elektronik. Sekalipun Pak Dahlan sudah mengadakan jumpa pers dan membeberkan semuanya, masih saja ada media yang belum puas sehingga mengadakan wawancara, yang sebenarnya pengadilan, khusus. Adalah Metro TV dengan program PRIMETIME NEWS. Dan di bagian lain TV One juga melakukan hal yang sama dengan HUMAS BUMN.

Hari Selasa, 8 Januari, PRIMETIME NEWS Metro TV mengambil topik “Di balik ‘Ferari’ Meteri Dahlan”. Pewawancaranya adalah termasuk wartawan senior di Metro TV itu, yaitu (kalau tidak salah) Zelda Savitri. Dengan sadisnya wanita ini menguliti Pak Dahlan. Sekalipun Pak Dahlan sudah mengaku salah dan siap bertanggung jawab, tetap saja masih dipojoki sampai-sampai Pak Dahlan berkomentar, “Apakah saya harus mencium kaki Mbak!”

Pertanyaan besar yang muncul, mengapa media begitu bernafsu “menghakimi” Pak Dahlan yang dengan jujur sudah mengaku salah? Apa yang dilakukan wartawan Metro TV itu memang sungguh amat sangat memalukan dan memuakkan. Saya jadi tidak bersimpati dengan Metro TV (juga media lain). Apakah kita ingin salah satu putera terbaik bangsa ini mundur dari jabatannya? Lantas, apa gunanya kejujuran jika masih terlihat ketidakpuasan di wajah kita?

Cukup menarik untuk merenungkan pernyataan Pak Dahlan. Dengan jujur Pak Dahlan mengakui bahwa dia telah melakukan pelanggaran, tapi bukan kejahatan. Saya sangat setuju dengan pernyataan itu. Tidak semua pelanggaran itu adalah kejahatan, tapi setiap kejahatan adalah pelanggaran. Memang, kesalahan yang terjadi pada diri Pak Dahlan adalah kategori pelanggaran, bukan kejahatan. Dan pelanggaran yang dilakukannya pun masih terbilang sangat kecil. Kenapa media (seperti Metro TV dan TV One) begitu getol menghakimi dan mengadili Pak Dahlan?

Sebuah ironisme ditampilkan oleh media ini. Di sisi lain media ini begitu getol membela pelanggaran kecil yang menimpa kaum kecil. Misalnya, kasus buah kakao atau bambu. Di sisi lain media juga sangat getol menghakimi dan “menguliti” pelanggaran kecil hanya karena dilakukan oleh pejabat publik. Palanggaran yang dibuat Pak Dahlan adalah pelanggaran administrasi-birokrasi. Bukankah sudah beberapa kali Pak Dahlan melakukan aksi “melanggar” birokrasi, tapi media memujinya. Kenapa kali ini justru sebaliknya? Apakah ingin Pak Dahlan mundur?

Saya sangat tidak setuju jika Pak Dahlan mundur, sekalipun nanti ada sanksi hukum atas dirinya. Apalagi perjuangan Pak Dahlan dengan mobil listriknya demi negeri dan bangsa Indonesia ini. Pelanggaran yang dilakukan oleh Pak Dahlan hanya mengenai dirinya sendiri; tidak kena atau melibatkan orang lain, apalagi merugikan pihak lain.

Mungkin orang berpikir, bahwa Pak Dahlan sebagai public figure harus memberi contoh yang baik. Pertama-tama harus diingat bahwa Pak Dahlan bukanlah seorang malaikat. Beliau masih sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan. Berangkat dari peristiwa ini justru saya mendapat pelajaran berharga, yaitu kejujuran. Bukankah kejujuran ini merupakan barang langka di negeri ini? Akan tetapi Pak Dahlan sudah menampilkannya. Dengan jujur beliau mengaku salah dan siap menanggung segala resikonya. Sudah sewajarnya kejujuran ini kita hormati, bukannya malah dimatikan.

Pelajaran lain adalah untuk para birokrat. Sudahkah birokrasi di negeri ini mulus dan semudah yang diharapkan rakyat?

Oleh karena itu, tidak ada masalah serius dengan Pak Dahlan. Kita justru tetap harus mendukung beliau. Maju terus Pak Dahlan!

by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar