Renungan Hari Sabtu Pekan Biasa XXVII B/II
Bac I Gal 3: 22 – 29 ; Injil Luk 11: 27 – 28
Injil hari ini singkat saja. Seorang
perempuan, di antara kerumunan, kagum akan sosok Yesus sehingga menyampaikan
pujiannya kepada ibu yang telah melahirkan Yesus. Apa yang diungkapkan
perempuan itu adalah wajar. Anak tak jauh dari orang tuanya. Kehebatan anak tak
jauh dari peran orang tuanya.
Tak ada yang salah dari pernyataan
perempuan itu. Yesus juga secara eksplisit tidak menyalahkannya. Akan tetapi
Yesus mau mengajak orang banyak untuk tidak berhenti pada pujian “manusiawi”
saja, melainkan harus sampai kepada pujian “ilahi”. Apa yang dilakukan
perempuan itu adalah pujian “manusiawi”. Memuji ibu yang telah melahirkan dan
menyusui Yesus membuat orang berhenti pada dimensi kemanusiaan Yesus saja.
Sehebat apapun kekaguman dan keterpesonaan orang pada Yesus, tetap saja orang
melihat Yesus itu manusia biasa.
Yesus mengajak orang untuk sampai
pada pujian “ilahi” yang terarah kepada diri sendiri setelah mendengarkan sabda
pengajaran Yesus dan memeliharanya. Ketika orang mendengarkan sabda [Allah] Yesus
dan melaksanakan apa yang disabdakan itu, orang sampai pada aspek ilahi Yesus.
Mendengarkan dan melakukan sabda Allah berarti Yesus merasuk dalam kehidupan,
karena Yesus adalah sabda Allah yang menjadi manusia (Yoh 1: 14).
Dalam Injil hari ini Yesus mau
mengajak kita untuk merasa bangga dengan diri kita sendiri dengan melaksanakan
sabda-Nya. Sabda Yesus mengajak kita untuk bersatu dalam persaudaraan, tanpa
sekat-sekat Yahudi – Yunani, hamba – orang merdeka, pria - wanita. Sabda Yesus
yang telah merasuk ke dalam sanubari kita membuat kita hidup dalam satu
keluarga Abraham yang berhak menerima janji Allah. (Gal 3: 28 – 29). Dan untuk
itu kita harus bangga.
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar