SANTO DOMINIKUS, PENGAKU
IMAN
Dominikus lahir
pada tahun 1170 di Calaruega, Spanyol. Orang tuanya, Don Felix de Guzman dari
Aza dikenal sebagai bangsawan kristen yang saleh dan taat agama. Joana, ibunya,
kemudian dinyatakan Gereja sebagai “beata”; kakaknya, Mannes dan Antonio
mencurahkan hidupnya bagi Tuhan dan Gereja sebagai imam; dua orang keponakannya
menjadi imam dalam ordo religius yang didirikannya, Ordo Dominikan. Mannes
kemudian digelari “beato” karena kesucian hidupnya dan pengabdiannya yang tulus
bagi Tuhan dan Gereja.
Masa kecil dan
mudanya ditandai dengan kesucian dan semangat belajar yang tinggi. Pendidikan
awalnya ditangani langsung oleh pamannya yang sudah menjadi imam. Dominikus
kemudian melanjutkan studinya di Sekolah Katedral Palencia. Pada umur 24 tahun
ia masuk biara di Osma dan tak lama kemudian ditahbiskan menjadi imam. Karier
imamatnya dimulai di Osma didukung oleh doa kontemplatif yang sungguh mendalam.
Doa kontemplatif ini yang melahirkan cinta yang tulus kepada umatnya.
Karya
apostoliknya dimulai sejak tahun 1203 ketika aliran bidaah Albigensianisme
melancarkan serangan terhadap kebenaran iman Gereja. Waktu itu, Dominikus
bersama uskupnya, Diego d’Azevido sedang dalam perjalanan ke Denmark untuk
melaksanakan suatu misi diplomatik bagi Raja Alfonso IX (1188 – 1230).
Albigensianisme,
yang lahir pada awal abad ke-13 di kota Albi, Perancis Selatan ini, merongrong
ajaran iman yang benar. Aliran ini mengajarkan bahwa segala yang jasmani itu
jahat. Ajaran Gereja tentang Tritunggal Mahakudus, peristiwa penjelmaan dan
penebusan umat manusia dalam Pribadi Yesus Kristus diingkarinya; juga semua
sakramen, ibadat dan apa saja yang merupakan ungkapan iman Gereja ditolak.
Karena sangat fanatik, para penganut aliran sesat ini tanpa segan merusak
gereja-gereja dan biara, menghancurkan gambar-gambar kudus dan salib. Segala
hubungan antara Gereja dan negara ditiadakan. Mereka sangat trampil dalam
menebarkan ajarannya sehingga menarik begitu banyak umat menjadi pengikut.
Terdorong oleh desakan batin untuk memberantas pengaruh jahat aliran sesat itu,
Dominikus mendapat ilham untuk mendirikan sebuah tarekat religius yang lebih
memusatkan perhatian pada soal pewartaan Sabda. Ordo religius Dominikus ini
kemudian lazim dikenal dengan nama Ordo
Praedicatorium atau ordo para pengkotbah.
Pada pertengahan
musim panas tahun 1206, seusai urusan diplomatik di Denmark dan kunjungan ke
Roma, Dominikus bersama Uskup Diego kembali ke Spanyol. Di Montpellier,
Perancis Selatan, mereka bertemu dengan para pengkotbah utusan paus yang mulai
putus asa dalam mengemban tugas memberantas pengaruh ajaran sesat
Albigensianisme. Mereka berniat meninggalkan hidup biaranya karena gagal dalam
tugas pewartaannya. Banyak faktor membuat mereka gagal: para bangsawan yang
merupakan orang kepercayaan masyarakat sudah mengikuti ajaran sesat itu; jumlah
imam sangat sedikit dan tidak disiapkan dengan baik dalam hal cara mewartakan
Injil, padahal para pewarta ajaran sesat itu sangat trampil dalam menyebarkan
ajarannya; faktor kegagalan yang lain datang dari kalangan uskup Perancis
Selatan itu sendiri. Mereka acuh tak acuh terhadap bahaya yang menggoncang
ajaran iman yang benar, dan lebih getol dengan hal-hal duniawi.
Menghadapi
keputusasaan para utusan paus itu, Uskup Diego dan Dominikus menasehati mereka
untuk terus mewartakan Injil Kristus meskipun banyak rintangannya. Mereka
dinasehati agar meniru teladan para Rasul dalam pewartaan Injil: memasuki
pelosok-pelosok dengan berjalan kaki tanpa membawa uang dan makanan, dan
bergaul rapat dengan rakyat yang sudah sesat. Diego dan Dominikus dengan setia
menemani mereka dalam kegiatan pewartaan itu. Hasil yang dicapai cukup lumayan,
meskipun masih ada juga kegagalan. Uskup Diego dan Dominikus serta Uskup Fulk
dari Toulouse, Perancis Utara terus menerus mendampingi para pewarta dalam
perjuangan besar memberantas pengaruh jahat Albigensianisme.
Pada tahun 1214,
Dominikus mendiskusikan bersama rekan-rekannya rencana mendirikan sebuah tarekat
religius. Rencana ini didukung dan mulai dilaksanakan tahun berikutnya
bersamaan dengan pemberian hadiah sebuah rumah besar oleh Petrus Seila dari
Toulouse. Uskup Fulk memberi restunya.
Pandangan hidup
yang dianut Ordo Dominikan, yang dikenal dengan nama Ordo Preadicatorium atau ordo para pengkotbah ini merupakan sesuatu
yang belum dikenal pada masa itu. Dominikus menggabungkan corak hidup kontemplatif
dengan kehidupan aktif: mewartakan Injil di luar biara, kerja tangan untuk
memenuhi kebutuhan hidup, belajar dan lain-lain. Misinya sungguh-sungguh
merupakan sesuatu yang baru karena pada masa itu hal pewartaan adalah tugas
khas para uskup. Dengan kekhasan itu, Dominikus bermaksud memberikan Gereja
suatu ordo religius imam yang berbobot dan handal.
Restu atas
berdirinya Ordo Dominikan ini diperoleh ketika Dominikus bersama Uskup Fulk
mengikuti Konsili Lateran IV di Roma pada tahun 1215. Paus Innocentius III
(1198 – 1216) berjanji meneguhkan ordo itu apabila Dominikus sudah memiliki
suatu aturan hidup membiara yang terbukti ampuh dan sebuah gereja sebagai
tempat perayaan misa kudus dan upacara lainnya. Kedua tuntutan paus itu
akhirnya terpenuhi. Dominikus bersama rekan-rekannya sepakat memilih aturan
hidup Santo Agustinus dan menyusun konstitusi ordo mereka. Uskup Fulk
mempercayakan gereja Santo Romanus di Toulouse kepada Dominikus. Di samping
gereja itu Dominikus mendirikan rumah biaranya yang pertama.
Kekhasan Ordo
Dominikan ini diperkuat oleh suatu pengalaman mistik. Ketika berdoa di Basilik
Santo Petrus di Roma, Dominikus mengalami penglihatan berikut: Santo Petrus dan
Paulus mendatangi Dominikus. Petrus menyerahkan kepadanya sebuah kunci dan
Paulus memberinya sebuah buku. Kepadanya Petrus dan Paulus berkata, “Pergilah
dan wartakanlah Injil, karena engkau telah ditentukan Allah untuk misi
pelayanan itu.” Kecuali itu, dalam penglihatan itu pun Dominikus menyaksikan
para imamnya mewartakan Injil ke seluruh dunia.
Di Perancis
Selatan sendiri karya pewartaan itu sulit sekali dilaksanakan karena kerusuhan
politik dan militer. Karena itu, Dominikus memutuskan untuk mewartakan Injil di
wilayah Eropa lainnya seperti Spanyol dan Paris sambil tetap menggalakkan
pewartaan di Toulouse dan Prouille. Dari wilayah-wilayah itu Dominikus mulai
melancarkan misi universal ordonya ke berbagai daerah.
Untuk
mempertegas ciri khas ordonya, Dominikus mengundang imam-imamnya untuk
membicarakan berbagai hal penting seperti pendidikan para imam Dominikan,
kegiatan pewartaan, kepemimpinan ordo dan penghayatan kaul kemiskinan. Oleh
imam-imamnya, Dominikus sendiri diangkat sebagai pemimpin ordo pertama. Ia pun
diangkat sebagai pemimpin misi kepausan di Lombardia tatkala umat di wilayah
itu diresahkan oleh ajaran-ajaran sesat. Bersama Kardinal Egolino, Dominikus
melancarkan perlawanan gencar terhadap berbagai ajaran sesat. Pekerjaan di
Lombardia sangat menguras tenaganya.
Dominikus
meninggal dunia di Bologna pada 6 Agustus 1221 setelah menderita sakit keras.
Kesucian Dominikus sungguh luar biasa. Ia seorang pendoa yang merasakan benar
makna kehadiran Allah. Tentang dirinya, rekan-rekannya berkata, “Ia terus
berbicara dengan Tuhan dan tentang Tuhan; siang hari ia bekerja bagi sesama dan
malam hari ia berkontak dengan Tuhan.” Sebelum meninggal ia berpesan, “Tetaplah
penuh dalam cinta kasih dan kerendahan hati dan jangan tinggalkan kemiskinan!”
Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar