Minggu prapaskah, dalam tradisi Gereja Katolik, dikenal sebagai  minggu suka cita. Warna liturgi yang bisa dipakai adalah warna pink,  sekedar untuk menggantikan warna liturgi prapaskah umumnya, yaitu ungu.  Pada minggu prapaskah keempat ini juga Gereja mengizinkan umatnya untuk  menghiasi daerah seputar altar dengan bunga atau kembang. Semua ini  sebagai ungkapan suka cita atau kegembiraan.
Kenapa umat bergembira di masa prapaskah ini? Mengapa minggu prapaskah keempat disebut minggu suka cita??
Alasannya  adalah karena umat sudah separoh jalan masa prapaskah. Umat sudah  melewati masa prapaskah dengan puasa, pantang dan derma selama 3 (tiga)  minggu dari 6 (enam) minggu yang disediakan Gereja sebagai persiapan.  Atas "keberhasilan" itulah Gereja mengajak umatnya sejenak untuk  bergembira dengan tetap menyadari bahwa masih ada 2 (dua) minggu lagi  persiapan.
Lantas ada yang bertanya, kalau minggu keempat ini umat diajak untuk bergembira, apakah diperbolehkan memberkati pernikahan?
Yang  perlu diingat adalah suka cita dalam minggu prapaskah keempat ini  adalah suka cita iman, berbeda dengan suka cita pemberkatan nikah yang  adalah suka cita duniawi. Bukan rahasia lagi bahwa pernikahan identik  dengan pesta dan acara makan-makan. Kegembiraan diungkapan dengan pesta  dan makan-makan yang jelas bertentangan dengan makna prapaskah itu  sendiri. Kegembiraan minggu suka cita hanya diungkapkan dengan warna  liturgi, hiasan dan ungkapan syukur.
Dengan dasar  inilah Gereja tetap melarang diadakannya upacara pemberkatan nikah pada  minggu prapaskah, sekalipun minggu prapaskah keempat yang dikenal  sebagai minggu suka cita. Meskipun orang berkata bahwa setelah upacara  pemberkatan tidak ada acara pesta-pesta dan makan-makan, Gereja tetap  melarang agar tidak menimbulkan skandal bagi umat lain. Untuk itu,  Gereja sangat menghimbau umatnya agar bisa mengatur rencana  pernikahannya.
Balai, 18 Maret 2012
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar