Jumat, 12 Agustus 2022

KAJIAN ATAS SURAH AT-TAUBAH AYAT 29

 


Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang telah diberikan Kitab, hingga mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS 9: 29)

Pusat hidup umat islam adalah Al-Qur’an, yang diyakini sebagai wahyu Allah yang langsung disampaikan kepada Muhammad SAW. Apa yang didengar Muhammad itulah yang kemudian ditulis dan akhirnya menjadi sebuah kitab yang diberi nama Al-Qur’an. Dengan perkataan lain, umat islam percaya dan yakin bahwa apa yang tertulis dalam Al-Qur’an adalah merupakan kata-kata Allah SWT sendiri. Hal inilah yang membuat umat islam memandang kitab tersebut sungguh suci, sehingga umat islam menaruh hormat yang tinggi kepadanya. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama artinya pelecehan kepada Allah SWT. Dalam surah al-Maidah ayat 33 Allah memerintahkan untuk membunuh orang yang melakukan hal itu.

Wahyu Allah dalam Al-Quran dilihat sebagai keterangan dan pelajaran yang jelas, karena memang demikianlah yang dikatakan Allah sendiri. Secara sederhana hal ini dimaknai bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang jelas. Allah telah memudahkan wahyu-Nya sehingga umat bisa dengan mudah pula memahaminya. Sebagai pedoman dan penuntun jalan hidup, Allah memberikan keterangan dan pelajaran yang jelas sehingga mudah dipahami oleh umat islam. Umumnya para ulama menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu yang telah terang benderang sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi pesan Allah itu. Dengan kata lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna dan pesannya, tak perlu banyak ditafsirkan lagi. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Quran. Penafsiran atas wahyu Allah bisa berdampak pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah sendiri.

Berangkat dari pemahaman ini, maka apa yang tertulis dalam surah at-Taubah ayat 29 di atas merupakan perkataan langsung dan asli dari Allah SWT. Allah berbicara dan Muhammad mendengarnya. Apa yang tertulis di sana seperti itu juga yang didengar oleh nabi Muhammad SAW. Dan apa yang disampaikan Allah ini sudah jelas maknanya. Dengan mudah umat akan memahami bahwa umat islam diperintahkan untuk berperang. Yang diperangi di sini adalah orang yang telah diberi Kitab. Jika membaca Al-Qur’an, maka yang dimaksud dengan orang yang telah diberi Kitab adalah orang Yahudi dan Kristen.

Menjadi pertanyaan: apakah orang Yahudi dan Kristen memenuhi kriteria orang yang harus diperangi? Dapat dipastikan bahwa baik orang Yahudi maupun Kristen telah memenuhi kriteria tersebut. Memang mereka beriman kepada Allah, tapi tidak seperti Allah yang diimani umat islam. Memang mereka beriman kepada hari kemudian (surga dan neraka), tapi seperti yang dibayangkan oleh umat islam. orang Kristen jelas-jelas menolak soal haram, karena apa yang diyatakan halal, tidak boleh diyatakan haram. Baik orang Yahudi maupun Kristen sama-sama tidak beragama sebagaimana orang islam.

Karena alasan-alasan di atas itulah makanya orang Yahudi dan Kristen harus diperangi. Jika mencermati kutipan wahyu Allah di atas secara implisit tampak ada 2 pilihan bagi orang Yahudi dan Kristen yang diperangi. Pilihan pertama adalah tunduk dengan membayar pajak. Dan pilihan kedua adalah dibunuh. Bisa dipastikan kalau kutipan ayat di atas merupakan salah satu ideologi terorisme.

Tak sedikit umat islam menolak pemaknaan perintah perang dengan kriteria alasan dan pilihan bagi orang-orang yang telah diberi Kitab sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an. Mereka menolak tafsiran demikian dengan mendasarkan pada pandangan “Agama mengajarkan kebaikan”. Dengan pendasaran inilah mereka akhirnya mengatakan bahwa kaum teroris atau umat islam yang mencintai perang telah membajak ayat-ayat Al-Qur’an, atau telah salah menafsirkan wahyu Allah tersebut. Dengan perkataan lain, mereka mau mengatakan bahwa tafsiran merekalah yang benar. Tak sedikit juga umat islam akhirnya membuat semacam rasionalisasi atau pembenaran diri terhadap tudingan yang terkait dengan wahyu perang Allah ini. Mereka mengatakan bahwa kutipan ayat di atas harus dilihat dari konteks waktunya. Artinya, perintah memerangi orang Yahudi dan Kristen hanya berlaku pada masa Muhammad saja, tidak lagi pada masa kini. Rasionalisasi lainnya adalah bahwa perang yang diperintahkan Allah dalam kutipan di atas dimaknai sebagai perang melawan kejahatan, kemasiatan dan juga hawa nafsu.

Benarkah rasionalisasi demikian? Seratus persen SALAH. Rasionalisasi seperti itu jelas-jelas bertentangan dengan maksud dan kehendak Allah. Rasionalisasi berdasarkan konteks waktu membuat bukan saja wahyu Allah di atas tidak lagi relevan untuk masa sekarang, tetapi membuat Muhammad bukan teladan agung. Dengan begitu, wahyu Allah tersebut jadi mati. Dan jika demikian wahyu Allah kehilangan sifat kekalnya. Sedangkan rasionalisasi berdasarkan tafsir baru jelas tidak sesuai dengan maksud dan kehendak Allah. Dalam kutipan ayat di atas, perintah perang harus dimaknai sebagai perang yang sesungguhnya, dimana akan terjadi tindakan membunuh orang Yahudi dan Kristen. Dan jika mereka tidak mau dibunuh, maka mereka harus membayar pajak.

Makna perang adalah perang berulang kali ditegaskan oleh Allah dalam beberapa kesempatan. Misalnya, dalam surah Ali Imran ayat 195, Allah berfirman, “… yang berperang dan yang terbunuh, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga...” Dan dalam surah at-Taubah ayat 111, Allah berkata, “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh …” Contoh wahyu Allah lainnya bisa dibaca dalam QS al-Fath: 17; QS al-Baqarah: 216; QS an-Nisa: 74 atau QS at-Taubah: 38.

Dari kutipan-kutipan wahyu Allah di atas terlihat jelas perintah perang dalam QS at-Taubah ayat 29 di atas tidak bisa dimaknai dengan tafsiran baru. Perang yang dimaksud adalah sungguh perang, dimana orang yang berperang akan membunuh, dibunuh atau terbunuh. Dan perintah ini merupakan perintah bagi umat islam. Pemaknaan lain tentulah tidak sesuai dengan kehendak Allah. Pemaknaan seperti itu jelas-jelas hanya untuk menyelamatkan pandangan “Agama mengajarkan kebaikan”, bukannya melaksanakan perintah Allah. Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa kaum teroris sudah sesuai pada jalan Allah, karena mereka sungguh-sungguh melakukan kehendak Allah.

DEMIKIANLAH kajian atas wahyu Allah dalam surah at-Taubah ayat 29. Dengan kajian ini, satu kesimpulan dasar yang bisa diambil adalah tidak ada kedamaian dalam islam karena islam bukanlah agama kasih, tetapi agama perang.

Lingga, 29 Mei 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar