Jumat, 08 April 2022

KAJIAN ISLAM ATAS SURAH AL-ANFAL AYAT 74

Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang Muhajirin), mereka itulah orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia. (QS 8: 74)


Al-Qur’an merupakan pusat spiritualitas umat islam. Di sana mereka tidak hanya mengenal Allah yang diimani dan disembah, tetapi juga mendapatkan pedoman dan tuntunan hidup yang akan menghantar mereka ke surga. Al-Qur’an biasa dijadikan rujukan umat islam untuk bersikap dan bertindak dalam hidup keseharian, selain hadis. Umat islam menyakini Al-Qur’an langsung berasal dari Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW. Keyakinan ini didasarkan pada pernyataan Allah sendiri, yang dapat dibaca dalam beberapa surah Al-Qur’an. Jadi, Allah sendiri telah menyatakan bahwa Al-Qur’an merupakan perkataan-Nya, sehingga ia dikenal juga sebagai kalam Allah. Karena itu, Al-Qur’an dihormati sebagai sesuatu yang suci, karena Allah sendiri adalah mahasuci. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama saja dengan pelecehan kepada Allah atau penyerangan terhadap keluhuran Allah. Orang yang melakukan hal itu harus dihukum berat dengan cara dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang (QS al-Maidah: 33).

Selain itu juga umat islam melihat Al-Qur’an sebagai keterangan dan pelajaran yang jelas. Ini juga didasarkan pada perkataan Allah sendiri. Allah telah mengatakan bahwa diri-Nya telah memudahkan ayat-Nya sehingga umat dapat dengan mudah memahami. Sebagai pedoman dan penuntun jalan hidup, Allah memberikan keterangan dan pelajaran yang jelas sehingga mudah dipahami oleh umat islam. Tak sedikit ulama menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu yang telah terang benderang sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi pesan Allah itu. Dengan perkataan lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna dan pesannya, tak perlu lagi ditafsirkan. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Qur’an. Penafsiran atas wahyu Allah bisa berdampak pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah sendiri.

Berangkat dari dua premis di atas, maka bisalah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan kata-kata Allah sendiri. Memang harus diakui juga bahwa apa yang tertulis itu tidaklah sepenuhnya merupakan perkataan Allah. Beberapa tulisan yang ada di dalam tanda kurung, seperti kepada orang Muhajirin dan nikmat, diyakini berasal dari tangan manusia. Jadi, ternyata ada tambahan kemudian pada ayat-ayat Al-Qur’an, yang bukan berasal dari Allah tetapi dari manusia. Hal ini, mengikuti cara penilaian umat islam terhadap kitab suci agama lain, membuat Al-Qur’an tidak asli lagi. Kesucian dan keaslian Al-Qur’an telah bercampur dengan karya tangan manusia yang tidak suci.

Sejalan dengan pernyataan Allah bahwa Dia memberikan keterangan yang jelas dan telah memudahkan ayat-Nya, maka apa yang tertulis pada kutipan wahyu Allah di atas memang sungguh jelas dan terang benderang, meski pembaca masih tetap membutuhkan penafsiran sedikit. Dalam kutipan di atas terlihat jelas bahwa Allah hendak memberikan gambaran soal siapa orang yang benar-benar beriman, dan memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia. Kebanyakan ulama menafsirkan frasa “rezeki (nikmat) yang mulia” dengan masuk surga. Karena itu, wahyu Allah ini berbicara tentang orang yang benar-benar beriman, orang yang memperoleh ampunan dan yang masuk surga. Siapa saja mereka itu?

Dalam kutipan ayat di atas Allah menyebut 4 kelompok orang yang memenuhi kriteria tersebut. Keempat kelompok orang itu adalah:

1.    Orang-orang yang beriman. Siapa yang dimaksud dengan orang-orang yang beriman ini? Frasa “orang-orang yang beriman” banyak dijumpai dalam Al-Qur’an. Para ulama sepakat bahwa frasa tersebut merujuk pada kaum muslim. Hal ini disebabkan karena adanya pandangan dualisme hitam-putih dalam Al-Qur’an. Umat manusia dibagi ke dalam 2 kubu, yaitu beriman dan kafir. Hanya islam saja yang beriman, sedangkan yang bukan islam adalah kafir. Karena itu, umat islam adalah kelompok orang-orang yang beriman, dan mereka adalah orang yang benar-benar beriman, orang yang memperoleh ampunan dan yang masuk surga. Ini seakan hendak menegaskan kembali perkataan Allah bahwa orang kafir adalah penghuni neraka (QS al-Baqarah: 24; QS al-Maidah: 10; QS al-Jinn: 14 – 15).

2.    Orang yang berhijrah. Artinya, mereka yang pada tahun 622 mengikuti Muhammad keluar dari Mekkah menuju Madinah. Nah, mereka inilah masuk ke dalam kelompok orang yang benar-benar beriman, orang yang memperoleh ampunan dan yang masuk surga. Ayat ini sedikit menemukan kendala ketika dituntut relevansinya pada masa kini. Tanpa relevansi, maka sebagian ayat ini menjadi mati, karena sebagian ayat ini hanya berlaku untuk orang-orang yang hidup pada tahun 622, yang berhijrah bersama Muhammad. Bagaimana dengan kaum muslin dewasa ini? Karena itulah, untuk menghidupkan seluruh wahyu Allah ini, dewasa ini santer terdengar seruan atau ajakan untuk hijrah, meski maknanya bias. Pemaknaan ajakan hijrah sungguh membingungkan, dan tak ada satu otoritas islam pun yang bisa memberikan makna yang jelas. Karena itu, haruslah dikatakan bahwa sebagian dari wahyu Allah ini mati, karena tidak ada relevansinya bagi umat islam saat ini.

3.    Orang yang berjihad di jalan Allah. Kata jihad biasanya dimaknai dengan perang. Sedangkan berjihad di jalan Allah dimaknai dengan berperang melawan musuh-musuh islam, yaitu orang kafir, dan menegakkan agama islam. Allah telah menyatakan kehendak-Nya untuk memusnahkan orang kafir sampai ke akar-akarnya (QS al-Anfal: 7), sehingga hanya islam yang ada di sisi Allah (QS Ali Imran: 19). Sebagian ulama memaknai berperang di jalan Allah ini dengan upaya menegakkan kebaikan dan menghancurkan kejahatan (amar makruf nahi mungkar). Akan tetapi, pemaknaan ini tidak sejalan dengan wahyu Allah dalam surah al-Baqarah: 216, dimana Allah berfirman, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” Jadi, berjihad di jalan Allah adalah berperang melawan musuh-musuh islam, yaitu orang kafir sehingga dunia ini hanya ada agama islam. Mereka yang berperang di jalan Allah inilah orang yang benar-benar beriman, orang yang memperoleh ampunan dan yang masuk surga. Ketika dituntut relevansinya untuk masa kini, wahyu Allah ini menuntut umat islam untuk menciptakan perang. Inilah salah satu wahyu yang menjadi dasar ideologi terorisme islam. Dengan membunuh orang kafir, maka mereka dinilai sebagai orang yang benar-benar beriman, orang yang memperoleh ampunan dan yang masuk surga.

4.    Orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan. Dapat dipastikan bahwa orang dari kelompok ini adalah bukan pemeluk islam. Akan tetapi, mereka dinilai sebagai orang yang benar-benar beriman, dan yang memperoleh ampunan bahkan masuk surga. Menjadi pertanyaan, siapa obyek dari kelompok orang ini. Atau tempat kediaman dan pertolongan diberikan kepada siapa? Jika membaca kutipan ayat di atas, dengan tambahan dari tangan manusia, maka jelas obyek dari kelompok orang ini adalah orang Muhajirin. Dalam ilmu islam, kaum Muhajirin adalah mereka yang bersama Muhammad ikut meninggalkan Mekkah dan hijrah menuju Madinah. Dengan kata lain, orang Muhajirin adalah kelompok orang yang berhijrah (poin 2). Namun, jika tambahan dari manusia itu dihilangkan, maka obyek dari kelompok orang ini bisa saja orang yang berhijrah, bisa juga orang yang berjihad di jalan Allah. Artinya, orang ini memberi tempat tinggal bagi mereka yang berperang di jalan Allah, serta memberi bantuan seperti uang, makanan atau juga informasi. Ketika dituntut relevansinya untuk masa kini, maka pemaknaan sebagai mereka yang berperang di jalan Allah langsung kena sasaran. Karena itu, orang yang memberi bantuan kepada umat islam yang berperang di jalan Allah adalah orang yang benar-benar beriman, orang yang memperoleh ampunan dan yang masuk surga. Wahyu Allah ini biasa dijadikan rujukan kepada umat islam untuk membantu para teroris. Jika tidak membantu, maka mereka disamakan dengan kaum fasik, dan kaum fasik itu sama dengan kafir; tempatnya di akhirat adalah neraka. Kalau mau masuk surga, maka mereka harus membantu, sekalipun mereka tidak terlibat dalam aksi teroris.

DEMIKIANLAH kajian singkat atas surah al-Anfal ayat 74. Dalam ayat ini Allah memberikan kriteria dari orang yang sungguh beriman, dan yang memperoleh ampunan, bahkan masuk surga. Ada dua hal yang menarik dari wahyu Allah ini terkait fenomena terorisme islam. pertama, ayat ini dijadikan dasar untuk aksi terorisme. Artinya, aksi teroris menemukan dasarkan pada wahyu Allah, sehingga dengan demikian aksi tersebut dikehendaki Allah. Demi relevansinya, maka umat islam terpanggil untuk menciptakan terror atau perang. Hal ini seakan menegaskan kembali islam sebagai agama perang atau terror. Kedua, adalah sulit untuk memberantas terorisme islam. Setidaknya ada dua alasan, yaitu karena aksi ini dikehendaki Allah, dan aksi ini selalu akan mendapat dukungan dari umat islam.

Tanjung Pinang, 17 Januari 2022

by: adrian 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar