Jumat, 01 Oktober 2021

TELAAH ATAS SURAH AL-MAIDAH AYAT 18

 


Orang Yahudi dan Nasrani berkata, ”Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.” Katakanlah, “Mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu? Tidak, kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang Dia ciptakan. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan menyiksa siapa yang Dia kehendaki. Dan milik Allah seluruh kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya. Dan kepada-Nya semua akan kembali.” [QS 5: 18]

Kutipan ayat di atas adalah kutipan ayat Al-Qur’an. Jika dikatakan Al-Qur’an, pertama-tama orang memahaminya sebagai kitab suci umat islam, yang terdiri dari 114 surah, mulai dari surah al-Fatihah hingga surah an-Nas. Umat islam yakin bahwa Al-Qur’an merupakan firman yang berasal dari Allah sendiri. Firman itu disampaikan secara langsung kepada nabi Muhammad SAW (570 – 632 M). Berhubung Muhammad adalah seorang yang tidak bisa membaca dan menulis, maka setelah mendapatkan firman Allah itu dia langsung mendiktekan kepada pengikutnya untuk ditulis. Semua tulisan-tulisan itu kemudian dikumpulkan, dan jadilah kita yang sekarang dikenal dengan nama Al-Qur’an. Karena itu, apa yang tertulis dalam Al-Qur’an adalah merupakan kata-kata Allah sendiri. Tak heran bila umat islam menganggap kitab tersebut sebagai sesuatu yang suci, karena Allah sendiri adalah mahasuci. Penghinaan terhadap Al-Qur’an adalah juga penghinaan terhadap Allah, dan orang yang melakukan hal tersebut wajib dibunuh. Ini merupakan kehendak Allah sendiri, yang tertuang dalam Al-Qur’an.

Berangkat dari keyakinan umat islam ini, maka kutipan ayat Al-Qur’an di atas haruslah dikatakan merupakan perkataan Allah. Apa yang tertulis di atas, kecuali yang ada dalam tanda kurung, merupakan kata-kata Allah sendiri yang disampaikan kepada Muhammad. Kutipan di atas terdiri dari 2 bagian, yaitu kutipan pernyataan orang Yahudi dan Kristen, dan pernyataan Allah. Bagian kedua merupakan penjelasan dan sekaligus tanggapan atas bagian pertama. Artinya, Allah mendengar pernyataan orang Yahudi dan Kristen di Madinah (berhubung ayat ini turun di Madinah) bahwa mereka itu adalah anak Allah dan juga kekasih-Nya. Mungkin waktu itu Allah mendengar orang Yahudi dan Kristen berbicara kepada pengikut Muhammad atau orang Madinah lainnya tentang status mereka itu. Terlihat jelas Allah tidak suka dengan pernyataan itu. Karena itulah lahir bagian kedua.

Pernyataan Allah, sebagai tanggapan atas pernyataan orang Yahudi dan Kristen, bisa dibagi dalam dua bagian: [1] tentang dosa dan kuasa Allah mengampuni dosa; [2] tentang Allah sebagai sumber dan tujuan kehidupan. Dapat dikatakan bahwa bagian kedua sama sekali tidak terkait langsung dengan pernyataan orang Yahudi dan Kristen, berbeda dengan bagian pertama. Karena itu, telaah ini akan lebih fokus membahas bagian pertama.

Menanggapi pernyataan orang Yahudi dan Kristen, pertama-tama Allah mengajukan pertanyaan retoris, “Mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?” Sekalipun sebenarnya pertanyaan itu tidak membutuhkan jawaban karena sudah jelas jawabannya, namun Allah menjawab sendiri pertanyaan tersebut. Kemudian Allah menambahkan beberapa penjelasan, yaitu bahwa orang Yahudi dan Kristen adalah manusia biasa. Di balik penjelasan ini hendak dikatakan bahwa sebagai manusia biasa, orang Yahudi dan Kristen tak akan luput dari dosa. Dan karena dosa juga mereka tak akan luput dari siksa. Namun manusia bisa lupt dari siksa, bila mereka mendapat ampunan dari Allah. Siksaan dan ampunan itu datangnya dari Allah.

Apa yang dapat dilihat dari pernyataan Allah yang menanggapi pernyataan orang Yahudi dan Kristen ini? Kesimpulan apa yang bisa ditarik dari telaah ini?

Pertama-tama kita kembali menemukan penegasan akan salah satu karakter Allah-nya umat islam, yaitu suka mencampuri urusan orang lain. Sibuk mencampuri atau mengurusi orang lain sepertinya menjadi ciri Allah islam. Allah yang sibuk mengomentari pernyataan orang lain. Sepertinya ciri Allah ini menjadi ciri umum islam. Hanya islam saja agama yang sibuk mengurusi agama lain. Misalnya, mengatakan kitab suci agama lain palsu, mengatakan yang bukan islam adalah kafir atau mengatakan bahwa Yesus tidak mati di salib. Ada kesan kalau ciri ini merasuk juga ke dalam kehidupan para pemeluk islam. Karena itu, sekali pun sekolah negeri, tapi siswi non muslim wajib pakai jilbab demi menciptakan akhlak; atau saat bulan Ramadhan umat lain harus menghormati umat islam yang puasa. Atau bisa ditemukan juga pada komentar seorang ustad, “Pada salib ada jin kafir”, atau Allah orang Kristen ada tiga.

Ada banyak contoh ayat Al-Qur’an yang memberikan gambaran Allah yang suka mencampuri urusan orang lain. Misalnya surah al-Baqarah ayat 111. Berbeda dengan kutipan ayat di atas, dalam surah al-Baqarah ini Allah mencampuri urusan orang lain, yang kebenarannya masih diragukan. Artinya, benarkah orang Yahudi dan Kristen mengeluarkan pernyataan itu? Apakah pernyataan orang Yahudi dan Kristen itu merupakan pendapat pribadi atau memang benar ajaran agamanya? Jika dikritisi, pernyataan orang Yahudi dan Kristen dalam surah al-Baqarah itu bukanlah sebuah ajaran agama, melainkan pendapat pribadi orang biasa (umat awam). Dan ini pula yang ditanggapi Allah. Dalam kutipan di atas (QS al-Maidah 18), dapat dipastikan bahwa memang orang Yahudi dan Kristen punya pendapat demikian; dan itu ada dalam ajaran agamanya. Namun sayang, Allah gagal paham akan pernyataan tersebut sehingga bisa dipastikan tanggapannya pun keliru. Tentulah bagi orang Yahudi dan Kristen, tanggapan Allah itu terlihat bodoh.

Ketika mendengar pernyataan orang Yahudi dan Kristen sebagai “anak dan kekasih Allah”, Allah SWT beranggapan bahwa orang Yahudi dan Kristen tentulah tidak bisa berdosa. Dan karena tak bisa berdosa, maka pastilah orang Yahudi dan Kristen tidak akan mendapat siksa. Jadi, Allah umat islam berpikir bahwa sebagai “anak dan kekasih Allah” orang Yahudi dan Kristen tidak ada dosa dan tidak mendapat siksa karena dosa. Padahal, dalam penglihatan ternyata orang Yahudi dan Kristen masih mendapatkan siksa, dan karena itu tentulah mereka berdosa.

Memang orang Yahudi dan Kristen punya pendapat bahwa diri mereka adalah “anak dan kekasih Allah”. Gelar sebagai “anak Allah” dan juga “kekasih Allah” banyak dijumpai dalam kitab suci orang Yahudi dan Kristen. Gelar ini hendak menunjukkan relasi yang begitu dekat antara umat Yahudi dan Kristen dengan Tuhan Allah. Hubungan Allah dengan manusia tidak hanya terbatas pada relasi Allah dan umat saja. Dalam agama Yahudi dan Kristen, ada banyak analogi yang menggambarkan relasi Allah dan manusia. Selain memakai istilah “anak Allah” dan “kekasih Allah”, dapat dijumpai juga dalam kitab suci kedua agama ini istilah lain lagi, seperti “sahabat Allah” (Keb 7: 14) atau “kawanan domba” (karena Allah dilihat sebagai Gembala, bdk. Mazmur 23), dan masih banyak lagi. Gelar “anak Allah” mau diperdamaikan dengan sapaan Allah sebagai “Bapa”. Istilah “anak Allah” banyak ditemui dalam kitab Perjanjian Baru. Sedangkan gelar “kekasih Allah” hendak menunjukkan gambaran relasi antara Allah dengan orang Yahudi dan Kristen sebagai relasi suami – istri.

Akan tetapi, sebagai “anak dan kekasih Allah” bukan lantas berarti bahwa orang Yahudi dan Kristen tidak bisa berdosa dan tidak bisa mendapat siksaan. Ini pandangan yang salah. Dengan demikian, pandangan Allah SWT adalah salah. Harus dipahami bahwa sebagai “anak dan kekasih Allah”, orang Yahudi dan Kristen tak jauh beda dengan orang biasa (dalam hal ini pandangan Allah benar). Baik orang Yahudi maupun Kristen, sama-sama berpendapat bahwa gelar sebagai “anak Allah” dan juga “kekasih Allah” tidak membuat mereka mendapat keistimewaan dari dosa dan siksa. Namun, entah kenapa Allah SWT berpikiran orang Yahudi dan Kristen mendapatkan keistimewaan itu; entah dari mana pemikiran itu didapat. Kesadaran orang Yahudi maupun Kristen bahwa sekalipun mereka berdosa mereka tetap sebagai “anak dan kekasih Allah” lahir dari kepercayaan mereka akan Allah yang maharahim, maha kasih dan penuh belas kasihan. Kitab Wahyu menulis, “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar.” (3: 19). Kasih sayang Allah tampak dari tegoran dan hajaran-Nya, karena seperti kata pemazmur, “Tuhan telah menghajar aku dengan keras, tetapi Ia tidak menyerahkan aku kepada maut.” (Mzm 118: 18). Ini kembali ditegaskan oleh penulis kitab Ibrani, “Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak” (12: 6). Penulis kitab Ibrani membuat perbandingan dengan seorang ayah yang menghajar anaknya, dimana itu dilakukan karena kasih. “Dimanakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?” (Ibr 12: 7).

Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa ayat Al-Qur’an di atas, terlebih pernyataan Allah bagian pertama, hendak menunjukkan dua hal. Pertama, Allah sibuk mencampuri urusan orang lain. Kalau agama lain menganalogkan relasi Allah dengan manusia dengan berbagai istilah, kenapa Allah begitu sewot. Mungkin dalam islam relasi itu hanya sebatas Allah dan umat saja sehingga istilah yang dikenal hanyalah “umat Allah”. Menjadi sedikit persoalan adalah apa yang disibuk-urusi Allah itu ternyata keliru dipahami. Hal ini menunjukkan hal kedua, yaitu Allah terlihat bodoh. Karena gagal paham, maka Allah terlihat tampil bodoh. Ini ibarat pelayan orang Jawa di rumah makan menawarkan hidangan, “Ini jangan. Ini juga jangan. Itu jangan.” Lantas tamunya yang non Jawa berkomentar, “Kalau semuanya jangan, apa yang bisa dimakan?” Bukan tidak mustahil akan muncul komentar miring tentang orang Jawa. Seperti itulah Allah-nya umat islam. Sedikit perbedaannya, Allah itu mahatahu, sedangkan orang non Jawa tadi tidak tahu. Tentulah orang waras, yang percaya Allah itu mahatahu, akan bertanya, koq ada Allah seperti itu?

DEMIKIANLAH telaah atas surah al-Maidah ayat 18. Di atas sudah dikatakan bahwa kutipan ayat di atas adalah perkataan Allah sendiri. Namun ketika ditelaah terlihat Allah begitu bodoh, orang tentunya akan meragukan kalau ayat itu berasal dari Allah. Bagaimana mungkin Allah yang mahatahu bisa keliru. Bagaimana mungkin Allah yang maha sempurna bisa salah. Bagi orang yang punya akal sehat pastilah akan mengatakan bahwa kutipan ayat di atas merupakan hasil rekayasa manusia. Hanya manusia yang suka sibuk mencampuri urusan orang lain. Dan hanya manusia saja, yang karena keterbatasannya, bisa tampil bodoh.

Lingga, 28 September 2021

by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar