Hantaran Awal
Pada
acara pembukaan, 2 poin penting yang disampaikan. Pertama, maksud dan tujuan kursus, yakni agar peserta memahami soal
tribunal dan prosesnya, sehingga sepulang dari kursus dapat membantu uskup
dalam pelaksanaan tribunal gerejawi, entah sebagai hakim, defensor vinculi, notarius,
ataupun peran lainnya. Untuk maksud ini, panitia berusaha agar ijasah kursus bisa
dijadikan pertimbangan dalam permohonan dispensasi ke signature apostolika.
Kedua, para peserta sadar dan paham
ketika menghadapi situasi keluarga dewasa kini. Setidaknya ada 4 gambaran
situasi keluarga, yakni:
1. Keluarga
sah, tapi bermasalah
2. Keluarga
sah, dan tidak bermasalah
3. Keluarga
tak sah dan tak bermasalah
4. Keluarga
tak sah, tapi bermasalah
Menghadapi
keluarga tipe 1, solusi yang dapat ditawarkan adalah pemutusan, baik yang
dilakukan oleh takhta suci (Paus) maupun oleh ordinaris wilayah (lewat
privilege:paulinum, pianum dan gregorianum). Harus ada syarat yang terpenuhi
agar sarana tersebut dapat ditempuh.
Menghadapi
keluarga tipe 2, tenaga pastoral bukan lantas berarti tenang-tenang saja. Pastor
paroki harus tetap terus mendampingi dan mempromosikan mereka. Melibatkan dalam
karya kerasulan keluarga merupakan bentuk pastoral terhadap keluarga tipe 2
ini.
Menghadapi
keluarga tipe 3, konvalidasi merupakan solusi yang ditawarkan. Sedangkan
menghadapi keluarga tipe 4, solusi yang dapat ditawarkan adalah deklarasi
nulitatis. Ada 3 proses, yaitu proses dokumental, proses biasa (tribunal
gerejawi) dan proses brevior.
Cara
anulatio ditempuh apabila memang status perkawinan tidak sah dan kedua pihak
(suami-istri) memang sudah tidak dapat disatukan lagi. Sah atau tidak
perkawinan ditentukan dari ada tidaknya 3 pilar ini: bebas dari halangan nikah,
terpenuhinya forma kanonik dan kesepakatan yang bebas, benar dan penuh.
Kanon Doktriner Perkawinan
Pada
pertemuan pertama, Rm. Try Edy menyampaikan kanon yang berbicara tentang
doktrin perkawinan katolik. Di sana dipaparkan soal hakikat, tujuan dan sifat
perkawinan. Selain itu Rm. Edy juga menerangkan soal halangan-halangan
perkawinan katolik, kesepakatan nikah dan tata peneguhan kanonik. Di sini tidak
hanya sebatas diuraikan apa yang sudah tertulis dalam KHK, tetapi dijelaskan
juga beberapa implikasi pastoral dan penanganan dalam tribunal.
Tribunal dan Pembentukkannya
Pertemuan
ini diampu oleh Rm. Driyanto. Beliau, awalnya, menerangkan posisi tribunal
dalam konteks pelaksanaan 3 tugas dan jabatan uskup, yakni kuasa eksekutif, legislatif
dan yudisial. Tribunal ada pada pelaksanaan kuasa yudisial. Karena itulah,
sadar akan keterbatasannya, uskup dibantu oleh Vikaris Yudisial.
Rm.
Driyanto menjelaskan bahwa kasus perkawinan idealnya diselesaikan pada tribunal
dengan hakim kolegial. Akan tetapi, terbuka juga kemungkinan dilaksanakan
dengan hakim tunggal setelah pengajuan izin kepada KWI. Untuk hakim tunggal, perangkat
yang dibutuhkan adalah hakim, defensor vinculi dan notarius. Hakim bisa
diperankan oleh vikaris yudisial atau uskup. Jika hakimnya uskup, mengingat
kesibukannya, uskup dapat mengangkat seorang asesor, untuk membantunya dalam
perumusan caput, pertanyaan hingga putusan.
Caput Nulitatis
Pertemuan,
yang membahas caput nulitatis, masih
ditangani oleh Rm. Driyanto. Dalam pertemuan ini pertama-tama dijelaskan
beberapa syarat yang harus diperhatikan sebelum mengajukan kasus ke tribunal,
yakni (1) adanya cacat atau kekurangan, yang (2) sesuai dengan norma hukum
kanonik, dan (3) sudah ada sebelum atau sewaktu perayaan perkawinan, serta (4)
dapat dibuktikan.
Di
sini Rm. Driyanto lebih fokus pada kanon 1095. Beliau tidak hanya menerangkan
tentang prinsip dan pengertian kanon tersebut saja, melainkan juga bagaimana
pembuktian kasusnya.
Simulasi
Rm.
Tjatur, Vikjend dan sekaligus Vikyud Keuskupan Malang, memaparkan perihal
simulasi, berdasarkan kan. 1101. Ada 2 jenis simulasi, yaitu total dan parsial,
yang kedua-duanya dapat menganulasi perkawinan. Membaca kan. 1101 harus dalam
terang kan. 1057.
Vis et Metus Gravis
Rm.
Rony diminta untuk menerangkan materi ini. Ada 2 jenis paksaan, yaitu fisik dan
moral. Sedangkan ketakutan merupakan konsekuensi dari paksaan. Jenis ketakutan
berdasarkan faktor penyebab ada ketakutan ringan dan berat (berat absolute dan
berat relatif). Berdasarkan relasi antara korban dengan sumber ketakutan ada
ketakutan umum, reverensial dan antecedent.
Untuk nulitatis perkawinan, ketakutan harus memenuhi syarat berikut:
1. Ketakutan
bersifat eksternal, personal dan independen
2. Harus
ada ancaman
3. Beratnya
ketakutan dilihat dari keseriusan
4. Ancaman
menimbulkan ketakutan berat pada korban
Error in Qualitate Personae
Materi
pertemuan ini didasarkan pada kanon 1097, §2 dan dijelaskan oleh Rm. Driyanto.
Error harus dibedakan ignoratia. Ada 2 jenis error, yaitu error in personae dan error
in qualitate personae. Nulitatis perkawinan terjadi jika kualitas error merupakan
tujuan langsung dan utama.
Proses Nulitatis
Ada 3
pertemuan yang membahas soal proses nulitatis ini. Rm. Suratman menjelaskan
soal proses tribunal biasa. Ada 6 tahap dalam proses anulasi perkawinan, yaitu:
1. Pembuka
perkara
Pada
tahap pertama, Vikaris Yudisial menerima libellus.
Tidak semua libellus langsung mencantumkan caput ataui dasar yuridisnya.
Karena itu, tugas Vikaris Yudisial untuk mencari dan menemukan caputnya. Di
sini Vikaris Yudisial dapat menerima, menolak atau juga meminta untuk
memperbaiki libellus. Jika sudah menerima, maka ia menyatakannya dengan sebuah
dekret. Kemudian dibuat lagi dekret pembentukan personel tribunal (hakim,
defensor vinculi dan notarius) serta dekret pemanggilan pihak-pihak berpekara.
2. Instruktoria
Tahap
ini merupakan bagian inti dari seluruh proses anulasi perkawinan. Di sini hakim
akan mengonfirmasi dan mengklarifikasi pernyataan-pernyataan pihak-pihak
berpekara. Bukan hanya pemohon dan responden saja, tetapi juga saksi-saksi
serta beberapa alat bukti yang diajukan. Dalam tahap ini perlu diingat bahwa
setiap pihak harus diambil sumpah untuk menyatakan kebenaran dan menjaga
kerahasiaan selama proses sidang.
3. Diskusi
atau pembahasan perkara
4. Putusan
5. Naik
banding jika ada pihak keberatan
6. Pelaksanaan
putusan
Proses
dokumental untuk anulasi perkawinan diterangkan oleh Rm. Kriswanta. Proses ini
hanya mengandalkan dokumen-dokumen yang sah untuk membatalkan perkawinan.
Proses ini tidak harus melalui tribunal.
Rm.
Kristian menerangkan soal proses brevior. Dalam proses brevior Bapak Uskup
mengadili secara pribadi (meski dalam praktek dibantu oleh asesor). Dalam
sharing, Mgr Anton mengatakan dalam waktu 2 tahun beliau sudah menyelesaikan 12
kasus. Selain menerangkan proses brevior, Rm. Kristian juga menjelaskan soal
Mitis Iudex Dominus Iesus (MIDI). Dapat dikatakan bahwa MIDI merupakan roh atau
spirit yang harus diemban pada petugas pastoral dalam menghadapi kasus
perkawinan. Bapak Uskup Bandung juga, dalam homili misa penutup, juga
menegaskan kembali bahwa MIDI merupakan identitas para pihak yang berkecimpung
di tribunal. Spiritualitas MIDI adalah belas kasih dan kerahiman. Rm. Kristian
juga menyebut MIDI sebagai bentuk keberanian rasuli Paus Fransiskus.
Praktek
Setelah
dicekoki dengan teori-teori, peserta dihadapkan pada praktek. Ada dua hal yang
ditampilkan di sini. Pertama, simulasi proses sidang dengan hakim tunggal.
Kedua, peserta masuk dalam kelompok lalu membahas sebuah kasus dan
menyelesaikannya dalam tribunal gerejawi.
Beberapa
Catatan Penting
1. Para
peserta sudah dianggap memiliki kualifikasi sebagai hakim, defensor vinculi, promotor
justitiae dan notarius. Ijasah yang diperoleh dapat dilampirkan dalam
permohonan ke signature apostolica.
Hal ini berpulang pada kebijakan Bapak Uskup.
2. Para
peserta juga diharapkan sudah mempunyai kemampuan untuk membuat libellus,
menyusun pertanyaan, menemukan caput.
3. Penanganan
kasus perkawinan dengan hakim tunggal membutuhkan
izin dari KWI. Yang mengajukan itu adalah Vikaris Yudisial.
4. Dalam
menangani kasus perkawinan, perlu dipertimbangkan baik-baik kondisi perkawinan
yang sedang diproses, agar jangan sampai tribunal digugat. Hal ini terjadi di
KAJ dan Bogor. Namun bukan lantas berarti kita harus mundur atau diam saja.
Keberanian rasuli, seperti yang ditunjukkan Paus Fransiskus dengan MIDI, harus
tetap ada.
5. Ada
3 sikap yang diambil hakim atau Vikaris Yudisial setelah menerima dan membaca libellus: menerima, menolak dan
menyarankan untuk perbaikan.
6. Menghadapi
kasus keluarga bermasalah, terlepas apakah sudah diketahui sah tidaknya status
perkawinan, peran pastor paroki sangat dibutuhkan. Mungkin perlu dipertimbangkan
satu solusi yang ditawarkan Pria Sejati dan
Wanita Bijak. Memang banyak orang
mengeluh besarnya biayanya. Akan tetapi, kita sebenarnya punya solusi atau
jalan keluarnya, misalnya proposal ke Depag atau LP3KD (seperti yang pernah disampaikan
Rm. Pram).
7. Karena
tidak ada keharusan untuk banding, pemohon dapat mengajukan permohonan anulasi
ke tribunal lain sebagai second opinion, sejauh
tribunal tersebut berwenang, jika permohonannya di satu tribunal ditolak.
8. Pastor
paroki sebelum menerima kasus perkawinan, perlu terlebih dahulu menjelaskan
kepada pasangan akan tugas dan panggilan suami-istri serta kewajiban yang
melekat pada mereka ketika akhirnya dianulasi.
9. Di
saat menangani kasus perkawinan, jangan lupa untuk berdoa.
10. Ada beberapa hal menarik dari MIDI:
a. Kata pertama MIDI: “Dimana ada orang, di sana Gereja dipanggil
untuk menjangkaunya, guna membawakannya sukacita Injil, belaskasih dan
pengampunan Tuhan.”
b. Dua alasan, yaitu keterlambatan penanganan kasus yang tak
dipahami, dan harapan mempermudah akses serta mempercepat proses pengadilan.
c. Kecepatan proses bukan demi nulitas tetapi lebih penghargaan
terhadap umat beriman yang berhak mendapatkannya.
d. Proses anulasi perkawinan bebas biaya.
e. Mendekatkan hakim dengan umat yang berpekara
11. Dari poin penting MIDI, kita dapat bercermin soal proses tribunal
kita.
Kenapa proses anulasi berjalan lambat? Salah satu faktor penyabab adalah karena
kita menambah 1 proses, yaitu studi bersama. Libellus yang masuk bukannya langsung
diterima, tetapi diserahkan kembali ke para parokus untuk dibahas bersama
setelah pertemuan 2 bulanan.
12. Dalam
proses sidang, defensor vinculi harus diberitahu (diundang) soal jadwal
interogasi. Jika tidak maka proses sidang menjadi tidak sah. Namun, defensor
vinculi tidak wajib harus datang.
13. Dimungkinkan
sidang berjalan tanpa kehadiran responden, jika memang keberadaan responden
sama sekali tidak diketahui asalkan adanya usaha maksimal untuk melacak alamat
responden.
14. Bagian
akhir di lembar penyelidikan kanonik untuk tiap calon mempelai (bagian III, no.
2), yaitu terkait catatan pribadi penyelidik terhadap calon mempelai, harus
diperhatikan baik-baik oleh petugas penyelidik. Jika dalam proses penyelidikan
ada hal-hal yang aneh atau meragukan, hendaklah ditulis di sana, agar catatan
tersebut kelak dapat digunakan untuk memudahkan proses anulasi.
15. Pada
bagian akhir lembar penyelidikan kanonik (Lembar Catatan Administratif), harus
diperhatikan baik-baik oleh Pastor Paroki, sebelum upacara pemberkatan,
khususnya no. 04 – 11. Terkait forma kanonik (tata peneguhan), perlu
diperhatikan:
Ø Yang
berwenang memberi delegasi: Ordinaris wilayah atau Pastor Paroki. Jadi, pastor
pembantu harus mendapat delegasi untuk memberkati perkawinan di wilayah
parokinya. Logikanya, tanpa delegasi maka ada cacat forma kanonik.
Ø Ada
2 jenis delegasi:
a) Umum :
untuk semua perkawinan. Delegasi harus tertulis.
b) Khusus :
untuk perkawinan tertentu. Delegasi lisan atau tertulis.
Untuk mendapatkan beberapa
materi kursus tribunal ini silahkan download
dengan meng-klik judul tulisan berikut ini: Kursus Tribunal 2019 dan Tugasdan Peran Pastor Paroki. Semoga membantu !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar