Selasa, 23 April 2019

KISAH PAUS YOHANA ADALAH LEGENDA

Jagat sosial sempat dihebohkan dengan kisah tentang Paus Yohana, yang adalah seorang perempuan. Kehebohan ini tidak hanya meliputi umat Katolik, tetapi juga umat manusia. Umumnya orang mengetahui bahwa Paus itu hanyalah seorang pria. Diceritakan bahwa Joan of Ingelheim adalah seorang perempuan yang menyamar jadi pria dan kemudian jadi biarawan hingga akhirnya menjadi Paus dengan nama Pope John VII.
Paus Yohana ini sebenarnya hanyalah sebuah legenda, yang tidak dapat dikonfirmasikan kebenarannya dengan fakta sejarah. Berikut ini kami sarikan kisah legenda Paus Yohana. Dongeng tentang Paus perempuan, yang bernama Yohana, pertama kali ditemukan pada pertengahan abad XIII.
1. Variasi Dongeng Paus Yohana
a. Versi Jean de Mailly.
Pertama kali yang menuliskan dongeng ini adalah seorang Dominikan bernama Jean de Mailly yang kemudian diambil sebagai patokan oleh seorang Dominikan lainnya yaitu Etienne de Bourbon (1261) yang menuliskan dongeng ini dalam bukunya, “Ketujuh karunia Roh Kudus.” Dikatakan di sini bahwa Paus perempuan itu hidup sekitar tahun 1100, namun dalam versi ini tidak disebutkan namanya. Ia adalah seorang yang sangat berbakat, berpakaian seperti pria, menjadi anggota Kuria, lalu menjadi Kardinal dan kemudian Paus. Suatu hari ia naik kuda, dan kemudian melahirkan seorang anak laki-laki; ia lalu terikat pada ekor kudanya, terseret di sepanjang kota, dihukum mati oleh masyarakat, dikuburkan di tempat ia wafat.
b. Versi Martin (Martinus Polonus) dari Troppau
Menurut Martin, Setelah Paus Leo IV (847  855) seseorang bernama John Mainz (Johannes Anglicus) naik kursi kepausan selama dua tahun, tujuh bulan dan empat hari. Ia ini dilaporkan sebagai seorang wanita. Sewaktu masih kecil ia dibawa ke Athena, dan dipakaikan pakaian pria dan menjadi seorang yang sangat pandai. Ia datang ke Roma, menjadi guru sains dan menarik perhatian banyak para terpelajar. Akhirnya ia menjadi Paus, tetapi kemudian mengandung dari salah seorang kepercayaannya, melahirkan di tengah prosesi dari gereja St. Petrus ke Lateran, di antara Colosseum dan gereja St. Klemens. Ia wafat seketika, dan dikuburkan di tempat yang sama. Konon para Paus selanjutnya selalu menghindari jalur ini; karena tidak ingin mengingat kejadian yang memalukan ini. Di sini disebutkan nama “Paus” tersebut sebagai Johanna (Paus Yohana).
c. Versi belakangan
Ada lagi versi yang menyebutkan bahwa nama “Paus” tersebut ketika anak- anak adalah Agnes, atau Gilberta. Atau dalam banyak variasi lainnya seperti yang ditulis dalam Universal Chronicle of Metz (1250), dan “Mirabilia Urbis Romae.”
2. Evaluasi dan Tanggapan
a. Kisah ini diterima tanpa dikritisi
Pada abad 14  15 kisah Paus wanita ini dipercaya sebagai sesuatu yang sungguh terjadi. Maka kisah Paus Yohana ini dipakai oleh heretik Jan Hus, pada saat ia mempertahankan doktrinnya yang sesat di hadapan Konsili di Konstans, tanpa ada yang menyanggahnya. Padahal kenyataannya Paus Yohana ini tidak pernah ada dalam “Liber Pontificalis” (daftar semua Paus) dan dalam foto para Paus yang terpampang di gereja St. Paulus di Roma (St. Paul outside the Walls)
b. Kisah ini diselidiki
Setelah diperiksa, sebenarnya kisah ini benar-benar fiktif. Di abad XV, setelah adanya gerakan historical criticism (gerakan penelitian sejarah), para sejarahwan seperti Aenas Sulvius ((Epist., I, 30) dan Platina (Vitae Pontificum, No. 106) melihat bahwa kisah tersebut tidak dapat dipertahankan, karena tidak berdasar. Maka sejarahwan di abad XVI, seperti Onofrio Pancinio (Vitae Pontificum, Venice, 1557), Aventinus (Annales Boiorum, lib. IV), Baronius (Annales ad a. 879, n. 5) menolak keberadaan Paus perempuan ini.
c. Beberapa pemeriksaan dari kaum Protestan
Sejumlah ahli sejarah Protestan, seperti Blondel (Joanna Papissa, 1657) dan Leibniz (“Flores sparsae in tumulum papissae” in “Bibliotheca Historica”, Göttingen, 1758, 267 sq.) juga menerima bahwa Paus perempuan ini sebenarnya tidak pernah ada. Namun masih ada banyak umat Protestan yang menggunakan dongeng ini untuk menyerang kepausan. Pada abad XIX, hampir semua ahli sejarah yang serius mempelajari fakta-fakta dapat menerima bahwa kisah Paus perempuan ini hanya dongeng. Namun demikian ada juga orang-orang yang tetap berusaha untuk membuktikan keberadaan Paus wanita ini.
3. Bukti Kisah Paus Yohana Adalah Dongeng
a. Tidak adanya cukup bukti yang mendukung
Tidak ada satupun narasumber/sumber sejarah pada saat itu yang menyebutkan tentang Paus Yohana ini. Tidak pernah kisah ini disebutkan sampai pertengahan abad XIII. Adalah sesuatu yang sangat aneh, jika benar hal ini adalah kisah nyata bahwa tidak ada satupun ahli sejarah pada abad 10 – 13 yang mencatatnya [mengingat 'besarnya' peristiwa itu].
b. Melihat sejarah Paus, maka tidak ada tempat bagi kisah legenda/dongeng ini bisa dimasukkan.
Antara Paus Leo IV dan Benediktus III, seperti versi Martin Polonus, Yohana tidak mungkin dimasukkan. Sebab Paus Leo IV wafat pada tanggal 17 Juli 855, dan segera setelah ia wafat, Benediktus III dipilih menggantikannya oleh para klerus dan warga Roma. Koin uang yang memuat gambar Paus Benediktus III dan Kaisar Lothair yang wafat di tahun 28 September 855 menunjukkan bahwa Paus Benediktus III naik kursi kepausan sebelum tanggal 28 September 855 tersebut. Juga kesaksian dari Hincmar yang adalah Uskup Agung Reims, yang memberitahukan kepada Nicholas I bahwa pembawa pesannya kepada Paus Leo IV mengetahui di tengah jalan, bahwa Paus Leo IV wafat, dan karenanya pesan petisi tersebut diberikan kepada penggantinya Benediktus III, yang kemudian memutuskannya (Hincmar, ep. xl in P.L., CXXXVI, 85). Kalaupun PauYohana itu ditempatkan sebagai Kardinal Anastasius yang menjadi antipope pada saat itu, tetaplah tidak pas, kerena Kardinal tersebut hanya bertahan sebulan (Agustus 855 sampai September 855). Selanjutnya, pada tanggal 7 Oktober 855, Paus Benediktus III mengeluarkan piagam untuk Biara Corvey, [saat itu sudah tidak ada lagi antipope]. Bukti-bukti ini menunjukkan bahwa tidak ada jeda selama dua setengah tahun antara kematian Paus Leo IV dan kenaikan Paus Benedictus III, yang “diisi” oleh Paus perempuan ‘Yohana’, seperti yang dikisahkan dalam versi Martin Polonus.
Selanjutnya, akan menjadi sangat lebih tidak mungkin lagi untuk memasukkan Paus Yohana dalam daftar Paus sekitar tahun 1100 antara Paus Victor III (1087) dan Paus Urban (1088-1099) atau Paus Paschal II (1099-1110), menurut catatan Jean de Mailly, karena data yang ada pada masa itu bahkan lebih akurat lagi dan menjadi catatan sejarah secara umum, bukan hanya catatan Gereja Katolik saja.
4. Asal Usul Dongeng Ini
Ada beberapa dugaan, mengapa sampai timbul adanya dongeng ini.
a. Berkaitan dengan isi surat Paus Leo IX.
Ada yang berpendapat, kemungkinan bersangkutan dengan isi surat Paus Leo IX, yang dalam suratnya kepada Michael Caerularius (1053) bahwa ia tidak percaya akan yang didengarnya bahwa di Gereja Konstantinopel terdapat sida-sida, bahkan seorang perempuan yang menduduki kursi kepemimpinan episkopal (Mansi “Consil.”, XIX, 635 sq.). Maka, Belarminus (De Romano Pontifice, III, 24) percaya bahwa dongeng ini dibawa dari Konstantinopel ke Roma.
b. Berkaitan dengan kelemahan Paus John VIII
Ahli sejarah Baronius (Annales ad a., 879, n. 5) menduga bahwa legenda ini dihubungkan dengan kelemahan sikap dari Paus Yohanes VIII (John VIII, 872  882) dalam menangani orang-orang Yunani. Namun sebenarnya, tidak ada hubungan antara Pope John VIII dengan “Yohana” ini. Paus John VIII adalah seorang berkebangsaan Roma, jadi sama sekali tidak cocok dengan penjabaran ‘Joan of Ingeheim’ yang adalah orang Inggris-Saxon (Jerman).
c. Berkaitan dengan kelemahan sikap para Paus dengan nama John
Banyak para sejarahwan lainnya yang melihat adanya kemunduran kepausan sekitar abad X, dimana cukup banyak Paus bernama John (Yohanes). Maka Aventinus melihat bahwa kisah “Paus Yohana” merupakan kisah sindiran (satire) terhadap pribadi John IX. Menurut Blondel, sindiran terhadap John XI, menurut Panvinio, sindiran terhadap John XII, sedangkan menurut Leander (Kirkengesch., II, 200), mengatakan secara umum kisah tersebut menggambarkan adanya pengaruh perempuan yang ‘mematikan/berbahaya’ dalam era kepausan di abad X.
d. Beberapa asumsi lainnya
Seorang sejarahwan lainnya, Leo Allatius, (Diss. Fab. de Joanna Papissa) menghubungkan kisah ini dengan nabi palsu Theota, yang dikecam pada Sinoda Mainz (847). Leibniz menghubungkan kisah ini dengan seorang Uskup yang bernama Johannes Anglicus yang datang ke Roma, dan konon kemudian diketahui sebagai seorang wanita. Atau Karl Blascus (“Diatribe de Joanna Papissa“, Naples, 1779) dan Gfrorer (Kirchengesch., iii, 978) menghubungkan kisah ini dengan Decretal pseudo-Isidorian.
Penjelasan Dollinger (“Papstfabeln”, Munich, 1863, 7-45) juga cukup mendapat persetujuan. Ia mengatakan bahwa dongeng Paus Yohana ini merupakan salah satu dari cerita rakyat Roma yang berkaitan dengan monumen kuno dan kebiasaan tertentu. Sebuah patung kuno ditemukan pada jaman Paus Sixtus V, di jalan dekat Colosseum, yang menggambarkan ‘seseorang’ dengan seorang bayi. ‘Seseorang’ itu kemudian dihubungkan dengan kisah legenda sebagai Paus perempuan. Monumen itu konon ditemukan dengan tulisan di bawahnya P.P.P (proprie pecunia posuit) dengan nama Pap. (Papirius) pater patrum (seorang bapa Romawi yang mempunyai anak). Dikatakan juga, bahwa Paus tidak melewati jalan tersebut dalam prosesi, kemungkinan karena sempitnya jalan tersebut [dan bukan karena legenda itu].
5. Kesimpulan
Cukup jelas bahwa kisah Paus Yohana adalah kisah dongeng, yang baru timbul di abad Pertengahan, berkaitan dengan ditemukannya monumen kuno di Roma. Kemudian ada orang-orang tertentu yang berimajinasi dan mengembangkan kisah tersebut, dengan dikaitkan dengan data-data sejarah yang sebenarnya tidak berhubungan, untuk membuatnya seolah-olah menjadi kisah nyata.
Umat Katolik tidak perlu terpengaruh oleh kisah-kisah seperti ini, karena sifatnya fiktif. Ini menyerupai cerita Da Vinci Code, yang juga mengambil data- data sejarah yang tidak ada hubungannya. Sejarah dan fakta tidak bisa diubah, dan kita melihat sendiri bahwa Paus Yohana (entah menurut versi Jean de Mailly ataupun Martinus Polonus) tidak pernah ada dalam urutan Paus yang ada.
Jika kisah Paus Yohana itu sungguh benar, hal ini tidak mungkin tidak dicatat dalam sejarah secara resmi oleh para sejarahwan pada jamannya, seperti halnya sejarahwan Eusebius atau Josephus yang merekam peristiwa- peristiwa sejarah pada abad-abad awal. Kenyataan bahwa catatan sejarah pada masanya itu sendiri tidak ada, dan baru kemudian timbul berabad-abad sesudahnya, seharusnya memelekkan mata kita, bahwa kisah itu merupakan kisah dongeng belaka. Sebab kisah sejarah yang otentik seharusnya disampaikan oleh orang yang menyaksikannya pada jamannya, [seperti halnya fakta tentang kebangkitan Kristus di abad pertama]. Selanjutnya, fakta- fakta sejarah lainnya, juga menunjukkan bahwa kisah Paus Yohana ini tidak mungkin terjadi, sebab tidak ada kerangka sejarah yang cocok/sesuai dengan deskripsi kisah ini. Fakta bahwa terjadi bermacam-macam versi, juga menunjukkan bahwa kisah ini semata-mata adalah spekulasi, entah maksudnya sebagai cerita rakyat ataupun sindiran terhadap Paus-paus tertentu.
Kisah tentang Paus Yohana ini sesungguhnya harus membuat kita menjadi lebih kritis dalam menyikapi suatu cerita, karena tidak semua cerita dibuat berdasarkan fakta yang sesungguhnya. Mari kita terus belajar untuk menemukan kebenaran, dan tidak lekas percaya terhadap kisah-kisah dongeng semata.
re-edited from Ingrid Listiati- katolisitas.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar